FYPMedia.id – China kembali menjadi sorotan dunia setelah salah satu pejabat tingginya dijatuhi hukuman mati akibat kasus korupsi bernilai fantastis. Tang Renjian, mantan Menteri Pertanian dan Urusan Pedesaan China, resmi divonis bersalah atas praktik suap senilai lebih dari 268 juta yuan atau sekitar Rp627 miliar. Putusan ini dibacakan oleh pengadilan tinggi di Changchun, Provinsi Jilin, pada Minggu (28/9).
Kasus ini menjadi salah satu vonis paling keras dalam sejarah kampanye antikorupsi China di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping.
Vonis Hukuman Mati dengan Penangguhan
Media pemerintah China, Xinhua, melaporkan bahwa hukuman mati terhadap Tang disertai penangguhan selama dua tahun.
Artinya, jika selama masa penangguhan Tang menunjukkan perilaku baik, vonisnya berpotensi diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Pengadilan menegaskan bahwa korupsi yang dilakukan Tang berdampak sangat besar bagi negara dan rakyat.
“Suap tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi kepentingan negara dan rakyat, dan oleh karena itu layak dijatuhi hukuman mati,” demikian putusan pengadilan, dikutip dari Xinhua.
Meski demikian, Tang disebut telah mengakui kejahatannya serta menunjukkan penyesalan mendalam.
Baca Juga: 2 Kali Mangkir, Penyuap Eks Sekretaris MA Akhirnya Ditangkap KPK
Rangkaian Karier Politik Tang Renjian
Tang Renjian bukan nama sembarangan di dunia politik China. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Provinsi Gansu pada 2017 hingga 2020. Setelah itu, kariernya menanjak ketika diangkat menjadi Menteri Pertanian dan Urusan Pedesaan.
Namun, perjalanan karier politiknya berakhir tragis ketika pada November 2024, Partai Komunis China memecat Tang hanya enam bulan setelah ia resmi diselidiki oleh badan antikorupsi.
Menurut laporan resmi, Tang terbukti menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain.
Ia memfasilitasi berbagai kepentingan bisnis, proyek pemerintah, hingga pengaturan jabatan dengan imbalan suap.
Bagian dari Kampanye Antikorupsi Xi Jinping
Hukuman yang dijatuhkan pada Tang merupakan bagian dari kampanye antikorupsi besar-besaran yang dicanangkan Presiden Xi Jinping sejak 2013.
Kampanye ini telah menjaring lebih dari 1,34 juta pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran korupsi, termasuk sejumlah tokoh penting dalam pemerintahan dan militer.
Xi Jinping menegaskan bahwa korupsi adalah “ancaman terbesar bagi Partai Komunis China.”
Oleh karena itu, pemerintah terus memperketat disiplin internal dengan tujuan memastikan pejabat tetap loyal, murni, dan dapat diandalkan.
Di satu sisi, para pendukung kampanye ini memuji langkah Xi sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih.
Namun, para pengkritik menilai strategi ini juga dijadikan alat politik untuk menyingkirkan lawan-lawan Xi.
Pembersihan di Tubuh Pemerintahan China
Kasus Tang bukanlah satu-satunya. Sejumlah pejabat tinggi lain juga diseret ke meja hijau. Di antaranya adalah Li Shangfu, mantan Menteri Pertahanan, serta Wei Fenghe, pendahulunya, yang sama-sama tersangkut kasus dugaan korupsi.
Bahkan, pengganti Tang, Dong Jun, juga dikabarkan tengah dalam proses penyelidikan. Fakta ini menambah panjang daftar pejabat yang tersandung skandal suap di bawah pengawasan ketat rezim Xi Jinping.
Xi sendiri meluncurkan kampanye pembersihan aparat keamanan pada 2020, dengan target polisi, jaksa, hingga hakim.
Ia menekankan pentingnya loyalitas penuh dari aparat negara agar tidak ada ruang bagi praktik kotor yang merugikan rakyat.
Hukuman Berat untuk Korupsi
China dikenal sebagai salah satu negara dengan aturan paling keras terkait korupsi. Hukuman mati bukanlah hal baru, terutama bagi pejabat tinggi yang terbukti menyalahgunakan jabatannya.
Vonis Tang Renjian menjadi bukti nyata bahwa pemerintah tidak segan menjatuhkan hukuman paling berat demi memberi efek jera.
Menurut pengadilan, suap yang diterima Tang tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga berbentuk properti dan fasilitas mewah yang ia kumpulkan sejak 2007 hingga 2024.
Baca Juga: Nadiem Makarim Ditahan: Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Chromebook Rp1,98 T
Dampak Politik dan Sosial
Kasus ini menimbulkan gelombang besar dalam politik China. Bagi sebagian pihak, hukuman mati Tang mempertegas komitmen Xi dalam menjaga integritas partai.
Namun bagi pengamat internasional, langkah ini memperlihatkan betapa kuatnya kontrol Xi dalam mengatur roda pemerintahan.
Kampanye antikorupsi Xi tidak jarang dikaitkan dengan konsolidasi kekuasaan. Sejumlah analis menilai, dengan menyingkirkan pejabat yang dianggap bermasalah, Xi mampu memperkuat posisinya sebagai pemimpin tak tergantikan, bahkan hingga periode ketiga masa jabatannya.
Reaksi Dunia Internasional
Vonis mati terhadap Tang juga menjadi perbincangan di dunia internasional. Banyak negara menyoroti betapa kerasnya hukuman bagi pelaku korupsi di China, berbeda dengan tren global yang lebih mengutamakan hukuman penjara jangka panjang.
Namun, di mata sebagian kalangan, langkah ekstrem ini dianggap efektif untuk menekan angka korupsi.
Dengan adanya hukuman berat, pejabat lain diharapkan lebih berhati-hati dan tidak tergoda menyalahgunakan kekuasaan.
Kesimpulan
Kasus Tang Renjian menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi momok besar bagi China, meski kampanye antikorupsi sudah berjalan lebih dari satu dekade.
Hukuman mati yang dijatuhkan menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah di bawah Xi Jinping tidak akan memberi ampun kepada siapapun yang merugikan negara.
Seperti disampaikan pengadilan, “Suap tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi kepentingan negara dan rakyat, dan oleh karena itu layak dijatuhi hukuman mati.”
Meski banyak pihak mendukung langkah keras ini, kritik tetap berdatangan karena dianggap sarat muatan politik.
Apa pun perspektifnya, satu hal yang pasti: hukuman Tang Renjian akan tercatat sebagai salah satu kasus paling dramatis dalam sejarah pemberantasan korupsi di China.
Dengan nilai suap mencapai Rp627 miliar, publik internasional kini menyoroti apakah vonis ini benar-benar akan membawa perubahan besar atau sekadar bagian dari strategi Xi untuk memperkuat cengkeraman kekuasaan.
 
				
 
		 
		