5 Fakta Penting Putusan MK Soal Keterwakilan Perempuan di DPR, PKS Bilang “Bravo MK”

putusan
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Anggi Muliawati/detikcom)

FYPMedia.id – Langkah besar menuju kesetaraan politik perempuan akhirnya mendapat angin segar. Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan gugatan terkait keterwakilan perempuan dalam pembentukan dan pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) DPR RI.

Putusan ini menjadi tonggak baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia, menandai babak penting dalam perjuangan afirmasi gender di parlemen.

MK Wajibkan Ada Perempuan di Setiap AKD DPR

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis, 30 Oktober 2025, Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa MK mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh Koalisi Perempuan Indonesia, Perludem, dan Titi Anggraini.

MK menegaskan, mulai dari Komisi, Badan Musyawarah, Panitia Khusus, Badan Legislasi, Badan Anggaran, hingga Mahkamah Kehormatan Dewan, semua struktur alat kelengkapan DPR wajib memiliki anggota dan pimpinan perempuan.

“Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan perkara Nomor 169/PUU-XXII/2024 di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).

Putusan ini tak hanya simbolik. MK menilai kehadiran perempuan di setiap lini AKD akan membawa perspektif kesetaraan dan keadilan gender dalam setiap proses perumusan kebijakan publik.

Langkah tersebut diharapkan menjadi dorongan kuat bagi DPR untuk menata ulang sistem internalnya agar lebih inklusif dan berimbang secara gender.

Baca Juga: Tarif Transjakarta Naik Jadi Rp5.000–7.000 di 2025, DPRD Sebut Masih Wajar dan Strategis

DPR Diminta Segera Atur Mekanisme Distribusi Perempuan

Hakim Konstitusi Saldi Isra menegaskan, DPR memiliki tanggung jawab besar untuk menindaklanjuti keputusan MK ini secara konkret dan terukur.

Menurutnya, DPR dapat mengambil langkah-langkah afirmatif, mulai dari perubahan tata tertib internal hingga mekanisme distribusi anggota perempuan di berbagai komisi.

“DPR menerapkan aturan di tata tertib agar setiap fraksi menugaskan anggota perempuan dalam setiap AKD sesuai dengan kapasitasnya,” kata Saldi, Kamis (30/10/2025).

Ia menambahkan, setiap fraksi wajib memastikan setidaknya 30 persen dari perwakilan mereka di AKD adalah perempuan. 

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penumpukan anggota perempuan di satu komisi saja, seperti yang sering terjadi selama ini.

“Fraksi harus memperhatikan keseimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan di setiap komisi,” tegas Saldi.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu juga mengingatkan agar penempatan anggota perempuan tidak terbatas pada komisi yang dianggap ‘feminin’, seperti sosial, pemberdayaan anak, atau perlindungan perempuan.

Sebaliknya, perempuan juga harus mendapat ruang dalam komisi strategis seperti ekonomi, energi, hukum, pertahanan, hingga anggaran negara.

Evaluasi Rutin agar Keadilan Gender Terwujud Nyata

Untuk memastikan putusan MK benar-benar dijalankan, Saldi Isra menyarankan agar Badan Musyawarah (Bamus) DPR melakukan evaluasi berkala terhadap komposisi keanggotaan setiap AKD.

Evaluasi ini penting agar ketimpangan gender antar-fraksi dan antar-komisi tidak kembali terulang.

“Fakta menunjukkan adanya komisi yang minim perempuan, anggota perempuan ditempatkan terpusat pada komisi tertentu. Oleh karena itu, agar posisi AKD berimbang perlu dibuat mekanisme dan langkah konkret baik secara kelembagaan maupun politik,” jelas Saldi.

Langkah konkret yang dimaksud termasuk rotasi anggota perempuan secara berkala, serta pengawasan internal untuk memastikan bahwa kebijakan afirmatif benar-benar diterapkan, bukan sekadar formalitas.

PKS Sambut Positif Putusan MK: “Bravo MK!”

Putusan penting ini juga mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan politik, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut keputusan MK ini sebagai langkah maju dalam memperkuat kualitas pengambilan keputusan di DPR.

“Bagus. Keberadaan perempuan menyempurnakan pengambilan keputusan di tiap AKD. Plus pemilih juga separuhnya perempuan,” kata Mardani, dikutip dari detikcom, Sabtu (1/11/2025).

Menurutnya, peran perempuan dalam politik sudah terbukti signifikan dan kualitas kepemimpinan mereka tidak lagi bisa diragukan.

Ia menilai, dengan keputusan MK ini, DPR akan memiliki komposisi yang lebih adil, representatif, dan visioner.

“Kualitas perempuan saat ini setara bahkan beberapa melampaui kapasitas lelaki. Bravo MK,” ujarnya penuh apresiasi.

Baca Juga: 5 Fakta Penting DPR Batal Gelar Rapat Paripurna HUT ke-80, Ini Penjelasan Resmi

Mengapa Keterwakilan Perempuan di DPR Sangat Penting?

Kehadiran perempuan di parlemen bukan hanya soal angka atau kuota. Dalam konteks pembuatan kebijakan publik, perempuan membawa perspektif dan pengalaman hidup yang berbeda, khususnya terkait isu sosial, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan keluarga.

Namun, sayangnya, partisipasi perempuan dalam politik Indonesia masih di bawah target ideal 30 persen, meski pemilih perempuan selalu mendominasi setiap pemilu.

Menurut data KPU 2024, lebih dari 52% pemilih di Indonesia adalah perempuan, namun representasi perempuan di DPR baru mencapai 21,9%.

Dengan adanya putusan MK ini, peluang untuk meningkatkan keseimbangan representasi gender di parlemen terbuka semakin lebar.

Tantangan Implementasi: Dari Fraksi ke Realitas Politik

Meski keputusan MK disambut positif, tantangan besar masih menanti di lapangan. Implementasi aturan keterwakilan perempuan sangat bergantung pada kemauan politik tiap fraksi di DPR.

Penempatan anggota di AKD sepenuhnya ditentukan oleh fraksi partai, sehingga komitmen partai terhadap kesetaraan gender akan menjadi ujian utama.

Saldi Isra menekankan pentingnya kebijakan internal afirmatif di tingkat fraksi untuk memastikan keputusan MK tidak hanya berhenti di atas kertas.

Selain itu, keterbatasan jumlah anggota perempuan di DPR juga bisa menjadi kendala tersendiri. Karena itu, Saldi menyarankan agar setiap fraksi mengatur rotasi yang adil dan distribusi merata antar-komisi, agar semua bidang memiliki suara perempuan.

Efek Domino bagi Politik Nasional

Keputusan MK ini bukan hanya akan mengubah wajah parlemen, tetapi juga dapat memicu perubahan paradigma di partai politik dan pemerintahan daerah.

Jika keterwakilan perempuan di DPR mulai diterapkan secara konsisten, daerah dan lembaga lain akan terdorong mengikuti langkah yang sama.

Para pengamat menilai, langkah ini bisa menjadi momentum bagi generasi muda perempuan untuk berani terjun ke dunia politik.

Dengan dukungan afirmatif yang kuat, politik tidak lagi menjadi ruang eksklusif bagi laki-laki, melainkan wadah bagi semua yang memiliki kemampuan dan visi perubahan.