6 Bahaya Media Sosial yang Mengintai Anak dan Remaja

bahaya sosial media
Illustrasi Cyberbullying /Sumber foto: Freepik

FYP MEDIA.ID – Akses media sosial kini semakin mudah bagi anak dan remaja, bahkan sebelum usia yang direkomendasikan. Padahal, penggunaan platform digital tanpa pengawasan ketat berpotensi memicu dampak serius terhadap kesehatan mental, perkembangan otak, hingga keamanan pribadi mereka.

Sebagian besar platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok menetapkan batas usia minimal 13 tahun untuk mendaftar akun. Namun, praktik pemalsuan usia masih umum terjadi. Dilansir dari Alodokter, hal ini membuka celah bagi anak di bawah umur terpapar konten yang tidak sesuai usia, termasuk kekerasan, hoaks, hingga predator online.

Ganguan Tidur

Salah satu risiko paling nyata adalah gangguan tidur. Anak dan remaja kerap menghabiskan waktu hingga larut malam untuk menjelajahi media sosial. Dilansir dari Tempo.co, kurang tidur tidak hanya menurunkan konsentrasi di sekolah, tetapi juga mengganggu perkembangan fisik seperti kelelahan mata hingga peningkatan risiko miopi.

Baca Juga4 Fakta Tidur Lampu Mati Vs Nyala: Dampak Sehat & Bahayanya!

Penurunan Citra Diri

Lebih dari itu, paparan berlebihan terhadap konten media sosial dikaitkan dengan penurunan citra diri. Remaja cenderung membandingkan kehidupan mereka dengan tampilan ideal yang sering kali dibuat semu di dunia maya. Menurut Siloam Hospitals yang dikutip Tempo.co, perbandingan ini berdampak pada penurunan rasa percaya diri dan munculnya perasaan tidak cukup baik (not good enough).

Peningkatan Risiko Kecemasan dan Depresi

Dampak psikologis lain yang tidak kalah serius adalah peningkatan risiko kecemasan dan depresi. Studi dari Kementerian Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat, seperti dilansir Hello Sehat, menemukan bahwa anak yang menghabiskan lebih dari tiga jam per hari di media sosial memiliki risiko dua kali lipat mengalami gejala depresi dan kecemasan.

Cyberbullying dan Pelecehan Online

Media sosial juga menjadi sarana utama cyberbullying dan pelecehan online. Dilansir dari Hello Sehat, bentuk kekerasan ini bisa terjadi melalui pesan instan, komentar, atau unggahan yang merendahkan. Korban kerap mengalami isolasi sosial, stres berkepanjangan, dan dalam kasus ekstrem, berujung pada pikiran untuk mengakhiri hidup. 

Baca Juga5 Dampak Psikologis yang Dihadapi Korban Bullying

Konten tidak Pantas

Selain itu, anak-anak rentan terpapar konten tidak pantas, termasuk materi seksual eksplisit dan kekerasan. Menurut Youth Endowment Fund di Inggris, satu dari empat anak pernah melihat konten kekerasan melalui rekomendasi algoritma. Di Australia, hampir setengah remaja usia 10–15 tahun menghabiskan rata-rata dua jam sehari di TikTok platform yang belum sepenuhnya mampu menyaring konten berisiko bagi pengguna muda.

Mengganggu Perkembangan Otak Remaja

Psikolog dari Universitas Indonesia, A. Kasandra Putranto, menekankan bahwa penggunaan media sosial berlebihan juga mengganggu perkembangan otak remaja. Dilansir dari Tempo.co, stimulasi digital yang konstan mengurangi waktu anak untuk berpikir reflektif, bermain fisik, atau berinteraksi langsung aktivitas yang penting untuk perkembangan kognitif dan emosional.

Baca Juga: 10 Cara Mengatasi Tantangan dalam Mengasuh Remaja

Interaksi tatap muka pun semakin berkurang. Meski media sosial memperluas jaringan, anak justru cenderung menarik diri dari lingkungan terdekat. Hal ini berpotensi menghambat kemampuan sosial dasar, seperti empati, komunikasi verbal, dan pembacaan ekspresi wajah.

Untuk meminimalkan risiko, para ahli menyarankan peran aktif orang tua. Dilansir dari Alodokter, pendampingan bisa dimulai dengan menerapkan aturan usia, membatasi durasi penggunaan (maksimal 1–2 jam/hari setelah tugas sekolah), serta menempatkan perangkat di area umum rumah.

Penggunaan fitur privasi dan aplikasi pengawas juga disarankan. Orang tua diminta mengikuti akun anak, memastikan hanya berteman dengan orang yang dikenal, serta mengajarkan untuk melaporkan konten mencurigakan.

Terakhir, contoh nyata dari orang tua sangat berpengaruh. Jika orang tua mampu menggunakan media sosial secara bijak tidak menyebarkan hoaks, tidak memposting konten sensitif, dan menjaga etika digital maka anak lebih mudah meniru perilaku tersebut.

Media sosial bukan musuh, tetapi alat yang perlu dikendalikan. Seperti yang diingatkan oleh para ahli dari Alodokter dan Hello Sehat tanpa pengawasan, dunia maya yang terlihat menyenangkan justru bisa menjadi jebakan bagi generasi muda yang sedang bertumbuh dan mencari jati diri. Untuk itu sebagai orang tua kita perlu turut hadir dan ikut dalam tumbuh kembang anak dalam berbagai aspeknya.