Writer: Raodatul - Selasa, 25 November 2025
FYPMedia.id — Polemik soal penemuan 250 ton beras impor ilegal di Sabang terus menjadi sorotan nasional. Kasus ini memicu perdebatan publik mengenai pengawasan impor, wewenang lembaga kawasan perdagangan bebas, serta komitmen pemerintah menjaga ketahanan pangan nasional.
Temuan besar tersebut terungkap setelah Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan adanya beras impor tanpa izin pusat yang diduga berasal dari Thailand dan Vietnam.
Perkembangan terbaru muncul ketika Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akhirnya buka suara untuk memberikan klarifikasi lengkap. Penegasan ini penting lantaran banyak pihak mempertanyakan bagaimana komoditas sebanyak itu bisa memasuki wilayah Indonesia.
Temuan 250 Ton Beras Ilegal: Bagaimana Kasus Ini Terungkap?
Kasus beras ilegal ini bermula pada Minggu (23/11/2025), ketika Mentan Amran mengumumkan bahwa pihaknya menerima laporan terkait masuknya ratusan ton beras impor tanpa izin pusat. Melalui pengecekan lapangan dan koordinasi dengan sejumlah aparat keamanan, beras tersebut langsung disegel.
Dalam keterangannya, Amran mengatakan: "Kami terima laporan tadi sekitar jam 2, bahwasannya ada beras masuk di Sabang itu 250 ton, tanpa izin dari pusat, tanpa persetujuan pusat. Tadi langsung kami telepon Kapolda, kemudian Kabareskrim, kemudian Pak Pangdam, langsung disegel ini berasnya, nggak boleh keluar."
Langkah cepat ini mendapat respons publik karena pemerintah sejak awal tahun menegaskan tidak ada kebijakan impor beras pada 2025, sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Amran kemudian menegaskan kembali: "Kami ucapkan terima kasih pada tim bergerak cepat dan menyegel, tidak mengeluarkan beras yang masuk ke Indonesia, ke Sabang."
Bea Cukai Memberikan Klarifikasi Resmi
Setelah isu melebar dan menimbulkan banyak asumsi, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menyampaikan penjelasan resmi. Ia menegaskan bahwa DJBC tidak pernah memberi izin masuk untuk beras impor ilegal tersebut.
Djaka menjelaskan dengan lugas: "Impor beras ilegal yang pasti kita nggak mengizinkan. Makanya ketika barang itu masuk, langsung disegel."
Menurutnya, keberadaan beras ilegal itu terkait izin yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BPKS) Sabang, bukan dari pusat.
Lebih jauh Djaka menambahkan: "Kalau beras itu kan dari BPKS Sabang-nya itu mengizinkan. Kita menjaga di ujungnya jangan sampai itu merembes ke masyarakat. Ketika dari pusat tidak mengizinkan, ya kita segel sekarang. Kemarin itu disegel sama polisi."
DJBC menegaskan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti kasus ini dan memastikan tidak ada distribusi keluar dari area pelabuhan.
Baca Juga: 7 Jurus Menkeu Purbaya Jaga Cukai: Rokok Ilegal Diincar, Sanksi Siap Ditegakkan
Bagaimana Beras Ilegal Bisa Masuk?
Dalam konferensi pers lain, Mentan Amran mengungkapkan bahwa komoditas tersebut masuk ke Sabang dengan memanfaatkan status sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone).
Dalam kondisi tertentu, barang dapat masuk ke wilayah tersebut tanpa bea masuk—namun tetap harus mengikuti kebijakan impor nasional.
Amran menegaskan: "Alasan bisa masuk karena itu daerah zona bebas perdagangan. Tapi itu harus dibaca utuh, harus tetap mengikuti kebijakan pusat."
Menurutnya, beras tersebut tetap dianggap ilegal karena tidak melalui proses wajib, termasuk:
- Tidak ada persetujuan pusat
- Tidak ada rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian
- Tidak ada izin impor dari Kementerian Perdagangan
Ia bahkan menegaskan: "Kami langsung telepon Menteri Perdagangan, dan beliau menyampaikan bahwa tidak ada izin impor yang dikeluarkan."
Komitmen Pemerintah: No Rice Import Policy 2025
Kasus ini menegaskan kembali sikap pemerintah bahwa tahun 2025 adalah periode tanpa impor beras. Arahan tersebut sudah berkali-kali disampaikan oleh Presiden Prabowo, seiring dengan target meningkatkan produksi beras nasional serta memperkuat ketahanan pangan.
Dengan adanya temuan 250 ton beras ilegal ini, pemerintah ingin menegaskan bahwa:
- Setiap impor harus mengantongi izin lengkap
- Kawasan perdagangan bebas tidak berarti bebas dari regulasi pusat
- Distribusi barang ilegal ke pasar domestik tidak akan ditoleransi
Investigasi Lanjutan dan Potensi Sanksi
Bea Cukai menyatakan bahwa investigasi lebih mendalam sedang dilakukan. Djaka juga memastikan bahwa apabila ada oknum internal yang terlibat, maka tindakan tegas akan diberikan:
“Kalaupun ada oknum pegawai Bea dan Cukai yang memanfaatkan wewenangnya untuk meloloskan impor ilegal, maka akan ditindak tegas.”
Saat ini pihak kepolisian sudah menyegel lokasi penyimpanan dan memastikan beras tidak keluar dari Sabang.
Baca Juga: 5 Fakta Mencengangkan Kasus Alvaro: Hilang 8 Bulan, Berakhir Tragis
Dampak Besar Kasus Ini bagi Indonesia
Meski terlihat sederhana, kasus impor ilegal beras memiliki dampak strategis, di antaranya:
1. Mengguncang Stabilitas Kebijakan Pangan Nasional: Kebijakan “tanpa impor beras” pada 2025 berpotensi terganggu jika barang ilegal masuk tanpa kontrol.
2. Mengancam Harga Beras Dalam Negeri: Beras impor yang lebih murah dapat menekan harga pasaran dan merugikan petani lokal.
3. Memicu Kebocoran Regulasi Kawasan Perdagangan Bebas: Kasus ini memperlihatkan celah penyalahgunaan izin di zona bebas perdagangan.
4. Membuka Potensi Perdagangan Gelap: Kelalaian dalam pengawasan bisa dimanfaatkan jaringan perdagangan ilegal internasional.
5. Menurunkan Kepercayaan Publik: us semacam ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada instansi pengawas.
6. Memicu Evaluasi Sistem Impor Nasional: merintah dipaksa kembali meninjau alur perizinan impor.
7. Mendorong Kolaborasi Aparat Lebih Ketat: Setidaknya empat lembaga, Kementan, Kemendag, Bea Cukai, dan aparat keamanan, harus bergerak bersama.
Kesimpulan: Pemerintah Gerak Cepat, Perizinan Akan Diperketat
Kasus 250 ton beras ilegal ini membuka kembali diskusi mengenai integritas pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pentingnya pengawasan ketat impor pangan.
Dengan penyegelan cepat, pemerintah menunjukkan komitmennya melindungi pasar dalam negeri dan memastikan tidak ada celah bagi impor ilegal.
Baik Mentan maupun Bea Cukai telah memberikan penegasan bahwa barang tersebut tidak akan dilepas ke masyarakat. Investigasi telah berjalan, dan pemerintah menjamin proses hukum akan dilakukan bila ditemukan pelanggaran.
Kasus ini bukan hanya tentang beras ilegal, tetapi tentang ketahanan pangan, kedaulatan ekonomi, dan integritas sistem perdagangan nasional.