3 Kebijakan Baru RKAB 2025 & Ancaman Tarif 100% Trump Guncang Pasar Energi Dunia

3 Kebijakan Baru RKAB 2025 & Ancaman Tarif 100% Trump Guncang Pasar Energi Dunia

FYP Media.ID – Dua isu besar mengguncang dunia energi dan perdagangan internasional dalam waktu yang nyaris bersamaan. Di dalam negeri, pemerintah melalui Kementerian ESDM mengambil langkah serius pasca mencuatnya kasus dugaan korupsi batu bara yang menyeret pejabat tinggi. Di sisi lain, dunia internasional dibuat gelisah oleh ancaman tarif minyak 100% dari Donald Trump terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia.

Dampak dari kedua peristiwa ini dirasakan mulai dari pelaku industri tambang Indonesia hingga pasar minyak global, yang mengalami volatilitas harga dan ketegangan geopolitik.

Indonesia: Kasus Korupsi Batu Bara Dorong Perubahan RKAB 2025

Kasus dugaan korupsi yang menyeret Kepala Biro KLIK Kementerian ESDM mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan cepat. Kementerian ESDM akan segera memanggil pelaku usaha tambang dan asosiasi pertambangan guna melakukan sosialisasi perubahan besar dalam kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Menurut Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, kebijakan ini merupakan bentuk edukasi dan pencegahan terhadap praktik ilegal yang kerap terjadi dalam pengajuan RKAB sebelumnya.

“Mulai tahun ini, masa berlaku RKAB yang sebelumnya 3 tahun akan dipersingkat menjadi hanya 1 tahun,” jelas Anggia saat jumpa pers di Kantor ESDM, Jakarta, Jumat (1/8/2025).

3 Perubahan Penting dalam Aturan RKAB 2025:

  1. Masa Berlaku RKAB Disingkat
    RKAB kini hanya berlaku selama 1 tahun, bukan lagi 3 tahun. Artinya, pengajuan dan evaluasi kinerja perusahaan tambang akan dilakukan secara lebih rutin dan ketat.

  2. Sosialisasi & Pemutakhiran Massal
    Pemutakhiran RKAB akan dilaksanakan pada Oktober 2025, dan seluruh pelaku usaha diminta hadir dalam forum sosialisasi yang akan digelar dalam waktu dekat.

  3. Pengawasan Produksi Lebih Ketat
    Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan produksi, kebutuhan industri domestik, dan stabilitas harga komoditas tambang, sejalan dengan usulan dari Komisi VII DPR RI.

“Kami ingin pelaku usaha tidak kaget. Ini bagian dari pembenahan menyeluruh di sektor pertambangan,” ujar Anggia menegaskan.

Dunia Internasional: Trump Ancam Tarif 100% untuk Minyak Rusia

Sementara itu di level global, pasar minyak mentah terombang-ambing setelah mantan Presiden AS, Donald Trump, mengeluarkan ancaman tarif sekunder 100% kepada negara-negara pembeli minyak dari Rusia — termasuk dua konsumen terbesar dunia, Tiongkok dan India.

Trump menyatakan, langkah ini bertujuan menekan Rusia menghentikan perang di Ukraina. Namun, pasar melihatnya sebagai ancaman serius terhadap arus perdagangan minyak dunia.

“Tidak mungkin sepenuhnya menggantikan pasokan minyak Rusia. Sanksi ini bisa memicu lonjakan harga,” kata Carsten Fritsch, analis Commerzbank.

Harga Minyak Melemah: Brent dan WTI Terkoreksi

Meski sentimen geopolitik memanas, harga minyak justru terkoreksi pada perdagangan Kamis (31/7/2025), seiring munculnya kabar perpanjangan perjanjian perdagangan antara AS dan Meksiko serta laporan mengejutkan soal stok minyak mentah AS.

Harga minyak Brent turun 0,97% menjadi USD 72,53 per barel, sementara WTI untuk kontrak September susut 1,06% ke USD 69,26 per barel. Padahal sehari sebelumnya, kedua acuan ini sempat mencatat kenaikan 1%.

Stok Minyak Mentah AS Melonjak Tak Terduga

Berdasarkan laporan Badan Informasi Energi AS (EIA), stok minyak mentah meningkat 7,7 juta barel menjadi 426,7 juta barel untuk pekan yang berakhir 25 Juli. Ini sangat jauh dari perkiraan penurunan 1,3 juta barel oleh para analis.

Namun di sisi lain, stok bensin turun 2,7 juta barel, jauh melampaui ekspektasi pasar yang hanya memprediksi penurunan 600.000 barel. Hal ini mencerminkan kuatnya permintaan selama musim libur musim panas di Amerika.

“Data stok AS mixed. Kenaikan minyak mentah negatif, tapi penurunan bensin mendukung harga,” jelas Toshitaka Tazawa dari Fujitomi Securities.

Perpanjangan Perjanjian Dagang AS-Meksiko: Tarik Ulur Tarif Tetap Berlanjut

Presiden Trump juga mengumumkan bahwa dirinya dan Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, telah menyepakati perpanjangan 90 hari atas perjanjian perdagangan bilateral yang ada. Meski begitu, Trump menegaskan bahwa sejumlah tarif akan tetap diberlakukan.

“Meksiko akan terus membayar tarif 25% untuk fentanil, mobil, dan 50% untuk baja, aluminium, dan tembaga,” tulis Trump di platform Truth Social.

Langkah ini dikhawatirkan akan menekan permintaan barang-barang yang berkaitan dengan sektor energi dan manufaktur, yang bisa berdampak negatif terhadap permintaan minyak global.

Dampak Gabungan: Industri Energi Hadapi Tekanan Ganda

  1. Indonesia menghadapi tekanan untuk memperketat pengawasan pertambangan, pasca terungkapnya kasus korupsi. Perubahan RKAB menjadi langkah preventif agar izin produksi tidak lagi menjadi celah penyimpangan.

  2. Pasar global justru terjebak dalam dilema antara kekhawatiran pasokan akibat sanksi minyak Rusia dan kelebihan pasokan minyak mentah AS.

  3. Kebijakan tarif Donald Trump bisa memicu perang dagang baru, yang ujung-ujungnya akan mengguncang harga energi, inflasi global, dan hubungan geopolitik antarnegara.

Kesimpulan: Ketidakpastian Masih Menyelimuti Pasar Energi

Baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dunia energi kini berada di bawah tekanan besar. Di Indonesia, dunia pertambangan diharapkan menjadi lebih bersih dan efisien dengan RKAB satu tahunan yang lebih ketat. Di kancah global, ancaman Trump dan laporan stok minyak AS menimbulkan dinamika baru yang bisa memengaruhi strategi investasi dan perdagangan energi dunia.