7 Fakta Ilmiah Kenapa Menguap Bisa Menular, Ternyata Ada Kaitannya dengan Empati & Otak

menguap, menular
Ilustrasi Menguap itu Menular/Sumber Foto: Hellosehat

FYPMedia.id Menguap adalah refleks alami yang sering kita lakukan tanpa sadar. Biasanya terjadi ketika tubuh merasa lelah, bosan, atau bahkan saat bersiap untuk tidur. Proses ini melibatkan membuka mulut lebar-lebar, menarik napas dalam, lalu diikuti dengan hembusan panjang. 

Menariknya, menguap tidak hanya dialami secara individu. Banyak orang melaporkan ikut menguap setelah melihat orang lain melakukannya. Fenomena ini dikenal sebagai contagious yawning atau menguap menular.

Lalu, apa yang membuat menguap bisa “menular”? Apakah benar hanya karena sugesti, atau ada dasar ilmiahnya? Berikut penjelasan lengkapnya berdasarkan sejumlah penelitian terkini.

1. Menguap dan Teori Empati Sosial

Penjelasan paling populer mengenai mengapa menguap menular adalah teori empati. Menurut penelitian, seseorang lebih mudah ikut menguap ketika melihat anggota keluarga, teman dekat, atau orang yang memiliki ikatan emosional kuat.

Studi 2022 pada monyet red-capped mangabey menunjukkan mereka lebih sering menguap setelah melihat individu yang familiar menguap, baik sesama monyet maupun manusia. Ini mendukung peran ikatan sosial.

2. Faktor Waktu dan Kelelahan

Teori lain yang pernah populer adalah time of day theory, yakni menularnya menguap dipengaruhi jam tertentu. 

Seseorang lebih mudah “tertular” menguap pada malam hari karena tubuh sedang lelah, dibandingkan pagi atau siang.

Namun, penelitian terbaru menganggap teori ini kurang kuat. Penularan menguap ternyata tidak hanya bergantung pada jam biologis, melainkan lebih kompleks dan dipengaruhi faktor psikologis maupun sosial.

Baca Juga: 7 Tanda Darah Rendah yang Sering Diabaikan, Waspadai Cepat Lelah dan Pingsan!

3. Menguap untuk Mendinginkan Otak

Salah satu teori paling menarik menyebutkan bahwa menguap berfungsi untuk mendinginkan otak. Saat menguap, rahang meregang dan meningkatkan aliran darah ke wajah serta leher. 

Tarikan napas besar juga mempercepat sirkulasi cairan otak dan darah, yang pada akhirnya menurunkan suhu otak.

Studi tahun 2021 menunjukkan hewan dengan otak lebih besar dan neuron lebih banyak cenderung menguap lebih lama. 

Hal ini mendukung hipotesis bahwa menguap membantu menjaga stabilitas suhu otak agar tetap optimal.

4. Menguap sebagai Fenomena Echo (Echophenomenon)

Fenomena echo adalah perilaku meniru otomatis, seperti ketika seseorang tanpa sadar meniru gerakan atau ucapan orang lain. Dalam konteks menguap, hal ini dikenal sebagai echophenomenon.

Peneliti menemukan bahwa saat otak, khususnya korteks motorik, menerima sinyal visual atau auditori terkait orang yang menguap, sistem saraf akan memicu respons serupa. Dengan kata lain, otak kita “terprogram” untuk meniru secara instingtif.

5. Hubungan dengan Lingkungan dan Suhu

Sebuah penelitian di Princeton University menemukan bahwa suhu lingkungan juga berpengaruh. 

Orang lebih sering menguap ketika suhu sekitar lebih rendah dari suhu tubuh. Penelitian di Arizona, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa orang lebih sering menguap di musim dingin dibanding musim panas.

Fenomena ini memperkuat teori bahwa menguap adalah mekanisme tubuh untuk mengatur suhu otak. Ketika udara dingin masuk saat menguap, suhu otak bisa ikut menurun.

Baca Juga: Ryanair Hapus Boarding Pass Kertas: Mulai 12 November 2025 Berlaku 100% Digital

6. Menguap dan Fungsi Pernapasan

Teori lain menghubungkan menguap dengan kebutuhan oksigen. Menguap melibatkan tarikan napas dalam, yang diyakini membantu membuang kelebihan karbon dioksida dan membawa oksigen segar ke tubuh.

Sebuah studi pada 2022 mendukung teori ini. Para peneliti menyebutkan bahwa menguap memiliki peran penting dalam menjaga fungsi pernapasan, kesehatan saluran udara, kualitas tidur, dan keseimbangan otot. Meski begitu, para ahli menekankan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan.

7. Seberapa Sering Kita Menguap Itu Normal?

Normalnya, seseorang bisa menguap 5–10 kali per hari. Namun, pada kondisi tertentu seperti gangguan tidur, jumlahnya bisa meningkat drastis. Penderita sleep apnea atau narkolepsi bahkan bisa menguap hingga 100 kali sehari.

Cara Mengurangi Frekuensi Menguap Berlebihan

Meskipun menguap adalah respons alami tubuh, frekuensi yang berlebihan bisa mengganggu aktivitas. Beberapa cara sederhana untuk menguranginya antara lain:

  • Perbanyak minum air putih agar tubuh tetap terhidrasi dan suhu otak stabil.
  • Tidur cukup, sebab kurang tidur menjadi pemicu utama menguap.
  • Lakukan aktivitas fisik ringan, karena diam terlalu lama memicu rasa bosan.
  • Kompres dingin di dahi untuk membantu mendinginkan suhu otak.
  • Hindari makan berlebihan yang dapat memicu kantuk.

Fenomena menguap menular bukan sekadar sugesti atau kebetulan. Penelitian menunjukkan faktor empati, ikatan sosial, suhu lingkungan, fungsi pernapasan, hingga pendinginan otak berperan dalam hal ini.

Meski mekanismenya belum sepenuhnya dipahami, jelas bahwa menguap adalah respons alami yang kompleks. 

Selain menjadi tanda tubuh lelah atau bosan, menguap juga berfungsi penting bagi kesehatan tubuh dan otak.

Jadi, jika Anda ikut menguap setelah melihat orang lain melakukannya, itu tandanya tubuh Anda merespons secara alami, dan mungkin juga bukti bahwa Anda memiliki rasa empati yang kuat.