FYPMedia.id – Suku Mentawai adalah suku yang mendiami wilayah Kepulauan Mentawai yang berada di wilayah administratif Provinsi Sumatera Barat. Suku Mentawai banyak menyimpan tradisi unik dan menarik untuk diulik lebih lanjut. Salah satunya adalah Silogui. Silogui merupakan anak panah beracun yang biasa dibawa oleh para lelaki Suku Mentawai yang sudah menginjak usia dewasa. Silogui dibawa ketika ada kegiatan berburu di hutan maupun ketika acara adat dilangsungkan.
Silogui yang dibawa oleh masyarakat Suku Mentawai berbeda – beda jenisnya. Tergantung dari jenis hewan yang akan diburu dalam perburuan di hutan. Dikutip dari Kompas pada Jumat (17/11), jenis anak panah yang digunakan untuk berburu monyet adalah silogui sikaligejat. Jenis anak panah ini terbuat dari batang ribung dan sudah diolesi dengan racun panah khas Mentawai. Batang anak panah terbuat dari osi, sejenis manau hutan. Sedangkan mata anak panah ada yang terbuat dari batang enau atau ribung yang disebut dengan soirat. Biasanya mata anak panah tersebut digunakan untuk berburu babi atau rusa. Tempat untuk menyimpan anak panah dinamakan bukbuk. Bukbuk terbuat dari bambu dan dilapisi pelepah sagu agar tidak mudah pecah. Tali penyandang bukbuk terbuat dari sabut kelapa yang dianyam, biasa disebut dengan robai.
Agar binatang yang diburu cepat mati, maka setiap anak panah harus diolesi dengan racun. Bahan – bahan yang digunakan untuk membuat racun ini juga dapat diperoleh di hutan – hutan. Sedangkan ketika membuatnya, si pembuat racun harus berpantang dan berpuasa. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pembuat racun harus mendedikasikan dirinya secara penuh untuk membuat racun tersebut. Tidak hanya peracik saja yang diwajibkan berpuasa, pemburu juga mendapatkan kewajiban yang sama sebelum melakukan perburuan. Aturan tersebut tidak boleh dilanggar agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan selama berburu.
Cara kerja anak panah ini dengan cara, ketika panah sudah menancap di tubuh hewan yang diburu, maka mata anak panah akan patah. Mulai dari sini racun akan mulai bekerja dan bereaksi terhadap tubuh binatang yang diburu. Bagi masyarakat Suku Mentawai, tengkorak hasil perburuan akan dipajang atau digantung pada abak manang, yakni sebuah tempat untuk menggantung atau memajang tengkorak binatang hasil perburuan. Posisinya menghadap ke luar rumah. Semakin banyak tengkorak yang dipajang, maka suatu kebanggaan bagi masyarakat Suku Mentawai.
(riz/riy)