Writer: Raodatul - Selasa, 02 Desember 2025 08:00:00
FYPMedia.id - Ketegangan politik di Israel kembali memuncak setelah pengadilan distrik Tel Aviv memutuskan menunda sidang korupsi Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
Penundaan ini tidak berdiri sendiri; ia terjadi hanya beberapa hari setelah Netanyahu secara resmi mengajukan permohonan pengampunan kepada Presiden Israel, Isaac Herzog.
Langkah ini memicu gelombang protes publik, kemarahan oposisi, serta menciptakan perdebatan nasional mengenai keadilan, etika politik, dan masa depan demokrasi Israel.
Permohonan ampun itu muncul di tengah tiga kasus korupsi besar yang telah membayangi Netanyahu selama bertahun-tahun—kasus yang menjadikannya satu-satunya perdana menteri Israel yang disidang saat masih menjabat.
Upaya hukum, tekanan publik, drama politik, hingga keterlibatan tokoh luar negeri seperti Donald Trump, makin memperbesar sorotan internasional terhadap kisruh ini.
Penundaan Sidang Netanyahu: Apa Yang Terjadi?
Pengadilan distrik Tel Aviv secara resmi menyetujui permintaan Netanyahu untuk menunda persidangan pada Selasa (2/12/2025) waktu setempat.
Berdasarkan laporan KAN dan Anadolu Agency, Netanyahu meminta agar kehadirannya dibatalkan karena alasan “komitmen keamanan” yang tidak dijelaskan lebih lanjut.
Jaksa penuntut tidak menolak permintaan tersebut, sehingga pengadilan mengabulkannya.
Penundaan ini menarik perhatian karena terjadi hanya sehari setelah Netanyahu hadir di persidangannya, untuk pertama kalinya sejak ia mengirimkan permohonan pengampunan kepada Presiden Herzog pada Minggu (30/11/2025).
Saat Netanyahu muncul di pengadilan Tel Aviv pada Senin (1/12), ia disambut demonstran yang mengenakan baju tahanan oranye dan menyerukan agar ia dipenjara.
Salah satu demonstran, Ilana Barzilay, menegaskan bahwa “tidak dapat diterima jika Netanyahu meminta pengampunan tanpa mengaku bersalah atau mengambil tanggung jawab.”
Baca Juga: Iran Dilanda Krisis Air Terburuk 50 Tahun: 7 Fakta Mengejutkan tentang Operasi Penyemaian Awan
Drama Permohonan Pengampunan: Langkah Tanpa Presiden
Surat permohonan pengampunan Netanyahu kepada Herzog menjadi pusat kontroversi nasional.
Dalam surat itu, tim hukum Netanyahu mengatakan bahwa seringnya ia harus menghadiri persidangan menghambat kemampuannya dalam menjalankan tugas sebagai perdana menteri, dan karena itu pengampunan dianggap “baik bagi negara.”
Namun, permintaan ini menuai kritik karena:
Pengampunan biasanya hanya diberikan setelah terdakwa dinyatakan bersalah.
Tidak ada preseden pengampunan di tengah proses persidangan.
Netanyahu tidak mengakui kesalahan dalam suratnya.
Inilah yang membuat banyak pihak melihat langkah Netanyahu sebagai manuver politik untuk menghindari hukuman.
Gegap Gempita Protes Warga: “Jangan Ampuni Netanyahu!”
Beberapa jam setelah permintaan itu dikirimkan, puluhan warga Israel segera berdemo di luar kediaman Presiden Herzog. Mereka membawa poster, bendera, dan slogan anti-Netanyahu.
Di lapangan, suasana panas terasa dari komentar para aktivis, termasuk tokoh oposisi dan anggota parlemen.
Shikma Bressler, aktivis anti-pemerintah yang hadir dalam aksi tersebut, mengatakan: “Dia meminta agar persidangannya dibatalkan sepenuhnya tanpa bertanggung jawab sama sekali, tanpa mengganti rugi atas kehancuran negara ini.”
Ia melanjutkan, “Rakyat Israel memahami apa yang dipertaruhkan, dan ini benar-benar menyangkut masa depan negara kami.”
Tekanan massa ini dianggap sebagai salah satu gelombang protes paling besar sejak masa demonstrasi menolak reformasi peradilan tahun sebelumnya.
3 Kasus Korupsi Yang Membelit Netanyahu
Untuk memahami mengapa drama politik ini begitu besar, berikut ringkasan tiga kasus korupsi yang menjerat Netanyahu:
1. Kasus 1000 (Hadiah Ilegal dari Miliarder)
Netanyahu dan istrinya, Sara, diduga menerima hadiah mewah seperti cerutu, sampanye, dan perhiasan senilai lebih dari US$260.000 (Rp4,3 miliar) dari sejumlah miliarder sebagai imbalan bantuan politik.
