Writer: Raodatul - Sabtu, 13 Desember 2025 03:05:44
FYPMedia.id - Diskon akhir tahun selalu menjadi momen yang paling ditunggu banyak orang. Pusat perbelanjaan, e-commerce, hingga toko ritel berlomba-lomba menawarkan potongan harga besar-besaran. Mulai dari kebutuhan rumah tangga, gadget, fashion, hingga barang mewah, semua diberi label promo yang tampak sayang untuk dilewatkan.
Namun di balik euforia diskon yang menggoda, tersimpan risiko besar bagi kondisi keuangan pribadi. Tanpa perencanaan yang matang, belanja akhir tahun justru bisa menjadi awal masalah finansial di tahun berikutnya. Banyak orang baru menyadari dompetnya “jebol” setelah semua promo berlalu.
Diskon Besar, Godaan Juga Besar
Akhir tahun sering dimaknai sebagai waktu “hadiah untuk diri sendiri” setelah bekerja keras selama setahun. Tidak sedikit orang menggunakan momen diskon untuk self reward. Masalah muncul ketika dorongan emosional lebih dominan dibanding pertimbangan rasional.
Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari, menegaskan bahwa diskon memang sah-sah saja dimanfaatkan, asalkan dilakukan secara sadar dan terukur. Menurutnya, satu hal krusial yang kerap diabaikan sebelum belanja adalah mengecek kondisi keuangan.
"Pertama, cek dulu ada uangnya nggak untuk shopping, atau budget shopping-nya masih ada nggak? Supaya tahu limit untuk belanjanya sampai berapa banyak," kata Tejasari, dikutip dari detikcom, pada Sabtu (13/12/2025).
Langkah sederhana ini sering dianggap sepele, padahal justru menjadi benteng utama agar pengeluaran tidak melebihi kemampuan finansial.
Jangan Sentuh Dana Penting
Tejasari menekankan, dana belanja diskon akhir tahun harus benar-benar berasal dari pos yang aman. Artinya, dana tersebut bukan berasal dari tabungan penting seperti dana darurat, dana pendidikan anak, atau dana untuk membayar cicilan rutin.
Jika belanja dilakukan dengan “mengorbankan” pos keuangan lain, dampaknya bisa panjang dan merugikan.
"Kalau memang nggak ada uangnya, ya nggak usah belanja apa-apa. Toh sebentar lagi ada Lebaran juga, banyak promo diskon di online," terangnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa diskon bukanlah kesempatan yang langka. Promo akan selalu datang kembali, sementara kondisi keuangan yang rusak membutuhkan waktu lama untuk dipulihkan.
Baca Juga: Diskon & Tol Gratis Nataru 2025: 26 Ruas Turun Tarif, 5 Tol Dibuka Fungsional
Tentukan Prioritas, Bukan Sekadar Murah
Setelah memastikan anggaran tersedia, langkah berikutnya adalah menyusun skala prioritas. Banyak orang terjebak membeli barang hanya karena murah, bukan karena dibutuhkan.
"Kedua, cek apakah ada kebutuhan yang jadi prioritas saat ini. Kalau memang ada kebutuhan, maka pas banget untuk cari program diskon atau promo, sehingga kita bisa dapat barang kebutuhan dengan harga murah," jelas Tejasari.
Diskon seharusnya menjadi alat untuk menghemat pengeluaran atas kebutuhan, bukan pembenaran untuk membeli barang yang sebenarnya tidak diperlukan.
Jika barang tersebut bukan prioritas, Tejasari kembali mengingatkan untuk jujur pada kondisi keuangan diri sendiri.
"Kalau nggak ada uangnya, sebaiknya jangan belanja dengan utang. karena utang berbunga akan membuat diskonnya jadi nggak berguna," tegasnya.
Jebakan Utang: Diskon Jadi Ilusi
Salah satu kesalahan fatal dalam belanja diskon adalah menggunakan utang konsumtif, terutama kartu kredit atau paylater berbunga tinggi. Diskon yang terlihat besar bisa langsung tergerus oleh bunga cicilan.
Alih-alih menghemat, konsumen justru membayar lebih mahal di kemudian hari. Inilah yang membuat diskon berubah menjadi ilusi keuntungan.
Self Reward Boleh, Asal Terkendali
Perencana Keuangan Eko Endarto menyebut diskon akhir tahun memang memiliki daya tarik emosional yang kuat. Banyak orang menganggapnya sebagai momen pribadi, berbeda dengan diskon saat hari raya yang biasanya digunakan untuk kebutuhan keluarga.
Namun, Eko mengingatkan bahwa persoalan muncul ketika belanja dilakukan tanpa kebutuhan yang jelas.
"Salah satu kelebihan dari diskon ya kita dapat harga yang murah. Cuma kadang-kadang hal itu membuat kita menjadi tidak berpikir panjang. Artinya apa, kita memilih barang-barang yang kita pikir ya akan kita butuhkan, bukan kita butuhkan," ucapnya.
Perbedaan antara “akan dibutuhkan” dan “sedang dibutuhkan” sering kali menjadi sumber pemborosan terbesar.
Baca Juga: Reformasi Bea Cukai 2026: Sistem Scan Kontainer Terpusat & AI Diluncurkan!
Belanja Cari Diskon, Bukan Diskon Cari Belanja
Eko menegaskan prinsip penting dalam mengelola pengeluaran saat promo besar-besaran.
"Berbelanja apalagi dengan diskon maka kita tentukan dulu apa yang kita butuhkan. Jadi belanja cari diskon, bukan diskon membuat kita tergiur untuk berbelanja," tegas Eko.
Artinya, konsumen harus datang dengan daftar kebutuhan yang jelas, bukan masuk ke toko atau aplikasi belanja dengan pikiran kosong lalu tergoda oleh promo.
Ia juga menyarankan agar kebutuhan jangka pendek menjadi prioritas utama.
"Pertama pasti kebutuhan dulu yang urgent, yang agak pendek dulu yang benar-benar dibutuhkan. Misalnya yang habis pakai terus cepat digunakan katakan misalnya untuk kebutuhan pokok," jelasnya.
Jika masih memiliki dana lebih, barulah konsumen bisa mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang.
"Kalau dia masih punya uang lebih boleh dia numpuk atau dia ngumpulin untuk apa yang bisa dipakai jangka lebih panjang," lanjut Eko.
Bijak Sekarang, Aman Tahun Depan
Diskon akhir tahun memang menggoda, tetapi keputusan belanja tetap ada di tangan konsumen. Tanpa perencanaan, diskon bisa menjadi pintu masuk masalah keuangan yang panjang.
Dengan mengecek kondisi keuangan, menetapkan anggaran, menyusun prioritas, dan menolak utang konsumtif, masyarakat tetap bisa menikmati promo akhir tahun tanpa rasa khawatir.
Ingat, tujuan utama diskon adalah membantu menghemat, bukan membuat dompet ambyar.