Sejak abad ke-7, Islam telah mengakui hak asasi manusia (HAM) sebagai bagian integral dari ajaran agamanya. Seiring waktu, konsep ini terus berkembang dan membentuk landasan moral bagi umat Islam. Dalam konteks darah, harta, dan martabat, Islam memberikan pandangan unik terhadap hak-hak ini.
Sejarah deklarasi HAM dimulai pada abad ke-13 dengan konsep tanah sebagai hak rakyat yang diberikan oleh Raja Inggris. Namun, Islam telah mencakup konsep ini sejak abad ke-7, ketika Nabi Muhammad menyampaikan prinsip-prinsip HAM dalam Alquran dan hadis. Salah satu titik puncaknya adalah pada Idul Adha, di mana penyembelihan kurban menjadi pernyataan luar biasa tentang kesucian darah, harta, dan martabat manusia.
Ustadz Faried Saenong dalam kajian Islam di 91,2 FM Pro1 RRI Jakarta menjelaskan bahwa dalam Islam, darah dianggap suci, dan tumpahnya darah manusia merupakan pelanggaran berat terhadap HAM. Melukai atau membunuh manusia dianggap sebagai perbuatan yang sangat serius, dengan ancaman hukuman yang besar di akhirat.
“Harta juga menjadi fokus utama dalam pandangan HAM Islam,” kata Ustadz Faried.
Larangan mencuri, merampok, atau mengambil hak orang lain terhadap propertinya menjadi bagian dari ajaran agama. Islam menekankan perlunya menghormati hak kepemilikan dan melarang eksploitasi sumber daya alam yang merugikan masyarakat.
Dalam konteks martabat, Islam mengajarkan agar manusia tidak menghina, mencela, atau merendahkan martabat sesama. Perilaku zalim terhadap martabat manusia dianggap sebagai pelanggaran HAM yang serius.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyebutkan bahwa mengutuk, mencela, dan berbuat zalim terhadap sesama merupakan perbuatan yang dilarang dan mendapatkan hukuman. Dalam situasi konflik kepemilikan tanah, Islam menegaskan perlunya adanya keadilan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menunjukkan bahwa hakim harus adil dan tidak mengambil tanah secara zalim. Dalam pengadilan, hanya bukti-bukti yang jelas dan sesuai yang dapat diterima sebagai dasar keputusan.
Ketiga aspek ini, darah, harta, dan martabat, menjadi dasar pijakan Islam terhadap HAM. Pemerintah dan individu diingatkan ustadz Faried Saenong untuk menghormati hak asasi manusia ini, baik secara pribadi maupun struktural. Pelanggaran HAM dianggap sebagai zalim dan mendapatkan hukuman yang sesuai, baik di dunia maupun di akhirat.