20 WNI Kabur dari Sarang Scam di Myanmar, KBRI Bergerak Cepat Evakuasi ke Thailand

scam
Ilustrasi orang yang Melakukan Scam/Sumber Foto: Freepik

FYPMedia.id  — Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) berhasil melarikan diri dari sarang kejahatan siber dan judi online di kawasan Myawaddy, Myanmar, dan kini berada dalam pengawasan otoritas Thailand. 

Peristiwa ini menjadi sorotan publik karena menyoroti kembali maraknya eksploitasi tenaga kerja Indonesia dalam jaringan scam internasional.

Aksi Kabur Massal dari Kompleks Scam Internasional

Menurut keterangan resmi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, peristiwa tersebut terjadi pada Rabu pagi (22/10/2025) di KK Park, sebuah kompleks di Kayin State, perbatasan Myanmar–Thailand.

Kompleks ini dikenal sebagai pusat operasi scam online dan perjudian digital ilegal yang dikelola oleh kelompok bersenjata Border Guard Force (BGF).

“KBRI Yangon terus memantau dengan cermat perkembangan situasi di kawasan KK Park, Myawaddy, menyusul laporan adanya lebih dari 300 warga negara asing, termasuk sekitar 75 warga negara Indonesia, yang melarikan diri dari kompleks tersebut,” tulis KBRI dalam pernyataan resmi, dikutip dari Detik.com Kamis (23/10/2025).

Berdasarkan laporan media lokal dan sumber lapangan, pelarian massal itu dipicu oleh rencana penggerebekan oleh militer Myanmar (Tatmadaw). 

Aksi itu memicu kepanikan di kalangan para pekerja asing yang selama ini dipaksa bekerja di bawah ancaman dan pengawasan ketat oleh operator kejahatan siber.

Perjuangan WNI Melintasi Batas Negara

KBRI Yangon mengungkapkan bahwa kondisi para WNI bervariasi. Sebagian masih terjebak di dalam kompleks KK Park, sementara lainnya berhasil keluar menuju wilayah sekitar Myawaddy–Shwe Kokko untuk mencari tempat aman.

“Informasi dari salah satu WNI di lokasi menyebutkan bahwa situasi di lapangan sangat kacau. Banyak yang mencoba kabur lewat hutan atau sungai dengan risiko tinggi demi menyelamatkan diri,” ungkap salah satu sumber diplomatik di Yangon.

Hingga Kamis malam, KBRI Bangkok melaporkan bahwa otoritas Thailand menemukan sekitar 20 WNI yang berhasil menyeberangi Sungai Moei, jalur alami yang memisahkan Myanmar dan Thailand. 

Mereka kini berada di Mae Sot, Thailand, untuk proses verifikasi identitas dan pemeriksaan kesehatan.

“Data identitas dan kondisi mereka sedang diverifikasi bersama otoritas terkait di Mae Sot,” tulis KBRI Yangon dalam pernyataannya.

Baca Juga: Iran Resmi Batalkan Kesepakatan Nuklir dengan IAEA, Akhiri Resolusi PBB 2231

Koordinasi Diplomatik dan Upaya Evakuasi

Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon dan KBRI Bangkok kini tengah melakukan koordinasi intensif dengan otoritas Thailand dan Myanmar untuk memastikan keamanan dan kepastian hukum bagi seluruh WNI.

“KBRI Yangon terus melakukan koordinasi erat dengan KBRI Bangkok serta berkomunikasi dengan otoritas setempat di Myanmar, termasuk melalui jaringan kontak lokal dan lembaga kemanusiaan di wilayah Kayin State, untuk memastikan keselamatan seluruh WNI dan mengupayakan jalur kemanusiaan yang aman bagi proses evakuasi,” tulis pernyataan tersebut.

Langkah diplomatik ini juga melibatkan kerja sama dengan organisasi kemanusiaan internasional di sepanjang perbatasan Thailand–Myanmar untuk menyediakan tempat perlindungan sementara, makanan, dan bantuan medis bagi para korban.

Myawaddy dan Shwe Kokko: Sarang Baru Kejahatan Siber Asia

Kawasan Myawaddy dan Shwe Kokko selama beberapa tahun terakhir dikenal sebagai zona merah perdagangan manusia dan kejahatan siber di Asia Tenggara. 

Berbagai laporan menyebutkan bahwa ribuan orang dari berbagai negara, termasuk Indonesia, terjebak dalam penipuan lowongan kerja palsu dan akhirnya dipaksa bekerja di pusat operasi scam online.

Kompleks-kompleks seperti KK Park umumnya dikuasai oleh kelompok bersenjata lokal yang bekerja sama dengan sindikat kriminal lintas negara. 

Mereka menjalankan operasi scam berbasis kripto, judi online, hingga penipuan investasi digital dengan target korban dari berbagai negara.

“Situasi di Myawaddy bukan hanya soal kejahatan ekonomi digital, tetapi sudah menyentuh isu kemanusiaan serius,” ujar seorang analis keamanan regional kepada media. “Ratusan orang diperlakukan seperti budak digital, tanpa hak dan tanpa kebebasan.”

Pemerintah Indonesia Serukan Kewaspadaan WNI

Menanggapi kasus ini, KBRI Yangon kembali mengingatkan masyarakat Indonesia agar tidak mudah tergiur tawaran kerja di luar negeri yang tidak resmi atau tidak memiliki izin.

“KBRI menghimbau kepada seluruh WNI agar tidak mudah tergiur tawaran kerja di luar negeri yang tidak resmi dan tidak mendatangi wilayah konflik atau kawasan rawan kejahatan siber dan perdagangan manusia seperti Myawaddy dan Shwe Kokko,” tegas KBRI.

Pemerintah menegaskan komitmennya untuk mengawal proses perlindungan, penyelamatan, dan pemulangan seluruh WNI yang masih berada di kawasan berisiko tinggi tersebut.

Baca Juga: Ketegangan Memuncak: Serangan AS ke Kapal Kolombia & Pernyataan Trump Picu Krisis Diplomatik

Langkah Pemerintah dan Tantangan ke Depan

Kementerian Luar Negeri RI disebut telah membentuk tim khusus lintas kedutaan untuk menangani kasus perdagangan manusia dan scam online lintas negara. 

Fokus utama tim ini adalah pemulangan aman dan pendampingan hukum bagi korban.

Selain itu, Indonesia juga berencana mendorong kerja sama regional melalui ASEAN untuk memperkuat penegakan hukum terhadap sindikat kriminal di perbatasan Myanmar–Thailand.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat mencegah terulangnya tragedi serupa, mengingat ratusan WNI masih dilaporkan terjebak di kawasan tersebut hingga kini.

Pelajaran Berharga dari Kasus KK Park

Kasus pelarian massal dari KK Park menunjukkan betapa kompleks dan berbahayanya jaringan kejahatan siber lintas negara. 

Banyak korban awalnya percaya dengan tawaran kerja bergaji tinggi di bidang teknologi atau customer service luar negeri, namun setibanya di lokasi, paspor mereka disita dan mereka dipaksa bekerja dalam operasi scam.

Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi calon pekerja migran Indonesia untuk selalu memverifikasi keabsahan penawaran kerja, terutama yang dilakukan melalui media sosial atau agen tidak resmi.