FYPMedia.id – Kesepian bukan lagi sekadar perasaan emosional yang datang saat seseorang sendirian. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa kesepian kini menjadi ancaman kesehatan global yang berbahaya, bahkan dampaknya setara dengan merokok 15 batang rokok per hari.
Laporan terbaru WHO menyebutkan, isolasi sosial dan kesepian mampu meningkatkan risiko kematian dini, demensia, hingga penyakit jantung.
Fenomena ini kian terasa nyata di Indonesia. Pakar kesehatan jiwa, dr Albert Maramis SpKJ dari Perhimpunan Dokter Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir keluhan terkait kesepian semakin sering ditemui dalam praktik klinis
“Di awal-awal saya praktik nggak ada laporan demikian,” tegasnya dalam webinar di Jakarta Selatan, Rabu (10/10/2025).
Kesepian, Masalah Baru yang Mengintai Indonesia
Kesepian bukan hanya dialami orang lanjut usia yang hidup sendiri, tapi kini juga mengintai generasi muda. Fenomena ini mirip dengan tren yang terjadi di Jepang dan Korea Selatan, di mana banyak warganya meninggal dalam kesendirian tanpa dukungan sosial.
WHO menyebutkan, antara 2014 hingga 2019, kesepian terkait dengan lebih dari 871.000 kematian per tahun. Artinya, setiap jam ada 100 orang di dunia meninggal karena dampak isolasi sosial.
Di Indonesia, meskipun survei kebahagiaan nasional menunjukkan masyarakat cukup optimis, kenyataannya tren kesepian terus meningkat.
Negara disebutnya perlu ikut berperan dalam mengawal kesejahteraan masyarakat untuk menghindari tren yang lebih dulu dilaporkan Jepang, yakni meninggal dalam kesepian. Mengingat, survei kesejahteraan atau kebahagiaan warga negara Indonesia, belum mencapai indikator terbaik.
Baca Juga: Alarm UNICEF: 1 dari 10 Anak 10–15 Tahun Alami Obesitas, Dampaknya Serius
Dampak Kesepian Lebih Bahaya daripada Obesitas
Menurut WHO, kesepian dapat menimbulkan dampak kesehatan yang lebih parah dibanding obesitas, konsumsi alkohol berlebihan, bahkan merokok. Isolasi sosial terbukti meningkatkan risiko berbagai penyakit serius, di antaranya:
- Demensia
Studi yang dipublikasikan dalam The Journals of Gerontology menemukan bahwa orang yang sering kesepian berisiko 40% lebih tinggi mengalami demensia. Penurunan fungsi kognitif ini membuat kualitas hidup lansia menurun drastis.
- Stroke dan Penyakit Jantung
Penelitian yang dimuat dalam jurnal Heart mengungkap, isolasi sosial meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung koroner hingga 30%. Kesepian membuat seseorang cenderung abai terhadap kesehatan fisik dan gaya hidup sehat. - Gangguan Fisik dan Mental
Kesepian erat kaitannya dengan depresi, kualitas tidur buruk, melemahnya sistem imun, hingga penurunan fungsi kognitif. Bahkan, dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memicu penyakit kardiovaskular. - Risiko Kematian Dini
Riset dari American Cancer Society melibatkan lebih dari 580.000 orang dewasa dan menunjukkan bahwa isolasi sosial dapat meningkatkan risiko kematian dini hingga 60-84%.
Bahaya Kesepian Setara dengan Merokok 15 Batang Sehari
WHO menegaskan bahwa kesepian memiliki dampak mematikan yang setara dengan merokok 15 batang rokok per hari. Dr Vivek Murthy, ahli bedah umum Amerika Serikat sekaligus anggota komisi internasional WHO, menyebut kesepian melampaui batas negara dan usia.
“Isolasi sosial tidak mengenal batasan. Ia menyerang siapa saja, dari remaja hingga lansia,” ujarnya.
Data WHO menunjukkan bahwa 5–15% remaja di dunia mengalami kesepian. Angka ini bahkan lebih tinggi di Afrika (12,7%) dibanding Eropa (5,3%). Sementara pada orang dewasa, kesepian meningkatkan risiko demensia hingga 50%.
Mengapa Generasi Muda Rentan Kesepian?
Di era digital, kesepian justru semakin meningkat meski akses komunikasi semakin mudah. Media sosial yang seharusnya mempertemukan banyak orang malah sering menciptakan perasaan terisolasi, FOMO (fear of missing out), hingga rendah diri.
Generasi muda di Indonesia kini menghadapi tekanan sosial, akademik, dan pekerjaan yang berat. Banyak yang tinggal jauh dari keluarga atau hidup di perkotaan tanpa jejaring sosial yang kuat. Kondisi inilah yang membuat mereka merasa “terhubung tapi kesepian”.
Kesepian Bisa Picu Tindakan Fatal
Pakar kesehatan jiwa menegaskan, kesepian yang tidak ditangani dapat berujung pada tindakan menyakiti diri hingga bunuh diri.
WHO menegaskan, kesepian harus dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat global, bukan sekadar isu psikologis pribadi. Bahkan lebih besar dari kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol secara berlebihan, kurang gerak, dan obesitas.
Pada 2019, sebuah penelitian yang dipimpin oleh Kassandra Alcaraz, PhD, MPH, peneliti kesehatan masyarakat dari American Cancer Society, meninjau data lebih dari 580.000 orang dewasa.
Hasilnya menunjukkan bahwa isolasi sosial berhubungan erat dengan meningkatnya risiko kematian dini. Temuan ini dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiology, Vol. 188, No. 1, tahun 2019.
Baca Juga: Kurang Tidur Bisa Sebabkan Obesitas dan Penyakit Jantung? Ini Fakta Ilmiahnya
Langkah Pencegahan: Dari Individu hingga Negara
Untuk mencegah dampak kesepian yang semakin meluas, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Membangun regulasi diri (self regulation). Anak-anak dan remaja perlu diajarkan cara memenuhi kebutuhan emosional tanpa harus bergantung sepenuhnya pada orang lain.
- Meningkatkan aktivitas positif. Tidak selalu harus produktif, tetapi memiliki kegiatan yang menyenangkan bisa membantu mengurangi rasa terasing.
- Memperkuat komunitas. Negara perlu menyediakan lebih banyak ruang sosial, komunitas, dan fasilitas publik yang mendukung interaksi sosial.
- Keterlibatan keluarga. Dukungan dari orang terdekat menjadi faktor penting dalam mencegah seseorang jatuh ke dalam isolasi sosial.
Kesepian bukan hanya soal emosi atau perasaan sementara. WHO menegaskan, kesepian adalah ancaman kesehatan global dengan dampak mematikan. Di Indonesia, tren keluhan kesepian semakin meningkat, terutama di kalangan generasi muda.
Bahaya kesepian bahkan setara dengan merokok 15 batang rokok per hari. Dari risiko demensia, stroke, hingga kematian dini, kesepian jelas tidak bisa dipandang sebelah mata.
Kini saatnya masyarakat Indonesia, baik individu, keluarga, maupun pemerintah, lebih peduli terhadap isu kesepian. Mengabaikannya sama saja membuka pintu menuju krisis kesehatan mental dan fisik di masa depan.