Writer: Raodatul - Jumat, 19 Desember 2025 08:00:00
FYPMedia.id - Pemerintah kembali menyoroti persoalan serius yang selama ini kerap luput dari perhatian publik: minimnya kehadiran ayah dalam kehidupan anak Indonesia. Melalui kebijakan terbaru, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji, menerbitkan Surat Edaran (SE) Gerakan Ayah Mengambil Rapor ke Sekolah (GEMAR) yang ditujukan kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia.
Kebijakan ini bukan sekadar simbolik. Data yang diungkap pemerintah menunjukkan sekitar 25% anak Indonesia tumbuh tanpa figur ayah atau mengalami fatherless, sebuah kondisi yang dinilai berbahaya bagi masa depan generasi bangsa.
“Surat edaran ini dibuat untuk menjawab suasana kebatinan masalah kurangnya kehadiran sosok ayah bagi anak-anak. Dalam hal ini, data kita menunjukkan ada sekitar 25% anak Indonesia mengalami fatherless (kehilangan sosok ayah) sehingga kami dari kementerian membuat kebijakan untuk mengingatkan bagi para ayah ataupun sosok ayah,” kata Wihaji kepada wartawan, dilansir dari detikcom, Jumat (19/12/2025).
Fatherless: Masalah Senyap yang Mengancam Generasi
Fenomena fatherless bukan sekadar isu keluarga, melainkan persoalan sosial berskala nasional. Berdasarkan data BKKBN, sekitar 25,8% keluarga yang memiliki anak di Indonesia berada dalam kondisi minim kehadiran ayah, baik secara fisik maupun emosional.
Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka fatherless antara lain:
- Tekanan ekonomi, termasuk ayah yang tidak bekerja atau harus bekerja berlebihan;
- Disfungsi relasi keluarga, seperti perceraian atau konflik rumah tangga berkepanjangan;
- Perubahan pola pengasuhan, di mana peran ayah semakin tergeser.
Dampaknya pun tidak main-main. Anak yang tumbuh tanpa figur ayah berisiko mengalami:
- Masalah akademik;
- Perilaku agresif;
- Rendahnya kepercayaan diri;
- Hingga keterlibatan dalam perilaku berisiko di usia remaja.
“Kondisi fatherless ini berbahaya bagi anak karena berdampak pada munculnya masalah akademik, perilaku agresif, hingga keterlibatan dalam perilaku berisiko,” ungkap Wihaji dalam keterangannya.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Perbedaan Hari Ayah Nasional & Internasional: Sejarah, Makna, dan Tradisi Dunia
Ayah Ambil Rapor: Simbol Kehadiran yang Bermakna
Gerakan Ayah Mengambil Rapor ke Sekolah dirancang sebagai langkah konkret dan sederhana, namun sarat makna. Pemerintah ingin memastikan ayah hadir secara langsung dalam momen penting pendidikan anak.
“Untuk hadir dan menambah perhatian kepada anak-anaknya dalam hal ini kita buat surat edaran agar para ayah untuk bisa mengambil rapor sehingga nanti ayah bisa mengetahui, memahami, tentang hasil studi bagi anak-anaknya. Sekaligus anaknya senang ayahnya hadir dalam kebutuhan yang hari ini sangat ditunggu oleh anak-anak,” ujar Wihaji.
Kehadiran ayah saat pengambilan rapor bukan hanya soal mengetahui nilai akademik, tetapi juga:
- Membangun komunikasi antara orang tua dan guru;
- Menumbuhkan rasa aman dan dihargai pada anak;
- Menjadi fondasi keterlibatan ayah dalam pengasuhan jangka panjang.
Bahaya Gawai: “Keluarga Baru” yang Mengintai Anak
Selain isu fatherless, pemerintah juga menyoroti ancaman penggunaan gawai tanpa pengawasan. Wihaji menegaskan bahwa teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti peran orang tua.
“Keluarga baru itu adalah handphone, kita tidak anti-HP dan tidak anti-teknologi. Tapi jangan sampai teknologi justru mengatur kita, teknologi itu membantu kita dan melayani kita bukan sebaliknya,” tegasnya.
Dalam konteks ini, absennya ayah sering kali digantikan oleh layar ponsel, yang justru memperparah jarak emosional antara orang tua dan anak.
“Kalau tidak hati-hati, keluarga baru tersebut dapat mengganggu masa depan anak Indonesia. Siapakah keluarga baru tersebut? Keluarga baru itu adalah handphone,” tambah Wihaji.
Dukungan Pemerintah Daerah dan Apresiasi Nasional
Langkah Kemendukbangga mendapat dukungan dari berbagai pemerintah daerah. Salah satunya datang dari Pemerintah Kota Depok, yang menerbitkan surat edaran serupa.
Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Isyana Bagoes Oka, mengapresiasi langkah tersebut.
“Kami mengapresiasi langkah Wali Kota Depok yang menerbitkan SE imbauan ayah mengambil rapor anak. Kebijakan ini sejalan dan merupakan tindak lanjut dari SE Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Nomor 14 Tahun 2025 tentang Gerakan Ayah Mengambil Rapor (GEMAR),” ujar Isyana.
Ia menegaskan bahwa pengasuhan anak adalah tanggung jawab bersama ayah dan ibu.
“Ayah dan ibu perlu sama-sama hadir dalam pengasuhan anak. Kehadiran ayah, termasuk dalam momen pengambilan rapor, sangat penting untuk membangun komunikasi yang kuat antara orang tua dan guru serta mendukung tumbuh kembang anak secara utuh,” tambahnya.
Baca Juga: 10 Strategi Parenting Efektif untuk Membangun Hubungan Kuat dengan Anak
SE Nomor 14 Tahun 2025: Berlaku Nasional
Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2025 resmi berlaku mulai 1 Desember 2025 dan ditujukan kepada seluruh kepala daerah, gubernur, bupati, dan wali kota, di Indonesia.
“SE Nomor 14 Tahun 2025 ini diinisiasi oleh Kemendukbangga/BKKBN dan berlaku mulai 1 Desember 2025. Ditujukan kepada pemerintah daerah, gubernur, bupati, dan wali kota. Harapannya, kebijakan ini dapat diadopsi lebih luas sebagai gerakan bersama,” jelas Isyana.
Isi Lengkap Gerakan Ayah Mengambil Rapor
Adapun pokok-pokok penting dalam Surat Edaran Gerakan Ayah Mengambil Rapor ke Sekolah antara lain:
- Ayah diimbau hadir langsung mengambil rapor anak di akhir semester;
- Berlaku untuk anak PAUD, pendidikan dasar, dan menengah;
- Pelaksanaan dimulai Desember 2025 menyesuaikan kalender sekolah;
- Ayah diberikan dispensasi keterlambatan kerja sesuai kebijakan instansi;
- Pemberian apresiasi melalui program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) bagi ayah yang aktif berpartisipasi.
Lebih dari Sekadar Kebijakan, Ini Gerakan Moral
Gerakan Ayah Mengambil Rapor bukan hanya regulasi administratif, melainkan seruan moral bagi para ayah Indonesia untuk kembali hadir, peduli, dan terlibat aktif dalam tumbuh kembang anak.
Di tengah tantangan ekonomi, digitalisasi, dan perubahan pola keluarga, pemerintah menegaskan satu pesan penting: kehadiran ayah tidak tergantikan oleh teknologi apa pun.
Jika konsisten diterapkan dan didukung semua pihak, gerakan ini diyakini mampu menjadi langkah awal menekan angka fatherless dan membangun generasi Indonesia yang lebih kuat secara mental, emosional, dan akademik.