FYPMedia.id – Rencana kenaikan tarif Transjakarta 2025 menuai sorotan publik. Setelah hampir dua dekade tanpa perubahan harga, Pemprov DKI Jakarta tengah mengkaji penyesuaian tarif bus andalan ibu kota itu dari Rp3.500 menjadi Rp5.000 hingga Rp7.000 per penumpang.
Dua anggota DPRD DKI Jakarta, Nova Harivan Paloh dan Hardiyanto Kenneth, menilai langkah ini masih dalam batas wajar dan bahkan merupakan kebijakan strategis untuk menjaga keberlanjutan transportasi publik Jakarta.
Tarif Tak Naik Selama 20 Tahun
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Nova Harivan Paloh menegaskan, tarif Transjakarta sudah terlalu lama tidak mengalami penyesuaian sejak terakhir naik pada tahun 2005 dari Rp2.000 menjadi Rp3.500.
Padahal, kini jaringan Transjakarta sudah jauh lebih luas, bahkan menjangkau wilayah penyangga seperti Bekasi dan Bogor melalui Transjabodetabek.
“Koridornya sudah bertambah, bahkan sudah sampai dengan Transjabodetabek, dari Bogor ke Jakarta, maupun dari Bekasi ke Jakarta, itu tetap Rp3.500. Ini memang ada beberapa kajian-kajian yang nanti ke depannya kita lihat lagi, bahwa ada idealnya itu memang nanti ada kajian, kalau sewajarnya memang ada kenaikan, kenaikan yang sepantasnya lah gitu ya,” ujar Nova, Kamis (30/1/2025).
Ia menilai, dengan memperhatikan inflasi dan kenaikan harga bahan bakar, tarif Rp5.000 masih tergolong rasional.
“Memang kalau misalnya segitu sih (Rp5000) saya rasa wajar lah ya. Kalau misalnya, kita hitung dari kita naik Transjakarta pun, dari beberapa kilometer pun istilahnya kan tetap statis ya, dengan Rp3.500 kan bahkan dari Bekasi ke Jakarta pun, dari Bogor ke Jakarta pun, tetap Rp3.500 ya. Kalau misalnya dengan Rp5.000, saya rasa masih batas kewajaran sih,” tambahnya.
Baca Juga: Tarif Transjakarta Diusulkan Naik Jadi Rp 5.000, Ini Alasannya
Subsidi Membengkak Hingga Rp6 Triliun
Nova menyoroti tingginya beban subsidi transportasi publik yang ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya.
Ia memaparkan, total subsidi untuk MRT, LRT, dan Transjakarta mencapai sekitar Rp6 triliun per tahun, dengan porsi terbesar dialokasikan untuk Transjakarta.
“Kalau berbicara masalah subsidi, Transjakarta hampir setiap tahun disubsidi Rp4,2 triliun. Nah, supaya beban APBD tidak terlalu berat ke depan, memang perlu dikaji lagi tarifnya,” kata Nova.
Ia menambahkan, kenaikan tarif juga dapat membantu menjaga keseimbangan antara pelayanan publik dan efisiensi keuangan daerah.
“Kalau bensin aja seliternya sekarang sudah berapa? Rp 13 ribu ya kan (bensin). Ini kalau itu Rp 13 ribu kan sampai, kalau kita naik Transjakarta dari koridor 1 gitu kan, sampai muter aja, sampai Bogor deh, tiba-tiba udah berapa liter? Tetap 3.500 kan (tarif),” ujarnya.
Ada 15 Golongan Penumpang Gratis
Nova menegaskan, kenaikan tarif tidak serta-merta memberatkan masyarakat. Ia mengingatkan bahwa Pemprov DKI sudah menetapkan 15 golongan pengguna yang mendapatkan fasilitas gratis Transjakarta, seperti pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas.
“Kalau dinaikkan jadi Rp5.000, itu kan bisa jadi bentuk subsidi silang. Ada 15 golongan yang gratis, jadi kelompok lain yang mampu bisa sedikit berkontribusi,” ujarnya.
Menurutnya, sistem subsidi silang semacam ini akan menciptakan keseimbangan antara keberlanjutan layanan publik dan perlindungan terhadap masyarakat rentan.
Pemprov DKI Dengarkan Aspirasi Publik
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan sebelum memutuskan angka pasti.
“Maka dengan hal-hal seperti itulah saya mengambil keputusan dan saya juga mendengar rata-rata mereka mengusulkan di media saya itu Rp5.000 hingga Rp7.000. Tetapi kami akan memutuskan sesuai kemampuan masyarakat,” ujarnya.
