FYPMedia.id – Sebuah kontroversi baru-baru ini mengguncang dunia pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kabupaten Pamekasan, Madura. Seorang guru bernama Mohammad Arif menjadi pusat perhatian setelah ia mengungkapkan penolakannya terhadap kebijakan toilet berbayar yang diterapkan di sekolah tersebut. Akibatnya, Arif mengaku mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dan mutasi sepihak, yang kemudian menjadi viral di media sosial.
Kontroversi ini dimulai saat sekolah mengadakan rapat untuk membahas aturan baru yang mewajibkan siswa membayar Rp500 untuk menggunakan fasilitas kamar mandi dan toilet di sekolah. Arif, dengan tekadnya untuk membela prinsip bahwa fasilitas sekolah seharusnya bebas digunakan oleh siswa, dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan tersebut.
Namun, penolakan Arif terhadap kebijakan tersebut ternyata tidak berakhir dengan debat yang konstruktif. Sebaliknya, ia mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari pihak kepala sekolah MAN 1 Pamekasan. Yang paling mencolok adalah pemberhentian Arif dari jabatannya sebagai anggota Pengendalian Mutu (Pengemut) di sekolah tersebut, tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
Lebih lanjut, Arif mengungkapkan bahwa ia juga secara tiba-tiba menerima surat keputusan pemindahan tempat mengajar, yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur. Pemindahan ini terjadi tanpa penjelasan yang memadai dan tampaknya menjadi dampak dari penolakan kerasnya terhadap kebijakan toilet berbayar.
Kasus ini kemudian menarik perhatian Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, yang memutuskan untuk mengusut lebih lanjut kasus mutasi guru di MAN 1 Pamekasan.
Namun, Kepala MAN 1 Pamekasan, No’man, membantah tudingan yang dilontarkan oleh Mohammad Arif. Menurut No’man, kebijakan pemberlakuan toilet berbayar bagi siswa diambil karena toilet di sekolah tersebut seringkali digunakan siswa untuk menghindari mata pelajaran tertentu.
Selain itu, toilet juga kerap digunakan siswa untuk merokok. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa siswa seringkali sembarangan dalam buang air kecil di kamar mandi sehingga mengakibatkan bau tidak sedap.
Kontroversi ini membawa dampak serius pada MAN 1 Pamekasan dan menggugah perdebatan tentang hak-hak guru dalam menyuarakan pendapat mereka terhadap kebijakan sekolah. Pertanyaan etis mengenai perlakuan terhadap guru yang menyuarakan penolakan terhadap kebijakan sekolah juga perlu dipertimbangkan dengan serius dalam kasus ini. Selain itu, kasus ini juga menjadi peringatan bagi sekolah-sekolah untuk mempertimbangkan dengan hati-hati dampak dari kebijakan yang mereka terapkan terhadap siswa dan staf mereka.
(Rin)