FYP Media.id – Pada Tanggal 21 Maret 2025 – Kasus premanisme kembali mencuat di Indonesia setelah sebuah video yang menunjukkan aksi seorang pria yang mengaku sebagai ‘Jagoan Cikiwul’ viral di media sosial. Pria tersebut, bernama Suhada, mendatangi sebuah perusahaan di wilayah Cikiwul, Bantargebang, Kota Bekasi, bersama tiga rekannya untuk memalak tunjangan hari raya (THR).
Namun, permintaan tersebut disertai dengan ancaman yang membuat pihak perusahaan merasa terintimidasi. Ketika pihak keamanan perusahaan memberikan uang sebesar Rp20.000, Suhada menolak dan bersikeras ingin bertemu dengan pimpinan perusahaan. Ia bahkan mengancam akan menutup akses jalan perusahaan jika permintaannya tidak dipenuhi. Aksi ini pun memicu kemarahan masyarakat setelah rekaman kejadian tersebut tersebar luas di media sosial, sehingga polisi segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.
Kapolsek Bantargebang, Kompol Sukadi, menjelaskan bahwa Suhada dikenal sebagai preman setempat yang kerap beroperasi dengan berkedok sebagai anggota organisasi masyarakat (ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Modus seperti ini memang sering digunakan oleh para pelaku premanisme untuk mengintimidasi perusahaan atau warga sekitar demi keuntungan pribadi.
Setelah kejadian tersebut viral, polisi segera mendatangi lokasi untuk meminta keterangan dari pihak perusahaan serta saksi yang melihat kejadian. Namun, Suhada dan kawan-kawannya telah melarikan diri. Informasi terakhir menyebutkan bahwa Suhada kabur ke wilayah Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Polisi kini tengah melakukan pengejaran dan berjanji akan menangkap pelaku dalam waktu dekat.
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Dani Hamdani, menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak akan mentolerir suatu tindakan premanisme di wilayahnya. Polisi akan menindak tegas siapa pun yang mencoba melakukan pemerasan atau tindakan melanggar hukum.
Dani juga mengimbau masyarakat untuk tidak takut melapor jika mengalami hal kejadian serupa. Menurutnya, kerja sama antara masyarakat dan aparat kepolisian sangat penting dalam memberantas aksi premanisme yang kerap terjadi menjelang hari raya atau momen tertentu.
Baca Juga : Tragedi di SMKN 9 Tangerang: Satpam Ditusuk Setelah Tolak Beri THR, Masyarakat Geram
Kasus ‘Jagoan Cikiwul’ ini kembali mengingatkan masyarakat tentang bahaya premanisme yang masih mengakar di beberapa daerah di Indonesia. Praktik pemalakan terhadap perusahaan atau pedagang kecil bukanlah hal baru. Para pelaku sering kali mengklaim bahwa mereka berhak meminta ‘jatah’ dari perusahaan atau usaha kecil di wilayah tertentu, dengan dalih sebagai ‘keamanan’ atau bentuk kontribusi sosial.
Beberapa faktor yang membuat praktik ini masih bertahan adalah lemahnya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindakan premanisme, serta adanya oknum yang memanfaatkan kedekatan dengan pihak berwenang untuk melindungi aksi mereka. Jika dibiarkan, premanisme yang terorganisir bahkan bisa berkembang menjadi jaringan kriminal yang lebih besar.
Pemerintah dan kepolisian telah beberapa kali melakukan operasi pemberantasan premanisme, terutama di daerah industri dan perdagangan. Namun, kasus seperti ini terus muncul, menunjukkan bahwa solusi jangka panjang masih sangat diperlukan. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini. Pertama, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku premanisme tanpa pandang bulu. Jika ada keterlibatan oknum tertentu yang melindungi pelaku, maka harus diberikan sanksi yang lebih berat.
Kedua, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat agar mereka memahami hak-hak mereka serta cara melaporkan pemerasan atau pemalakan.
Ketiga, mendorong peran aktif masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungan melalui sistem keamanan berbasis komunitas, seperti siskamling atau kerja sama antara perusahaan dan aparat.
Keempat, menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi bagi masyarakat agar mereka tidak terjerumus ke dalam tindakan kriminal.
Baca Juga : Bikin Geram! 2 Pria Ngamuk dan Rusak Mobil di Tengah Kemacetan
Kasus ‘Jagoan Cikiwul’ yang memalak perusahaan di Bekasi bukan hanya sekadar insiden kecil, tetapi juga cerminan dari permasalahan premanisme yang masih terjadi di Indonesia. Meskipun pihak kepolisian telah bertindak cepat, kasus ini menunjukkan bahwa masih ada di kelompok tertentu yang berusaha mendapatkan keuntungan dengan cara-cara intimidatif.
Penegakan hukum yang tegas serta peran aktif masyarakat dalam melaporkan tindakan premanisme menjadi kunci utama dalam memberantas praktik seperti ini. Dengan kerja sama yang baik antara kepolisian, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan lingkungan yang aman dan kondusif bagi dunia usaha maupun warga sekitar dapat terwujud.