Penyesuaian tarif Transjakarta terakhir kali terjadi 20 tahun lalu. Sejak saat itu, biaya operasional, perawatan armada, hingga harga bahan bakar terus meningkat, sementara tarif tetap stagnan.
Baca Juga: USS Jakarta 2025 Kembali: Bazar Terbesar yang Menghadirkan Brand Lokal Indonesia!
Kenaikan Tarif Dinilai Langkah Strategis
Dukungan juga datang dari anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth, yang menilai rencana kenaikan tarif Transjakarta 2025 merupakan langkah strategis untuk menjaga kualitas dan keberlanjutan sistem transportasi publik di ibu kota.
“Keputusan ini bukan semata soal menaikkan tarif, tetapi tentang memastikan keberlangsungan dan peningkatan kualitas sistem transportasi publik kita,” ujar Kenneth dalam keterangannya, Rabu (28/10/2025).
Menurut Kenneth, saat ini Pemprov DKI masih menanggung beban subsidi yang cukup besar, bahkan mencapai lebih dari Rp9.000 per tiket yang dibayar penumpang.
Jika kondisi ini dibiarkan tanpa evaluasi, ia khawatir kualitas layanan dan ekspansi jaringan akan terganggu.
“Model tarif seperti ini kurang mencerminkan pemulihan biaya yang sehat dalam jangka panjang. Jika subsidi terus dibiarkan tanpa evaluasi, dikhawatirkan akan mengganggu kemampuan pemerintah dalam menjaga kualitas layanan, memperluas jaringan, dan menambah armada baru,” jelas anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu.
Perlu Kenaikan Bertahap dan Transparan
Meski mendukung penuh, Kenneth menilai kebijakan ini harus diterapkan secara bertahap dan diiringi dengan peningkatan mutu layanan.
Ia menekankan pentingnya transparansi Pemprov DKI dalam menyosialisasikan alasan di balik penyesuaian tarif.
“Warga harus tahu bahwa kenaikan ini bukan semata untuk meningkatkan pendapatan, tetapi untuk memperkuat sistem, mulai dari peremajaan armada, termasuk bus listrik, pemeliharaan halte, peningkatan frekuensi layanan, hingga perluasan rute ke wilayah yang belum terjangkau,” kata Kepala BAGUNA DPD PDIP DKI Jakarta itu.
Kenneth juga meminta DPRD DKI Jakarta membuka ruang dialog publik agar masyarakat memahami konteks kebijakan dan tetap terlibat dalam pengawasan pelaksanaannya.
Efisiensi Operasional Jadi Kunci
Lebih lanjut, Kenneth menekankan bahwa kenaikan tarif bukan satu-satunya solusi untuk memperbaiki sistem transportasi.
Pemerintah juga harus mencari efisiensi operasional, seperti digitalisasi tiket, optimasi rute, dan integrasi antarmoda.
“Pemerintah tetap harus mencari efisiensi operasional, seperti digitalisasi tiket, optimasi rute, serta penguatan integrasi antarmoda transportasi. Selain itu, kerja sama dengan pihak swasta juga dari segi non farebox juga penting agar beban tarif tidak terlalu berat bagi pengguna,” ujar Kent.
Usulan Guru Dapat Transportasi Gratis
Dalam kesempatan yang sama, Kenneth mengusulkan agar Pemprov DKI memberikan fasilitas transportasi gratis bagi para guru di Jakarta sebagai bentuk penghargaan atas peran mereka dalam mencerdaskan generasi muda.
“Guru adalah garda depan pendidikan. Saya menilai mereka layak mendapatkan fasilitas transportasi gratis, setidaknya untuk moda publik milik pemerintah seperti Transjakarta,” ujarnya.
Menurutnya, langkah ini akan membantu meringankan beban ekonomi para tenaga pendidik dan sekaligus mendorong peningkatan penggunaan transportasi publik di kalangan aparatur pendidikan.
“Selama ini kita sudah punya program subsidi bagi pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas. Saya kira sudah saatnya para guru juga mendapat perhatian serupa,” tutur Kenneth.
Momentum Transformasi Transportasi Jakarta
Kenneth menegaskan bahwa dukungannya terhadap Gubernur Pramono diberikan dengan harapan adanya peningkatan nyata pada kualitas layanan dan keberpihakan kepada masyarakat kecil.
“Saya berharap kebijakan ini menjadi momentum transformasi menuju sistem transportasi publik yang lebih andal, nyaman, dan adil bagi seluruh warga Jakarta,” pungkas Kenneth.
 
				
 
		 
		