FYPmedia.id – Kabar baik datang untuk dunia jurnalistik dan keterbukaan informasi publik. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat menghapus larangan siaran langsung persidangan dari draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Awalnya, larangan tersebut tercantum dalam Pasal 253 RUU KUHAP, yang dinilai berpotensi membatasi akses masyarakat terhadap jalannya proses hukum secara terbuka.
Respons Positif dari Masyarakat Sipil
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengatakan bahwa penghapusan pasal tersebut merupakan hasil dari dengar pendapat publik dan masukan dari masyarakat sipil, termasuk dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
“Kami mendengar dengan serius aspirasi masyarakat, terutama dari teman-teman jurnalis. Kebebasan pers dan transparansi hukum adalah bagian penting dari demokrasi,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Jumat (11/7/2025).
Kenapa Larangan Ini Dikritik?
Pasal 253 sempat menuai kritik karena berpotensi membatasi hak publik untuk mengetahui proses hukum secara langsung, apalagi dalam perkara penting atau yang menyita perhatian publik.
Banyak pihak menilai, siaran langsung sidang adalah salah satu bentuk kontrol publik terhadap sistem peradilan. Jika dibatasi, publik bisa kehilangan kepercayaan atas proses hukum yang dijalankan.
Transparansi Hukum Dijaga, Tapi Tetap Ada Batasan Etika
Meski larangan siaran langsung dihapus, aturan teknis siaran tetap akan diatur lebih lanjut, demi menjaga etika persidangan. Misalnya, dalam kasus yang menyangkut anak atau korban kekerasan seksual, prosesnya tetap perlu dilindungi secara khusus.
Dengan penghapusan pasal ini, Indonesia tetap menempatkan transparansi dan hak atas informasi publik sebagai prioritas, tanpa mengesampingkan perlindungan terhadap pihak rentan.
Momentum untuk Jurnalis & Media
Keputusan ini disambut baik oleh berbagai organisasi pers dan aktivis keterbukaan informasi. Bagi jurnalis, ini menjadi pengakuan penting atas peran media dalam menjaga check and balance terhadap kekuasaan hukum.
Dengan begitu, persidangan perkara besar seperti korupsi, pelanggaran HAM, hingga kasus kriminal yang melibatkan pejabat publik akan tetap bisa disaksikan masyarakat luas. (ryd)