FYPMedia.id – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang sebagai solusi gizi anak sekolah kini tengah disorot tajam. Sejak resmi diluncurkan pada Januari 2025, alih-alih menuai pujian, program ini justru diterpa badai kritik setelah ribuan siswa dilaporkan mengalami keracunan massal.
Data per September 2025 mencatat 6.517 penerima manfaat MBG harus mendapat perawatan medis akibat gejala mual, muntah, hingga pusing usai mengonsumsi makanan yang semestinya aman.
Lonjakan kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: sebenarnya, seberapa aman makanan MBG?
Untuk menjawab keresahan publik, pemerintah mengambil langkah baru yang dinilai cukup tegas.
Kini setiap dapur MBG, atau yang dikenal dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), wajib memiliki Sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) sebagai standar keamanan pangan internasional.
Tak hanya itu, pemerintah juga menegaskan bahwa sertifikat ini akan melengkapi syarat lain seperti Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) serta sertifikat halal. Dengan tambahan aturan ini, pemerintah berharap kasus keracunan massal tak lagi terulang.
Baca Juga: 7 Fakta Jalan Kaki Pagi vs Sore, Mana Lebih Efektif Bakar Kalori & Jaga Jantung?
Apa Itu Sertifikat HACCP?
HACCP merupakan singkatan dari Hazard Analysis and Critical Control Points, sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang pertama kali dikembangkan NASA bersama perusahaan makanan Pillsbury pada 1960-an.
Tujuannya kala itu sederhana namun krusial: memastikan makanan para astronot tetap aman dikonsumsi di luar angkasa.
Kini, HACCP telah berkembang menjadi standar internasional. Sistem ini bekerja dengan cara mengidentifikasi potensi bahaya dalam setiap tahapan produksi makanan lalu menetapkan titik kritis (critical control points) yang harus dikendalikan ketat.
Bahaya yang diawasi meliputi:
- Biologis: bakteri, virus, jamur, atau parasit.
- Kimia: pestisida, logam berat, hingga bahan tambahan berlebih.
- Fisik: benda asing seperti serpihan plastik, kaca, atau logam.
Berbeda dengan sistem inspeksi akhir, HACCP lebih menekankan pencegahan sejak awal proses produksi. Dengan begitu, potensi bahaya bisa dicegah sebelum makanan sampai ke konsumen.
Kasus Keracunan MBG Jadi Alarm Bahaya
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan fakta mencengangkan saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR.
Ia menyebut bahwa sejak Januari hingga akhir September 2025, total kasus keracunan MBG mencapai 75 kasus dengan korban sebanyak 6.517 orang.
“Sebaran kasus terjadinya gangguan pencernaan atau kasus di SPPG terlihat dari 6 Januari sampai 31 Juli itu tercatat ada kurang lebih 24 kasus kejadian. Sementara dari 1 Agustus sampai malam tadi itu ada 51 kasus kejadian,” jelas Dadan, dikutip dari detik.com, Sabtu (4/10/2025).
Lebih lanjut, ia merinci jumlah korban berdasarkan wilayah:
- 1.307 korban di Pulau Sumatera,
- 4.207 korban di Pulau Jawa,
- 1.003 korban di wilayah Indonesia Timur.
Pulau Jawa tercatat sebagai daerah dengan insiden keracunan tertinggi, yaitu 45 kasus. Kondisi ini membuat kepercayaan publik terhadap program MBG kian menurun.
Pemerintah Wajibkan HACCP di Semua Dapur MBG
Menanggapi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan langsung bergerak cepat. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa penerapan HACCP bukan lagi pilihan, melainkan syarat wajib.
“Kami sudah menyepakati bahwa BGN akan mewajibkan SLHS dari Kemenkes. Kemudian ada satu lagi yang proses HACCP, yang itu untuk prosesnya terutama terkaitan dengan standar gizi dan manajemen risikonya,” ujar Budi dalam konferensi pers, Kamis (2/10/2025).
Budi menjelaskan, nantinya proses sertifikasi akan ditangani lintas lembaga, mulai dari Kemenkes, BPOM, hingga Badan Gizi Nasional. Ia juga memastikan pengurusan sertifikasi tidak memakan waktu lama dan berbiaya murah.
“Kita juga sudah membahas bagaimana ada akselerasi dari sisi masing-masing penerbit sertifikasi agar prosesnya itu bisa cepat, kualitasnya baik, dan tidak ada biaya izin yang mahal-mahal,” tambahnya.
Langkah ini diyakini mampu menekan risiko keracunan massal dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap program MBG.
Baca Juga: 7 Fakta Ultra Processed Food dan Dampaknya, Hati-Hati Bisa Picu Penyakit Serius
5 Langkah Awal HACCP Sebelum Penerapan
Untuk memastikan HACCP berjalan efektif, ada lima langkah awal yang wajib dilakukan sebelum masuk ke tujuh prinsip dasar:
- Membentuk Tim HACCP – terdiri dari ahli produksi, kualitas, sanitasi, hingga teknisi.
- Deskripsi Produk – detail bahan baku, cara pengolahan, penyimpanan, hingga masa simpan.
- Menentukan Tujuan Penggunaan Produk – misalnya khusus untuk anak-anak sekolah.
- Menyusun Diagram Alir Proses – menggambarkan alur dari bahan mentah hingga distribusi.
- Verifikasi Diagram Alir di Lapangan – mengecek kesesuaian antara teori dan praktik nyata.
Dengan fondasi ini, dapur MBG bisa melangkah ke tahap tujuh prinsip utama HACCP: analisis bahaya, titik kendali kritis, batas kritis, monitoring, tindakan korektif, verifikasi, dan dokumentasi.
Dampak Jika HACCP Tidak Diterapkan
Kasus MBG membuktikan bahwa mengabaikan standar keamanan pangan berakibat fatal. Beberapa risiko yang bisa terjadi tanpa HACCP antara lain:
- Keracunan massal akibat bakteri berbahaya seperti Salmonella atau E. coli.
- Kontaminasi benda asing yang berpotensi melukai konsumen.
- Paparan residu kimia berlebih yang menimbulkan gangguan kesehatan jangka panjang.
- Kehilangan kepercayaan publik terhadap program pemerintah.
- Kerugian ekonomi besar, mulai dari penarikan produk, penutupan SPPG, hingga ancaman hukum.
Dengan kata lain, penerapan HACCP bukan sekadar aturan administratif, melainkan kebutuhan mendesak demi keselamatan ribuan anak sekolah penerima manfaat MBG.