FYPMedia.id – Sebuah praktik jual beli bayi yang beroperasi selama 14 tahun akhirnya terungkap di Yogyakarta. Dua bidan, JE (44) dan DM (77), diringkus Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY setelah ditemukan bukti-bukti kuat terkait penjualan bayi melalui rumah bersalin tempat mereka bekerja.
Kasus ini menggemparkan karena melibatkan sebanyak 66 bayi yang dijual sejak 2010.
“Para tersangka ini telah melakukan penjualan ataupun berkegiatan sejak tahun 2010,” ungkap Kombes FX Endriadi, Direktur Ditreskrimum Polda DIY, saat konferensi pers di Sleman, Kamis (12/12/2024).
-
Modus Biaya Persalinan untuk Transaksi Ilegal
Penyelidikan polisi mengungkapkan modus yang digunakan para tersangka. JE dan DM memanfaatkan rumah bersalin mereka sebagai tempat menerima bayi dari pasangan yang tidak mampu merawat anaknya.
Bayi-bayi tersebut kemudian dijual kepada calon pengadopsi dengan kisaran harga Rp55 juta hingga Rp85 juta.
Bayi perempuan dihargai Rp55 juta hingga Rp65 juta, sementara bayi laki-laki dihargai lebih mahal, mencapai Rp85 juta.
“Modusnya adalah mencari para adopter atau orang yang akan mengadopsi,” ujar Kombes Endriadi, dilansir dari detikcom Kamis (12/12/2024).
Pembayaran sering kali dilakukan dengan dalih biaya persalinan, yang mencakup uang muka sebesar Rp3 juta untuk setiap transaksi.
-
Dijual ke Berbagai Daerah di Indonesia
Berdasarkan dokumen serah terima, bayi-bayi tersebut telah diadopsi secara ilegal ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk Surabaya, NTT, Bali, hingga Papua.
Saat penggerebekan di rumah bersalin di Tegalrejo, Yogyakarta, polisi menemukan seorang bayi perempuan berusia 1,5 bulan dengan kondisi sehat.
Bayi tersebut memiliki panjang 52 cm dan berat 3,7 kg.
Baca juga: Tragedi Pemalang: Bocah 9 Tahun Tewas di Karung, Remaja SMA Jadi Tersangka
“Setelah dilakukan penangkapan, kami menemukan seorang bayi perempuan dengan ciri-ciri jenis kelamin perempuan, panjangnya 52 cm, beratnya 3,7 kg, berkisar umur 1,5 bulan, dalam kondisi baik dan sehat,” jelas Endriadi.
-
Residivis dan Jaringan Ilegal
JE, salah satu tersangka, diketahui merupakan residivis dalam kasus serupa pada tahun 2020. Saat itu, ia divonis 10 bulan penjara.
Namun, setelah bebas, JE kembali melakukan aksinya, kali ini bersama DM, pemilik rumah bersalin tempat mereka bekerja.
“Rumah sakit atau pun tempat praktik mereka ini sudah tersebar, dan sudah terinformasi menerima dan merawat serta memelihara bayi,” tambah Endriadi.
Pasangan yang merasa tidak mampu atau tidak bersedia merawat bayi mereka diminta untuk membawa bayi tersebut ke tempat praktik para tersangka agar dapat dititipkan dan dirawat.
Selanjutnya, kedua tersangka mencari individu atau pasangan yang berminat mengadopsi bayi tersebut, termasuk membantu pengadopsi memperoleh akta kelahiran untuk bayi yang diadopsi secara ilegal.
“Apabila ada pasangan atau pun orang yang akan merawat bayi tersebut, dilakukan transaksi penjualan,” ucap FX Endriadi.
-
66 Bayi Dijual Selama 14 Tahun
Lebih lanjut, dari hasil pemeriksaan polisi, sudah ada puluhan bayi yang dijual oleh kedua pelaku. Bayi tersebut dijual ke berbagai daerah di Indonesia.
Polisi mencatat, sejak 2015 hingga saat tertangkap tangan pada 4 Desember 2024, sebanyak 66 bayi telah dijual oleh kedua tersangka. Rinciannya, 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan, dan dua bayi tanpa keterangan jenis kelamin.
Kejahatan ini terbongkar setelah adanya laporan masyarakat terkait aktivitas mencurigakan di rumah bersalin tersebut.
Baca juga: 5 Fakta Menarik Pemilik Daycare Depok, Restitusi Rp 300 Juta dan Vonis Penjara 1 Tahun
“Untuk TKP-nya, ini TKP-nya adalah di daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta, tempat praktik dokter umum dan estetika,” bebernya.
Tim Ditreskrimum kemudian melakukan penyelidikan dan pada Rabu (4/12) melakukan penangkapan terhadap kedua tersangka berikut bayi perempuan berusia 1,5 bulan yang hendak dijual.
-
Proses Hukum dan Ancaman Hukuman Berat
Kedua tersangka kini dijerat dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Mereka terancam hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.
“Terhadap dua tersangka ini, masih kami lakukan pemeriksaan, penyelidikan, untuk selanjutnya nanti kami selesaikan dan kami kirim ke kejaksaan untuk proses penegakan hukum lebih lanjut,” ujar Endriadi.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap praktik adopsi ilegal.
Aparat kepolisian menegaskan komitmennya untuk memberantas perdagangan bayi dan menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan yang mencederai hak-hak anak.
Terungkapnya kasus ini juga membuka mata publik tentang pentingnya pengawasan ketat terhadap rumah bersalin dan praktik adopsi.
Polisi mengimbau masyarakat yang mengetahui aktivitas serupa untuk segera melapor guna mencegah kasus serupa terulang kembali.