7 Fakta Stres Bisa ‘Menular’ ke Pasangan dan Cara Ampuh Mengatasinya

menular
Ilustrasi pasangan suami istri. (Foto: Thinkstock)

FYPMedia.id – Stres ternyata bukan hanya urusan individu. Sejumlah penelitian internasional menemukan bahwa stres bahkan bisa “menular” ke pasangan. 

Fenomena ini bukan sekadar kiasan, melainkan berkaitan dengan kondisi biologis, psikologis, hingga dinamika hubungan sehari-hari.

Studi berskala besar terhadap 6 juta pasangan di Taiwan, Denmark, dan Swedia menemukan adanya korelasi kuat antara gangguan jiwa pada seseorang dengan pasangan hidupnya. 

Gangguan tersebut mencakup skizofrenia, ADHD, depresi, autisme, kecemasan, bipolar, OCD, penyalahgunaan zat, hingga anoreksia.

“Kami menemukan bahwa sebagian besar gangguan kejiwaan memiliki korelasi pasangan yang konsisten lintas negara dan lintas generasi, yang menunjukkan pentingnya hal ini dalam dinamika populasi gangguan kejiwaan,” tulis peneliti dikutip dari Science Alert, Senin (15/9/2025).

Fenomena ini dikenal dengan istilah spousal correlation atau korelasi pasangan. Menurut para ahli, ada tiga faktor utama yang membuat pasangan rentan mengalami kondisi serupa:

  1. Manusia cenderung memilih pasangan yang memiliki kemiripan.
  2. Pasangan biasanya berasal dari lingkungan atau lingkaran sosial yang sama.
  3. Hidup bersama dalam waktu lama membuat pasangan makin mirip, baik secara kebiasaan maupun kondisi mental.

Baca Juga: Alarm UNICEF: 1 dari 10 Anak 10–15 Tahun Alami Obesitas, Dampaknya Serius

1. Stres Memengaruhi Hormon Kortisol

Salah satu alasan stres bisa “menular” adalah karena hormon kortisol. Hormon ini berperan penting dalam respons stres tubuh. 

Pada kondisi normal, kadar kortisol tertinggi saat bangun tidur lalu perlahan menurun. Namun, konflik atau stres berkepanjangan bisa mengganggu pola ini.

Penelitian menunjukkan, saat pasangan terlibat konflik dengan nada kritis, sarkastik, atau penuh emosi negatif, kadar kortisol keduanya meningkat. Bahkan, efeknya masih bisa terasa hingga beberapa jam setelah pertengkaran berakhir.

2. Dampak Fisik Lebih Serius pada Pasangan

Beberapa studi juga menemukan bahwa stres dalam hubungan bisa menimbulkan dampak nyata pada tubuh. 

Contohnya, pasangan yang sering bermusuhan cenderung mengalami penyembuhan luka lebih lambat, peradangan lebih tinggi, hingga tekanan darah meningkat.

Bahkan, pria paruh baya tercatat memiliki tekanan darah lebih tinggi saat istrinya mengalami stres berat. Kondisi ini membuktikan bahwa kesehatan pasangan benar-benar saling berkaitan.

3. Risiko Gangguan Mental pada Anak

Fenomena korelasi pasangan ini tidak berhenti pada suami-istri saja. Peneliti juga menemukan, ketika kedua orang tua memiliki gangguan jiwa yang sama, risiko anak mengalami gangguan serupa ikut meningkat.

“Seperti yang ditunjukkan hasil kami, kemiripan pasangan dalam dan antar-pasangan gangguan kejiwaan konsisten di berbagai negara dan bertahan lintas generasi, menunjukkan fenomena universal,” tulis peneliti.

4. Perasaan Tidak Dipahami Bisa Memperburuk Stres

Penelitian lain mencatat, pasangan yang merasa tidak diperhatikan atau dipahami cenderung memiliki kesejahteraan lebih buruk. 

Bahkan, dalam periode 10 tahun, angka kematiannya lebih tinggi dibanding mereka yang merasa dihargai dan didukung pasangannya.

Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dan validasi perasaan pasangan bukan sekadar urusan emosional, tetapi juga berpengaruh langsung pada kesehatan.

5. Konflik Bisa Meningkatkan Risiko Penyakit Kronis

Stres kronis akibat hubungan penuh konflik bisa memengaruhi sistem kekebalan, kardiovaskular, hingga endokrin. 

Dalam jangka panjang, pola kortisol yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko penyakit serius, bahkan memperpendek usia.

Baca Juga: Tips Jitu Cara Mengatur Keuangan Pribadi Sejak Dini

6. Tips Mengatasi Stres agar Tidak ‘Menular’ ke Pasangan

Berita baiknya, ada cara-cara sederhana untuk mencegah stres merusak hubungan:

  • Bicarakan dan Validasi Perasaan: Dengarkan pasangan tanpa menyela, tunjukkan empati, dan pahami apa yang mereka rasakan. Validasi ini bisa menurunkan kadar kortisol sekaligus memperkuat ikatan emosional.
  • Tunjukkan Rasa Cinta: Sentuhan sederhana seperti pelukan, pegangan tangan, atau perlakuan penuh kasih terbukti menurunkan hormon stres dan meningkatkan hormon kebahagiaan.
  • Ingat Kalau Kalian Tim: Hadapi masalah bersama-sama, cari solusi, dan rayakan keberhasilan kecil. Sikap ini membuat pasangan lebih sehat secara mental maupun fisik.

7. Pentingnya Memahami Fenomena ‘Stres Menular’

Peneliti menegaskan bahwa meski studi ini memiliki keterbatasan, misalnya tidak membedakan pasangan yang bertemu sebelum atau sesudah diagnosis, polanya cukup konsisten untuk dijadikan perhatian serius dalam studi kesehatan mental.

“Mengingat begitu meluasnya korelasi pasangan, penting untuk mempertimbangkan pola pasangan yang tidak acak ketika merancang studi genetika tentang gangguan kejiwaan,” tandas peneliti.

Stres memang tidak bisa dihindari sepenuhnya, tetapi cara kita meresponsnya sangat menentukan. Fakta bahwa stres bisa “menular” ke pasangan seharusnya jadi pengingat untuk lebih berhati-hati dalam mengelola emosi. 

Dengan komunikasi yang sehat, empati, serta rasa cinta yang tulus, pasangan bisa menjadi sumber kekuatan, bukan sumber stres baru.