7 Fakta Mengejutkan Soal Mi Instan: Kasus Pestisida hingga Risiko Kesehatan

mi instan
Sumber Foto: Alodokter

FYPMedia.id – Fenomena mi instan di Indonesia selalu jadi sorotan publik. Dari dapur kos mahasiswa, pekerja kantoran, hingga rumah tangga, mi instan sudah seperti “penyelamat” ketika lapar melanda. 

Namun, belakangan, isu keamanan pangan kembali mencuat. Taiwan baru saja menarik salah satu varian mi instan asal Indonesia karena diduga mengandung residu pestisida berlebih.

Kasus ini bukan kali pertama. Pertanyaan pun muncul: apakah mi instan Indonesia benar-benar aman? Dan apa saja risiko kesehatan bila dikonsumsi terlalu sering? 

Berikut rangkuman FYP Media yang sudah dipadukan dari keterangan resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI serta temuan ahli kesehatan.

1. Mi Instan Indonesia Ditolak Taiwan karena Diduga Mengandung EtO

Otoritas pangan Taiwan, Food and Drug Administration (FDA), melaporkan adanya temuan residu etilen oksida (EtO) pada varian Indomie Soto Banjar Limau Kuit dengan tanggal kadaluarsa 19 Maret 2026. Kandungan EtO ini dianggap melampaui ambang batas aman berdasarkan regulasi Taiwan.

Sebagai langkah cepat, Taiwan menarik seluruh produk tersebut dari pasaran dan meminta masyarakat tidak mengonsumsinya. Bahkan, mereka juga mengawasi distribusi lintas negara, termasuk penjualan online, untuk mencegah produk tetap beredar.

Pernyataan resmi Centre for Food Safety (CFS) Taiwan menegaskan:
“Pembelian produk melalui platform daring atau perjalanan internasional tidak dapat dikecualikan. Konsumen harus membuang produk dan tidak mengonsumsinya.”

Baca Juga: Bahaya Makan Mie Instan Setiap Hari

2. BPOM RI Pastikan Produk di Indonesia Aman

Isu ini tentu memicu kepanikan masyarakat dalam negeri. Namun, BPOM RI langsung buka suara. Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa produk yang ditarik Taiwan bukanlah ekspor resmi dari produsen.

“Produk tersebut bukan merupakan ekspor secara resmi dari produsen ke Taiwan. Ekspor diduga dilakukan oleh trader, bukan importir resmi, dan tanpa sepengetahuan produsen,” jelas BPOM.

Lebih lanjut, BPOM menegaskan bahwa produk Indomie varian yang sama di Indonesia aman dikonsumsi. Semua produk yang beredar di dalam negeri sudah memiliki izin edar BPOM dan memenuhi standar keamanan pangan nasional.

3. Apa Itu Etilen Oksida (EtO)?

EtO adalah zat kimia berbentuk gas tak berwarna dengan bau manis. Di industri pangan, EtO kerap digunakan untuk fumigasi, sterilisasi, dan pengawetan. Namun, paparan jangka panjang EtO bisa berbahaya.

Menurut Cancer.gov, risiko kesehatan dari paparan EtO meliputi:

  • Kanker darah seperti limfoma dan leukemia
  • Kanker lambung dan kanker payudara
  • Gangguan kesuburan dan efek genotoksik pada sel tubuh

Perlu dicatat, standar ambang batas EtO berbeda-beda antar negara. Taiwan menerapkan aturan “nol toleransi”, artinya kadar EtO tidak boleh terdeteksi sama sekali. 

Sementara Indonesia, Amerika, dan Uni Eropa memiliki standar berbeda, dengan pemisahan analisis EtO dan turunannya, 2-kloroetanol (2-CE).

4. Bukan Kasus Pertama, Mi Instan Sering Jadi Sorotan

Kasus dugaan cemaran EtO bukanlah hal baru. Pada 2022, mi instan Mie Sedaap juga pernah ditarik dari pasaran di beberapa negara seperti Hong Kong, Singapura, dan Malaysia karena isu serupa.

BPOM Indonesia sebelumnya juga pernah menguji Indomie Rasa Ayam Spesial yang dilaporkan mengandung EtO. 

Hasilnya, kadar yang terdeteksi hanya 0,34 ppm, jauh di bawah batas aman Indonesia (85 ppm). Artinya, di pasar domestik, produk tersebut masih layak konsumsi.

Baca Juga: 7 Fakta Medis tentang Ketindihan: Bukan Mistis, Begini Cara Mengatasinya

5. Bahaya Mi Instan Bila Dikonsumsi Berlebihan

Selain isu pestisida, mi instan juga punya sisi lain yang perlu diwaspadai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi mi instan terlalu sering bisa memicu masalah kesehatan serius, antara lain:

  • Kekurangan nutrisi: kandungan protein, vitamin, dan mineralnya sangat minim.
  • Gangguan pencernaan: mi instan tergolong sulit dicerna sehingga bisa memberatkan sistem cerna.
  • Tekanan darah tinggi: satu bungkus mi instan mengandung rata-rata 890 mg natrium, hampir setengah dari batas harian yang disarankan.
  • Penyakit jantung: kandungan MSG dan natrium tinggi dapat memicu hipertensi serta gangguan kardiovaskular.
  • Gangguan ginjal: asupan garam berlebih membebani kerja ginjal, memicu pembengkakan dan retensi cairan.
  • Risiko kanker: mi instan termasuk makanan ultra-proses yang kaya pengawet dan perisa buatan. Konsumsi rutin dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara, ovarium, hingga usus.

6. Tips Mengonsumsi Mi Instan agar Lebih Aman

Apakah berarti kita harus berhenti total makan mi instan? Tidak juga. Mi instan tetap bisa dikonsumsi sesekali, asal dengan cara yang lebih sehat. Berikut tips dari ahli gizi:

  • Tambahkan sayur, telur, jamur, atau ayam agar lebih bernutrisi.
  • Gunakan hanya setengah bumbu untuk mengurangi garam dan MSG.
  • Bila memungkinkan, ganti kuah instan dengan kaldu buatan sendiri.
  • Jangan jadikan mi instan sebagai makanan pokok, cukup konsumsi sesekali.

Selain itu, imbangi dengan pola hidup sehat: olahraga teratur, tidur cukup, dan konsumsi makanan bergizi.

7. Kapan Harus Waspada?

Ketindihan isu mi instan sering bikin publik khawatir berlebihan. Padahal, sebagian besar produk yang beredar resmi di Indonesia sudah melewati uji standar ketat.

Namun, Anda perlu segera konsultasi ke dokter bila setelah mengonsumsi mi instan mengalami:

  • Sakit perut berulang
  • Nyeri dada atau jantung berdebar
  • Tekanan darah sulit dikontrol
  • Kelelahan kronis atau gejala lain yang mencurigakan

Kasus dugaan pestisida pada mi instan Indonesia di Taiwan memang membuat publik cemas. Tapi, BPOM sudah memastikan produk resmi yang beredar di Indonesia aman. Meski begitu, masyarakat tetap harus bijak.

Mi instan sebaiknya bukan makanan harian, melainkan pilihan sesekali. Kelezatan mi instan memang sulit ditolak, tapi kesehatan tubuh jauh lebih berharga. 

Dengan mengolah mi instan lebih sehat dan menjaga pola makan seimbang, kita tetap bisa menikmati tanpa dihantui rasa takut.