Writer: Raodatul - Jumat, 26 Desember 2025 11:36:33
FYPMedia.id -Sebuah kesalahan transaksi perbankan paling mencengangkan dalam sejarah modern hampir terjadi di Amerika Serikat. Bank raksasa Citigroup, salah satu institusi keuangan terbesar di dunia, dilaporkan secara tidak sengaja memproses transfer senilai US$81 triliun atau setara Rp1.335.123 triliun, padahal dana yang seharusnya dikirim hanya US$280 atau sekitar Rp4,6 juta.
Insiden luar biasa ini bukan hanya memicu sorotan global, tetapi juga kembali membuka diskusi serius tentang kerentanan sistem perbankan internasional, risiko human error, serta urgensi transformasi digital dalam industri keuangan.
Kronologi Salah Transfer Citigroup yang Menggemparkan Dunia
Melansir laporan CNBC dan sebelumnya diungkap oleh Financial Times, kesalahan transaksi ini terjadi pada April 2024. Saat itu, Citigroup sedang memproses pembayaran terkait fasilitas kredit kepada salah satu nasabahnya.
Namun, akibat kesalahan input antar akun buku besar internal, sistem justru mencatat nominal fantastis yang nyaris mustahil dieksekusi.
Beruntung, kesalahan tersebut terdeteksi sekitar 90 menit setelah transaksi tercatat, tepatnya ketika proses pembukuan harian dilakukan.
Beberapa jam kemudian, transaksi itu langsung dibatalkan sebelum dana benar-benar keluar dari sistem perbankan Citi.
Citigroup kemudian melaporkan insiden ini kepada Federal Reserve serta Office of the Comptroller of the Currency (OCC) sebagai kejadian “near miss”, yakni kesalahan fatal yang hampir menimbulkan dampak sistemik.
Baca Juga: UMP DKI 2026 Rp5,72 Juta, DPRD Dorong Jaminan Sosial dan Subsidi Pangan
Pernyataan Resmi Citigroup
Meski enggan mengonfirmasi detail nominal secara terbuka, Citigroup memberikan pernyataan resmi kepada media. Dalam keterangannya kepada NBC News, pihak bank menegaskan bahwa sistem pengamanan internal masih berfungsi.
"Meskipun pembayaran sebesar ini sebenarnya tidak dapat dilakukan, petugas kontrol kami segera mengidentifikasi kesalahan input antara dua akun buku besar Citi, dan kami membatalkan entri tersebut," kata Citi dalam sebuah pernyataan kepada NBC News, dilansir dari detikcom, Jumat (26/12/2025).
Citi juga menambahkan bahwa sistem pencegahan mereka secara otomatis akan menghentikan dana agar tidak keluar dari bank, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi nasabah maupun institusi.
"Meskipun tidak ada dampak bagi bank atau klien kami, kejadian ini menggarisbawahi upaya berkelanjutan kami untuk terus menghilangkan proses manual dan mengotomatiskan kontrol melalui Transformasi kami," lanjutnya.
Masalah Lama yang Terus Terulang
Meski lolos dari dampak finansial langsung, insiden ini bukan kasus tunggal. Sepanjang 2024, Citigroup tercatat mengalami 10 insiden near miss lain dengan nilai transaksi masing-masing di atas US$1 miliar. Pada tahun sebelumnya, jumlah kasus serupa bahkan mencapai 13 kejadian.
Rentetan kesalahan ini mempertegas bahwa tantangan operasional Citigroup masih jauh dari kata selesai, meskipun perusahaan telah berulang kali menjanjikan reformasi sistemik.
Bayang-bayang Skandal Revlon Masih Menghantui
Nama Citigroup sendiri bukan asing dalam daftar kesalahan transfer perbankan terbesar sepanjang sejarah. Pada Februari 2021, bank ini secara keliru mentransfer US$900 juta kepada para kreditur perusahaan kosmetik Revlon.
Alih-alih membayar bunga senilai US$8 juta, sistem Citigroup justru mengirimkan hampir seluruh pokok pinjaman.
Meski bank segera meminta pengembalian dana, sekitar US$500 juta tidak pernah kembali, memicu gugatan hukum panjang dan krisis reputasi.
Skandal tersebut berujung pada pemecatan CEO saat itu, Michael Corbat, serta denda besar dari regulator AS. Penggantinya, Jane Fraser, menjadikan penguatan sistem risiko dan kontrol internal sebagai prioritas utama.
Namun demikian, pada 2024, Citigroup kembali didenda US$136 juta oleh regulator karena dinilai belum cukup progresif memperbaiki sistem manajemen risiko.
Baca Juga: Rusia–China Kecam Aksi Militer AS ke Venezuela, Disebut Koboi Global
Bukan Hanya Citi: Daftar Salah Transfer Bank Terbesar Dunia
Kasus Citigroup hanyalah satu dari sekian banyak insiden fatal perbankan global yang pernah terjadi:
KfW Bank (Jerman)
- 2008: Salah transfer EUR 320 juta ke Lehman Brothers tepat di hari kebangkrutannya.
- 2017: Salah transfer EUR 5 miliar akibat kesalahan pemrograman.
Akibat rentetan ini, media Jerman Bild menjuluki KfW sebagai “Germany’s Dumbest Bank”.
Deutsche Bank
- 2015: Salah transfer US$6 miliar ke klien hedge fund akibat kelalaian pegawai junior.
- 2018: Salah transfer EUR 26 miliar ke Eurex Clearinghouse.
Meskipun cepat dibatalkan, insiden ini turut berkontribusi pada anjloknya saham Deutsche Bank hingga 25% dalam satu tahun.
Risiko Sistemik dan Ancaman Stabilitas Keuangan
Meski kerap disebut “near miss”, para analis menilai bahwa kesalahan bernilai triliunan dolar berpotensi menciptakan risiko sistemik global jika lolos dari kontrol internal. Dalam skenario terburuk, kesalahan semacam ini bisa memicu:
- Kepanikan pasar
- Krisis likuiditas
- Guncangan nilai tukar
- Hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem perbankan
Oleh karena itu, insiden Citigroup menjadi peringatan keras bagi industri keuangan global bahwa ketergantungan pada proses manual masih menjadi titik lemah fatal.
Transformasi Digital: Solusi atau Tantangan Baru?
Citigroup menegaskan komitmennya untuk terus melakukan otomatisasi sistem, penghapusan proses manual, dan transformasi digital menyeluruh.
Namun, para pakar menilai bahwa teknologi tanpa pengawasan dan budaya risiko yang kuat justru bisa menciptakan kerentanan baru.
Kasus ini menegaskan satu hal penting: dalam dunia perbankan modern, satu kesalahan kecil bisa bernilai triliunan.
Pelajaran Besar dari Salah Transfer Triliunan
Insiden nyaris terkirimnya Rp1,3 kuadriliun bukan sekadar berita sensasional, melainkan alarm keras bagi industri keuangan global.
Ke depan, transparansi, disiplin operasional, serta keseimbangan antara teknologi dan pengawasan manusia akan menjadi kunci menjaga stabilitas sistem perbankan dunia.