FYP Media.ID – Jelang Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, publik dihebohkan oleh fenomena unik: pengibaran bendera bajak laut One Piece di sejumlah daerah, terutama oleh komunitas sopir truk dan penggemar anime.
Munculnya bendera dengan simbol Jolly Roger—tengkorak dan tulang bersilang khas bajak laut dalam serial One Piece—menyulut perdebatan nasional. Sebagian menyebut aksi ini sebagai bentuk perlawanan diam-diam terhadap pemerintah, bahkan ada yang mengaitkannya dengan unsur makar.
Namun, menurut Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, pengibaran bendera One Piece bukanlah tindakan makar, melainkan bentuk ekspresi sosial dan kebebasan sipil yang dijamin oleh konstitusi.
“Terlalu berlebih-lebihan kalau menganggap bendera One Piece sebagai tindakan makar. Mereka hanya berekspresi dengan caranya,” tegas Andreas kepada media, Selasa (5/8/2025).
Ekspresi Sosial atau Simbol Perlawanan?
Andreas menjelaskan bahwa fenomena ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Ia menilai, pengibaran bendera bajak laut tersebut merupakan sinyal kegelisahan masyarakat terhadap kondisi sosial-politik saat ini.
“Ini adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai bentuk kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kegelisahan,” kata Andreas.
Ia menekankan bahwa tindakan ini tidak melanggar hukum, tidak menghina simbol negara, dan tidak pula mengarah pada provokasi. Justru, menurutnya, ini adalah momen reflektif bagi pemerintah.
“Seharusnya ini menjadi bahan introspeksi bagi Pemerintah, bahwa ada persoalan serius yang membuat masyarakat menyampaikan protes dalam ‘diam’, dalam bentuk sosial kultur,” tambahnya.
Simbol One Piece: Bukan Sekadar Bajak Laut
Bagi komunitas penggemar anime, bendera Jolly Roger bukan sekadar simbol bajak laut fiksi. Dalam cerita One Piece karya Eiichiro Oda, Jolly Roger adalah simbol kekuatan, kebebasan, solidaritas, dan perjuangan melawan penindasan.
Bendera bajak laut Topi Jerami milik Monkey D. Luffy, tokoh utama serial ini, melambangkan impian besar dan keteguhan hati dalam menghadapi ketidakadilan. Tidak heran jika banyak anak muda dan komunitas jalanan merasa terwakili oleh semangat ini.
Fenomena di Jalanan: Kombinasi Bendera Merah Putih dan Jolly Roger
Fenomena pengibaran bendera One Piece kerap ditemukan di belakang truk-truk besar, warung pinggir jalan, bahkan di beberapa komunitas pemuda desa. Yang menarik, bendera Jolly Roger sering dikibarkan tepat di bawah bendera Merah Putih.
Hal ini menandakan bahwa tidak ada niat menggantikan simbol negara, tetapi lebih kepada ekspresi alternatif yang berjalan berdampingan dengan nasionalisme.
“Mereka tetap menghormati Merah Putih. Tapi di bawahnya ada simbol solidaritas dan kebebasan yang mereka yakini,” ujar pengamat budaya pop, Rendy Nugraha.
Respon DPR: Jangan Gunakan Pendekatan Represif
Sebagai anggota Komisi HAM DPR, Andreas Pareira mengingatkan agar aparat pemerintah tidak merespons fenomena ini dengan pendekatan represif.
“Mereka tidak menghina simbol negara. Mereka berekspresi. Seharusnya pendekatannya humanis dan penuh persuasi, bukan represi,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya ruang dialog antara pemerintah dan rakyat, terutama generasi muda yang menggunakan simbol budaya pop sebagai medium penyampaian pesan.
Bendera One Piece: Simbol Zaman dan Perubahan Sosial
Bendera Jolly Roger dalam dunia One Piece memang memiliki konotasi kuat terhadap perlawanan terhadap ketidakadilan dan otoritas sewenang-wenang.
Menurut situs Fandom One Piece, setiap bajak laut dalam serial ini menggunakan versi Jolly Roger yang mencerminkan identitas kapten dan nilai kru mereka. Misalnya:
-
Topi Jerami: Tengkorak dengan topi jerami — lambang Luffy dan semangat meraih impian.
-
Shirohige (Whitebeard): Tengkorak dengan kumis melengkung — melambangkan kekuatan, kehormatan, dan pengorbanan.
Di mata fans, pengibaran bendera ini adalah pesan simbolik, bahwa mereka mendambakan keadilan, kebebasan, dan kehidupan yang lebih baik.
Pakar Komunikasi: Ekspresi Pop Culture Harus Dipahami Konteksnya
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Dr. Firdaus Ali, menyebut fenomena ini sebagai bagian dari “pop culture expression” yang makin marak di era digital.
“Kita hidup di era simbol. Simbol One Piece bukan sekadar bajak laut, tapi nilai-nilai perjuangan dari bawah,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa respons negara terhadap simbol seperti ini seharusnya lebih bijak dan proporsional, agar tidak memicu reaksi balik dari generasi muda yang merasa suaranya tak didengar.
Tetap Utamakan Merah Putih
Meski membela hak berekspresi, Andreas Pareira tetap menekankan bahwa bendera Merah Putih adalah simbol utama kemerdekaan dan nasionalisme Indonesia.
“Untuk menghormati peringatan proklamasi, yang kita utamakan adalah Merah Putih,” ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mengganti atau menurunkan bendera negara dalam momen peringatan 17 Agustus, namun tetap membuka ruang untuk ekspresi budaya kreatif selama tidak menyalahi hukum.
Kesimpulan: Antara Aspirasi dan Nasionalisme
Fenomena pengibaran bendera One Piece menjelang HUT ke-80 RI bukan sekadar tren atau keisengan. Ia merepresentasikan suara-suara bawah tanah, kegelisahan sosial, dan aspirasi kebebasan dalam bentuk simbolik yang diserap dari budaya populer.
DPR melalui Andreas Pareira memberikan pandangan yang seimbang, bahwa ekspresi semacam ini tidak layak dianggap makar atau provokasi, tetapi perlu dimaknai sebagai refleksi sosial dan budaya yang tumbuh di tengah masyarakat modern.
Selama tetap menjunjung bendera Merah Putih sebagai simbol negara, ruang berekspresi seharusnya dibiarkan tumbuh sebagai bagian dari demokrasi yang sehat.