FYPMedia.id – Fenomena gaslighting belakangan ini kerap menjadi perbincangan di media sosial maupun dalam diskusi tentang kesehatan mental. Meski istilahnya populer, penelitian ilmiah yang mengupas alasan di balik perilaku gaslighting masih terbatas.
Namun, studi terbaru memberikan gambaran lebih jelas mengenai motivasi seseorang melakukan manipulasi psikologis ini.
Gaslighting sendiri adalah bentuk manipulasi emosional yang membuat korban meragukan pikiran, ingatan, bahkan realitas hidup mereka.
Dampaknya, korban kehilangan rasa percaya diri hingga merasa bergantung sepenuhnya pada pelaku.
Dua Alasan Utama Gaslighting
Sebuah penelitian dari Willis Klein, psikolog di McGill University, Montreal, Kanada, mengungkap ada dua alasan utama seseorang melakukan gaslighting dalam hubungan.
Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Personal Relationships dan dikutip Huffington Post pada Senin (22/9/2025).
1. Menghindari Tanggung Jawab
Alasan pertama adalah keinginan pelaku untuk lepas dari tanggung jawab, terutama saat menghadapi kesalahan besar.
“Gaslighting sering kali merupakan upaya untuk menghindari akuntabilitas, terutama ketika menyangkut perilaku seperti perselingkuhan,” jelas Klein.
Dengan memutarbalikkan fakta, pelaku berusaha menutup kesalahan sambil membuat pasangannya meragukan versi realitas mereka.
Ungkapan yang sering dipakai antara lain: “Itu tidak pernah terjadi” atau “Kamu hanya terlalu sensitif.”
Baca Juga: Gen Z Berisiko 2x Lipat Kena Kanker Usus Besar, Kenali 7 Gejalanya
2. Keinginan Mengendalikan Pasangan
Motivasi kedua adalah dorongan untuk mengontrol pasangan. Banyak korban gaslighting melaporkan pasangannya mencoba mengatur perilaku, membatasi pergaulan, hingga memengaruhi cara mereka berpakaian.
“Gaslighting adalah bentuk kontrol. Pelaku ingin mendikte perilaku korban, siapa yang boleh mereka temui, bahkan bagaimana mereka melihat diri sendiri,” terang Klein.
Strategi ini sering diawali dengan love-bombing, yakni sikap manis berlebihan pada awal hubungan.
“Pemenuhan kebutuhan emosional secara cepat menciptakan ikatan kuat sekaligus rasa berutang budi pada korban,” tambah Klein. Dari sinilah pelaku menemukan celah untuk memperluas pengaruhnya.
Tahapan Umum Perilaku Gaslighting
Penelitian Klein juga menemukan bahwa perilaku gaslighting biasanya muncul melalui pola bertahap, bukan langsung terlihat.
1. Love-bombing
Di awal hubungan, pelaku tampil penuh perhatian, memberikan hadiah, pujian berlebih, dan mencurahkan kasih sayang intensif.
Klein menyebut hal ini membangun epistemic trust, kepercayaan korban pada pasangan sebagai sumber validasi diri. Namun, kepercayaan inilah yang nantinya akan dimanipulasi.
2. Mengisolasi Korban
Setelah ikatan terjalin, gaslighter mulai menjauhkan korban dari teman dekat atau keluarga. Tujuannya agar korban kehilangan dukungan sosial, sehingga sulit membandingkan realitas yang sebenarnya.
3. Perubahan Sikap Mendadak
Gaslighter sering berperilaku tidak konsisten: kadang penuh kasih, tiba-tiba berubah dingin, bahkan marah. Perubahan drastis ini membuat korban bingung, tidak stabil, dan selalu waspada.
4. Memberi Hukuman Diam
Taktik lain adalah cold-shouldering atau mengabaikan pasangan tanpa alasan jelas. Dengan cara ini, korban merasa bersalah dan berusaha keras memperbaiki hubungan, meski sebenarnya kendali ada di tangan pelaku.
Baca Juga: Jarak Usia Ideal Pasangan Suami-Istri agar Hubungan Langgeng
Dampak Serius Gaslighting
Gaslighting bukan sekadar konflik biasa. Efeknya dapat menghancurkan kesehatan mental korban. Banyak yang mengalami kecemasan, depresi, bahkan kehilangan identitas diri.
Rasa percaya diri menurun drastis karena korban terus-menerus dibuat ragu terhadap pemikiran maupun emosinya.
Lebih jauh lagi, gaslighting bisa menjerumuskan korban ke dalam toxic relationship jangka panjang.
Hubungan yang dipenuhi manipulasi ini dapat membuat seseorang sulit keluar karena merasa tidak mampu hidup mandiri tanpa pelaku.
Bagaimana Menghadapi Gaslighting?
Ahli psikologi menyarankan beberapa langkah untuk menghadapi gaslighting:
- Percaya pada intuisi – Jangan abaikan perasaan tidak nyaman.
- Dokumentasikan kejadian – Catat atau simpan bukti saat terjadi manipulasi.
- Cari dukungan sosial – Libatkan keluarga, teman, atau komunitas.
- Konsultasi dengan profesional – Terapi psikologis membantu memulihkan rasa percaya diri.
Langkah paling penting adalah mengenali tanda-tandanya sejak awal. Dengan begitu, korban bisa segera mencari bantuan sebelum dampaknya semakin besar.
Gaslighting adalah fenomena berbahaya yang kini makin banyak diperbincangkan, terutama di era media sosial yang kerap menormalisasi istilah ini.
Studi terbaru oleh Klein memberi bukti bahwa ada dua motivasi utama di baliknya: menghindari tanggung jawab dan keinginan mengendalikan pasangan.
Pola perilakunya pun cenderung bertahap, dimulai dari love-bombing, isolasi sosial, perubahan sikap tiba-tiba, hingga hukuman diam.
Dengan memahami tanda-tandanya, masyarakat bisa lebih waspada agar tidak terjebak dalam hubungan penuh manipulasi ini.
Gaslighting bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan bentuk kontrol yang sistematis. Seperti yang ditegaskan Klein,
“Gaslighting adalah bentuk kontrol. Pelaku ingin mendikte perilaku korban, siapa yang boleh mereka temui, bahkan bagaimana mereka melihat diri sendiri.”
Dengan kesadaran, dukungan sosial, serta keberanian mencari bantuan, setiap orang dapat keluar dari lingkaran manipulasi ini dan kembali menemukan kendali atas hidup mereka.