FYPMEDIA.ID – Di Indonesia mencatat, angka pernikahan di Indonesia turun drastis pada tahun 2023. Hanya ada 1,58 juta pernikahan, angka ini turun 7,51% dibandingkan pada tahun 2022 lalu. Angka pernikahan tersebut juga menjadi rekor terendah selama satu dekade terakhir. Padahal, sebelumnya pada 10 tahun belakangan angka pernikahan nasional mencapai rekor tertinggi, yaitu pada 2023 sebanyak 2,21 juta pernikahan. Kemudian, sejak tahun 2019 angka tersebut terus menurun. Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menyebut dari penurunan angka pernikahan tersebut dengan toxic people. Karena banyak yang menunda pernikahan, dan juga tingkat egoisme pada masyarakat Indonesia untuk tidak memiliki dan mengerti pasangan.
Hasto juga menjelaskan toxic people berkaitan dengan gangguan jiwa pada seseorang. Saat seseorang dihadapkan dengan perilaku tersebut, sulit untuk membentuk suatu komitmen yang sehat untuk membangun sebuah keluarga. “Toxic people banyak mental emotional, orang yang toxic ini orang yang membosankan, biasanya orang toxic ketemu orang yang waras menjadi toxic semua, kalau menikah akan menjadi toxic relationship, dan toxic friendship.” Ucapnya.
Pernikahan adalah sebuah hal yang telah lama dihormati dalam budaya global, sering dibuat dalam media, film, dan cerita-cerita romantis. Namun, di era media sosial saat ini, kita mulai melihat gambaran yang lebih realistis tentang pernikahan. Konten-konten di media sosial tentang pengalaman pernikahan yang tidak selalu bahagia telah membuka mata dan pikiran banyak orang, terdapat banyak pandangan masyarakat yang lebih terbuka tentang pernikahan.
Penggunaan media sosial telah memberikan platform bagi individu untuk berbagi pengalaman pernikahan mereka, baik yang penuh sukacita maupun tantangan. Konten-konten yang menceritakan tentang persoalan finansial, perselingkuhan, hubungan dengan mertua, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), telah terpapar di media sosial. Sebagai hasilnya, pandangan orang terhadap pernikahan pun menjadi lebih realistis dan terbuka.
Salah satu fenomena yang muncul adalah peningkatan kesadaran akan beragam masalah yang dapat muncul dalam pernikahan. Sebelumnya, banyak orang mungkin hanya terpapar pada gambaran idealis tentang pernikahan. Namun, daru media sosial saat ini, mereka sekarang dapat melihat bahwa pernikahan bukanlah selalu tentang romansa saja, tetapi juga akan menghadapi banyaknya konflik dalam rumah tangga, kompromi, dan perjuangan finansial.
Hal ini telah mengubah pandangan masyarakat terhadap realitas pernikahan, menyadarkan bahwa setiap hubungan memiliki tantangan tersendiri. Selain itu, konten-konten pernikahan di media sosial juga telah membuka ruang diskusi yang lebih terbuka tentang topik-tabu dalam pernikahan. Misalnya, banyak konten yang menceritakan tentang persoalan perselingkuhan atau hubungan yang rumit dengan mertua, yang sebelumnya mungkin dianggap sebagai hal yang tidak pantas untuk dibicarakan secara terbuka. Namun, melalui media sosial saat ini, orang-orang sekarang memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka dan saling mendengar cerita orang lain, yang pada akhirnya membantu dan mengurangi stigma dan membuat orang lebih nyaman untuk membicarakan masalah-masalah yang sebenarnya ada dalam pernikahan.
Kemudian, pengaruh media sosial juga telah memicu pergeseran dalam ekspektasi terhadap pernikahan. Banyak orang mulai menyadari bahwa pernikahan tidak selalu harus mengikuti skenario tradisional yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Sekarang mereka lebih terbuka terhadap berbagai model pernikahan, termasuk pola hubungan yang tidak konvensional atau pilihan untuk tidak menikah sama sekali. Hal ini mencerminkan evolusi pikiran yang lebih inklusif dan menerima perbedaan dalam konsep pernikahan.
Dalam kesimpulannya, konten-konten pernikahan di media sosial telah memainkan peran penting dalam mengubah pandangan masyarakat terhadap pernikahan. Mereka telah membantu menghadirkan realitas yang lebih jujur dan terbuka tentang kompleksitas pernikahan, serta memungkinkan orang untuk lebih memahami dan merangkul berbagai tantangan yang mungkin muncul dalam hubungan tersebut. Dengan demikian, media sosial telah membantu membentuk narasi pernikahan yang lebih realistis dan mendukung kesadaran akan keragaman pengalaman pernikahan di masyarakat.