Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut Setelah 20 Tahun, Walhi: Ancaman Bagi Kedaulatan dan Lingkungan

pasir laut

 

 

FYPMEDIA.ID-Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi telah membuka kembali ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun, kebijakan yang mendapat kritik keras dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Walhi, Parid Ridwanuddin, menyebutkan bahwa langkah ini berisiko menjual kedaulatan Indonesia kepada negara lain.

Dampak Buruk Penambangan Pasir Laut Untuk Ekspor terhadap Kedaulatan

Menurut Parid, penambangan pasir laut akan membuat daratan Indonesia semakin menyusut, sementara negara lain, terutama Singapura, yang menerima pasir tersebut akan terus memperluas wilayahnya. “Kerugian yang kita alami selain hilangnya pulau-pulau, daratan kita semakin kecil, sementara negara tetangga semakin besar,” ujar Parid pada Minggu, 15 September 2024. Parid juga menambahkan bahwa ekspor pasir laut ini bisa diartikan sebagai bentuk ‘penjualan’ kedaulatan Indonesia, yang bisa berdampak negatif bagi stabilitas dan keamanan negara.

Selain itu, regulasi hukum terkait tambang pasir laut dinilai masih belum jelas. Pemerintah, menurut Parid, hanya memilih aturan yang sesuai dengan keinginannya untuk membuka ekspor pasir laut, seperti mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan.

Kerugian Lingkungan yang Lebih Besar dari Keuntungan Ekonomi

Tidak hanya soal kedaulatan, Parid juga menekankan bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir laut sangat besar. Walhi memperkirakan bahwa kerugian lingkungan yang dihasilkan lima kali lipat lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari ekspor pasir laut. “Kami di Walhi sudah menghitung kerugiannya bisa lima kali lebih besar dibandingkan keuntungan yang didapatkan dari ekspor,” tambah Parid.

Dia juga mengkritik pemerintah karena hanya fokus pada keuntungan jangka pendek dan memberikan kemudahan bagi perusahaan besar tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat.

Tanggapan Pemerintah: Fokus pada Pemanfaatan Sedimentasi

Sementara itu, juru bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, membantah bahwa kebijakan ini didorong oleh desakan pengusaha. Ia menegaskan bahwa tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memanfaatkan sedimentasi di laut untuk kebutuhan reklamasi dan pembangunan infrastruktur. “Ini murni untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, terutama di sekitar wilayah pantai,” katanya.

Menurut Wahyu, semua langkah reklamasi sudah melalui kajian mendalam oleh para ahli oseanografi dan lingkungan lintas kementerian, dengan persyaratan ketat dan uji tuntas yang harus dipenuhi. Proses pengkajian untuk kebijakan ini telah berlangsung selama dua tahun sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang menjadi dasar pembukaan izin ekspor pasir laut.

Peraturan ini diikuti dengan revisi dua Peraturan Menteri Perdagangan yang membuka jalan bagi ekspor pasir laut, yakni Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024, yang mengatur kebijakan dan larangan ekspor barang.