2. Kasus 2000 (Deal dengan Penerbit Media)
Netanyahu diduga bernegosiasi dengan Arnon Mozes, bos Yedioth Ahronoth, untuk mendapatkan liputan positif. Sebagai imbalan, Netanyahu disebut menawarkan regulasi yang menguntungkan perusahaan media Mozes.
3. Kasus 4000 (Skandal Bezeq-Walla)
Kasus ini dianggap paling berat. Netanyahu dituduh memberikan sejumlah keuntungan regulasi kepada Shaul Elovitch, mantan pemilik Bezeq dan situs berita Walla—dengan imbalan liputan menguntungkan untuk Netanyahu dan keluarganya.
Netanyahu membantah seluruh tuduhan dan menyebutnya: “Perburuan penyihir yang direkayasa oleh media, polisi, dan badan peradilan.”
Respon Tokoh Politik: Amarah Oposisi Memuncak
Langkah Netanyahu untuk meminta ampun sebelum ada vonis memancing reaksi keras dari lawan politiknya.
Yair Lapid (Pemimpin Oposisi): Ia mengecam keras permintaan Netanyahu dan menegaskan pengampunan tidak boleh diberikan kepada seseorang yang bahkan tidak mengakui kesalahan.
Yair Golan (Mantan Wakil Kepala Militer): Ia menyatakan secara eksplisit bahwa, “Hanya orang bersalah yang mencari pengampunan.” Ia juga menuntut agar Netanyahu mundur total dari dunia politik.
Micah Fettman (Mantan pengacara Netanyahu), menegaskan bahwa secara hukum, “Pengampunan diberikan kepada pelanggar. Itulah yang ditetapkan hukum.” Dengan kata lain, permintaan Netanyahu tidak memenuhi standar legal maupun moral.
Istana Herzog: Masih Meninjau Permohonan
Hingga kini, kantor Presiden Israel belum mengambil keputusan. Dalam pernyataan resmi, pihak Herzog menyebut:
“Ini adalah permintaan luar biasa yang membawa implikasi signifikan. Setelah menerima semua pendapat yang relevan, Presiden akan mempertimbangkan permintaan tersebut secara bertanggung jawab dan tulus.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa isu tersebut dianggap sangat serius dan berpotensi berdampak besar pada stabilitas negara.
Baca Juga: Donald Trump Cabut Aturan Anti Kripto Joe Biden 21 Februari: Era Baru untuk Aset Digital?
Faktor Internasional: Trump Ikut “Campur Tangan”
Drama politik ini semakin menarik perhatian dunia ketika mantan Presiden AS Donald Trump secara terbuka meminta Herzog untuk memberikan pengampunan kepada Netanyahu.
Menurut Trump:
Netanyahu adalah pemimpin kuat yang telah memandu Israel melewati masa perang.
Pengampunan diperlukan agar Israel bisa melangkah menuju “era damai”.
Netanyahu dianggap berjasa terhadap penguatan Abraham Accords, perjanjian normalisasi Israel dengan negara-negara Arab.
Komentar Trump ini memicu perdebatan baru di dalam Israel karena dianggap sebagai tekanan eksternal terhadap proses hukum nasional.
Pandangan Hukum: Apakah Netanyahu Bisa Diampuni?
Secara hukum, pengampunan di Israel biasanya:
Hanya diberikan setelah proses hukum selesai.
Dijalankan kepada terdakwa yang mengakui kesalahan.
Dalam kasus Netanyahu:
Persidangan masih berjalan.
Ia tidak mengaku bersalah.
Tidak ada preseden pengampunan dalam situasi seperti ini.
Artinya, permohonan Netanyahu berada di wilayah abu-abu hukum dan berisiko menciptakan preseden berbahaya.
Kesimpulan
Penundaan sidang korupsi Netanyahu hanyalah babak terbaru dalam kisah panjang drama hukum dan politik yang membelah Israel.
Permohonan pengampunan yang diajukannya memicu kemarahan publik, perdebatan hukum, dan kecaman keras dari oposisi—sementara Presiden Herzog masih menimbang langkah yang harus diambil.
Yang pasti, keputusan akhir terkait nasib Netanyahu akan menjadi salah satu momen paling menentukan dalam sejarah politik Israel modern.
Apakah ia akan diampuni atau tetap menjalani proses hukum? Apakah protes publik akan semakin membesar? Situasi ini menjadi cerminan bagaimana kekuasaan, hukum, dan opini publik saling bertabrakan dalam negara demokrasi yang sedang diuji.