Writer: Raodatul - Senin, 22 Desember 2025 13:53:58
FYPMedia.id – Belakangan ini, jagat media sosial dihebohkan oleh sebuah insiden yang memicu perdebatan panas di kalangan netizen. Sebuah toko roti viral setelah dilaporkan menolak pembayaran tunai (cash) dari seorang pelanggan lansia.
Toko tersebut bersikeras hanya menerima transaksi nontunai atau cashless. Fenomena ini memicu pertanyaan krusial di tengah masyarakat: Bolehkah pelaku usaha menolak uang rupiah tunai?
Jawabannya adalah tidak. Tindakan menolak pembayaran tunai di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan sekadar masalah etika pelayanan, melainkan sebuah pelanggaran hukum serius yang diancam dengan hukuman penjara dan denda ratusan juta rupiah.
Jerat Hukum Menolak Rupiah: Denda Rp 200 Juta Menanti
Banyak pelaku usaha di kota-kota besar mulai beralih sepenuhnya ke sistem digital demi efisiensi. Namun, kebijakan sepihak yang mengharuskan konsumen menggunakan metode cashless berpotensi menabrak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UU tersebut, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang keras menolak untuk menerima Rupiah yang diserahkan sebagai alat pembayaran yang sah.
Satu-satunya alasan yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk menolak uang tunai adalah jika terdapat keraguan atas keaslian fisik uang tersebut.
Sanksi bagi mereka yang melanggar aturan ini sangat mengerikan. Dalam Pasal 33 ayat (1), dijelaskan mengenai konsekuensi pidana bagi siapa pun yang tidak menggunakan Rupiah dalam transaksi di wilayah NKRI:
"Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta," tulis aturan tersebut, dikutip dari detikcom, Senin (22/12/2025).
Baca Juga: Panduan Paspor RI: Syarat Wajib & Daftar Negara Bebas Visa Terbaru
Pandangan Bank Indonesia: Digitalisasi Bukan Berarti Diskriminasi
Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter memang gencar mengampanyekan sistem pembayaran nontunai karena dinilai lebih cepat, murah, aman, dan handal.
Namun, BI menegaskan bahwa digitalisasi tidak boleh membunuh eksistensi uang tunai sebagai alat bayar yang sah.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menekankan bahwa instrumen pembayaran harus didasarkan pada kesepakatan dan kenyamanan kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan untuk menolak tunai.
"Penggunaan rupiah untuk alat transaksi sistem pembayaran dapat menggunakan instrumen pembayaran tunai atau non tunai sesuai kenyamanan dan kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi," ujar Denny.
Lebih lanjut, Denny menjelaskan bahwa pembayaran tunai masih menjadi instrumen vital bagi ekonomi Indonesia mengingat kondisi demografi yang beragam. Tidak semua warga negara memiliki akses ke teknologi smartphone atau layanan perbankan digital.
"(Dikarenakan) keragaman demografi dan tantangan geografis, serta teknologi Indonesia," ucap Denny menambahkan alasan mengapa uang tunai tetap wajib diterima.
Menolak Uang Tunai: Perbuatan Melawan Hukum (PMH)?
Secara hukum, menolak uang tunai dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam aspek pidana. Hal ini dikarenakan tindakan tersebut secara eksplisit dilarang dan diancam sanksi oleh undang-undang (wederrechtelijk formil).
Dalam konteks hukum perdata, menolak pembayaran tunai juga bisa dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata tentang PMH. Suatu tindakan disebut melawan hukum secara perdata jika memenuhi unsur:
- Adanya perbuatan yang melanggar hak orang lain.
- Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
- Adanya kesalahan (kesengajaan atau kelalaian).
- Timbulnya kerugian pada pihak lain.
Baca Juga: BI Pertahankan Suku Bunga 4,75 Persen, Fokus Jaga Rupiah dan Stabilitas Ekonomi
Meskipun dalam praktik perdata pembuktian kerugian materiil akibat penolakan uang tunai mungkin cukup kompleks, tindakan pelaku usaha tetap dianggap tidak dapat dibenarkan.
Kehadiran sistem QRIS, kartu kredit, atau debit sejatinya diciptakan untuk menambah pilihan (option), bukan untuk mengeliminasi hak masyarakat dalam menggunakan uang fisik.
Peringatan Bagi Pelaku Usaha: Hormati Konsumen Anda
Pelaku usaha, baik toko ritel, restoran, hingga supermarket, harus memahami bahwa setiap lembar rupiah yang sah memiliki kekuatan hukum untuk melunasi utang atau transaksi.
Menolak nenek atau masyarakat yang tidak memiliki dompet digital adalah bentuk diskriminasi ekonomi yang memiliki konsekuensi hukum nyata.
Poin Penting untuk Diingat:
- Wajib Terima Tunai: Selama uang tersebut asli, Anda tidak boleh menolaknya.
- Hak Konsumen: Konsumen berhak memilih metode pembayaran yang paling nyaman bagi mereka.
- Risiko Pidana: Ancaman 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta bukan sekadar gertakan sambal.
Sistem cashless memang modern dan canggih, namun kepatuhan terhadap hukum negara adalah mutlak. Jangan sampai ambisi untuk tampil serba digital justru menyeret bisnis Anda ke meja hijau.