Writer: Astriyani Sijabat - Senin, 08 Desember 2025 04:48:00
FYP Media - Presiden Prabowo Subianto menunjukkan ketegasannya dalam rapat terbatas penanganan banjir Sumatra yang digelar di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu (7/12/2025). Di tengah apresiasinya terhadap para kepala daerah yang turun langsung membantu warganya, Prabowo melontarkan kritik keras terhadap seorang bupati yang diduga kabur saat wilayahnya diterjang banjir dan longsor.
Pernyataan Presiden itu sontak menjadi sorotan publik. Pasalnya, di tengah penderitaan warga yang masih terjebak banjir berhari-hari, beredar foto seorang bupati di Aceh yang justru menunaikan ibadah umrah, memicu kecaman dan kemarahan masyarakat.
Berikut rangkuman lengkap 5 poin penting yang membuat pernyataan Prabowo menjadi viral dan berpotensi mengubah mekanisme penindakan kepada kepala daerah yang mangkir dari tanggung jawabnya.
1. Prabowo Apresiasi Bupati yang Turun Langsung, Tapi Murka pada yang Kabur
Dalam rapat tersebut, Presiden Prabowo memuji para bupati di Sumatra yang bekerja siang malam menangani banjir dan longsor yang menerjang berbagai wilayah.
“Terima kasih para bupati, kalian yang terus berjuang untuk rakyat. Memang kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” ujar Prabowo dengan nada bangga.
Namun, suasana rapat menjadi tegang ketika Prabowo secara tiba-tiba menyinggung adanya seorang bupati yang lari dari masalah saat rakyatnya membutuhkan kepemimpinan di masa krisis.
Tanpa menyebutkan nama, Prabowo tegas memerintahkan Mendagri Tito Karnavian agar mencopot jabatan bupati yang kabur tersebut.
“Kalau yang mau lari, lari aja, copot itu. Mendagri bisa ya diproses. Bisa?” tegasnya.
Ungkapan ini langsung viral karena menunjukkan keberpihakan Prabowo kepada rakyat serta ketidaktoleransi terhadap pemimpin yang abai dalam kondisi darurat.
2. Prabowo Singgung Istilah Desersi: “Dalam Bahaya Meninggalkan Anak Buah Itu Tidak Bisa!”
Presiden Prabowo mengibaratkan tindakan bupati kabur sebagai bentuk desersi, istilah dalam dunia militer yang berarti melarikan diri dari tugas saat masa kritis.
“Kalau tentara namanya desersi, dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, waduh tidak bisa itu,” katanya.
Pernyataan ini menunjukkan betapa seriusnya Prabowo menilai tindakan tersebut. Dalam logika kepemimpinan, khususnya saat bencana, seorang pemimpin wajib berdiri di garis depan, bukan sebaliknya.
Penggunaan istilah militer ini sukses menjadi power statement yang langsung menyebar di media sosial dan pemberitaan nasional.
3. Kasus Bupati Aceh Selatan: Viral Foto Umrah Saat 11 Kecamatan Kebanjiran
Pernyataan Prabowo diduga kuat merujuk pada kasus Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang fotonya mendadak viral saat dirinya terlihat sedang menjalankan ibadah umrah.
Di saat yang sama, daerahnya dihantam banjir dan longsor di 11 kecamatan, membuat ribuan warga mengungsi dan menunggu pertolongan.
Tidak hanya itu, Mirwan diketahui telah menandatangani Surat Pernyataan Ketidaksanggupan menangani bencana. Artinya, ia menyerahkan sepenuhnya penanganan ke Pemprov Aceh.
Tindakan ini makin memicu amarah publik karena dinilai menunjukkan ketidaksiapan dan ketidaksigapan sebagai seorang kepala daerah.
4. Kemendagri Turun Tangan: Tim Pemeriksa Sudah di Aceh
Kementerian Dalam Negeri langsung merespons cepat. Tim Inspektorat Jenderal Kemendagri sudah berada di Banda Aceh sejak Sabtu (6/12/2025) untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap jajaran Setda Aceh Selatan.
“Kemarin tim pemeriksa sudah berada di Banda Aceh dan melakukan pemeriksaan awal,” kata Benni dari Kemendagri.
Mendagri Tito Karnavian juga telah memerintahkan Bupati Aceh Selatan untuk segera pulang. Saat ini, Mirwan dilaporkan sedang transit di Kuala Lumpur sebelum kembali ke Banda Aceh.
Begitu tiba di tanah air, Mirwan akan langsung diperiksa sebelum kembali ke Aceh Selatan. Jika pemeriksaan menunjukkan pelanggaran serius, bukan tidak mungkin tindakan tegas seperti pencopotan jabatan akan dilakukan sesuai instruksi Presiden.
5. Gubernur Aceh Ikut Marah: “Pemimpin Tidak Boleh Lari!”
Tidak hanya Prabowo, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) juga mengekspresikan kekecewaan dan kemarahannya terhadap kepala daerah yang tidak berada di tempat saat bencana terjadi.
“Kepala daerah dipilih rakyat untuk bekerja dalam kondisi tersulit sekalipun, bukan untuk mengeluh. Rakyat butuh pemimpin yang berdiri di barisan terdepan, bukan yang lari dari tanggung jawab,” tegas Mualem.
Ia bahkan menyebut banjir kali ini sebagai “tsunami jilid kedua”, menandakan betapa hebatnya dampak bencana di Aceh.
Menurut Mualem, air tidak surut selama lebih dari lima hari, membuat penderitaan warga mencapai titik ekstrem. Ia mengecam keras pemimpin yang memilih pergi saat rakyatnya masih terjebak dalam krisis.
Kesimpulan: Ketegasan Prabowo Jadi Pesan Keras untuk Semua Kepala Daerah
Pernyataan Presiden Prabowo yang memerintahkan pencopotan bupati kabur menjadi sinyal kuat bahwa pemerintahan pusat tidak main-main dalam menegakkan disiplin kepemimpinan saat bencana.
Beberapa poin yang menjadi sorotan:
✔ Pemimpin wajib hadir, bukan absen
✔ Tidak ada toleransi untuk perilaku kabur
✔ Pemerintah pusat siap turun tangan langsung
✔ Rakyat adalah prioritas utama
✔ Bencana adalah ujian kepemimpinan sejati
Kasus Aceh Selatan menjadi contoh nyata bahwa ketidakhadiran pemimpin di saat krisis bukan hanya kelalaian, tetapi pengkhianatan terhadap amanah rakyat.