FYPMEDIA.ID – Ketegangan di wilayah Timur Tengah masih terus terjadi, dengan peristiwa tragis yang terjadi di Lebanon pada Selasa (17/9) dan Rabu (18/9). Ledakan yang bersumber dari perangkat pager dan walkie-talkie mengguncang Lebanon, dimulai di ibu kota Beirut sebelum menjalar ke beberapa daerah lain di negara tersebut. Rangkaian ledakan ini telah mengakibatkan ribuan korban. Sebanyak 37 orang dilaporkan tewas, sementara hampir 3.000 orang lainnya mengalami luka-luka, mulai dari luka ringan hingga cedera berat. Kejadian ini telah menambah ketegangan di wilayah yang sudah rentan terhadap konflik.
Menteri Kesehatan Lebanon, Firass Abiad, memberikan keterangan resmi terkait insiden ini. Ia menyatakan bahwa di antara para korban tewas terdapat anak-anak. Dua anak yang menjadi korban ledakan ini adalah seorang anak perempuan berusia 8 tahun dan seorang anak laki-laki berusia 11 tahun. Selain itu, empat petugas kesehatan Lebanon juga kehilangan nyawa saat menjalankan tugas mereka, menunjukkan betapa tragisnya dampak dari ledakan ini tidak hanya bagi warga sipil tetapi juga para profesional yang berada di garis depan.
Ledakan awal bersumber dari pager yang sebagian dimiliki oleh pasukan Hizbullah. Kemudian pada Selasa (17/9) sekitar pukul 15:45 waktu setempat terjadi ledakan yang berlangsung selama satu jam di sejumlah wilayah Lebanon, mulai dari wilayah Dahiyeh (Beirut Selatan) hingga lembah Bekaa. Wilah-wilayah tersebut memang merupakan wilayah yang berada di bawah kendali langsung oleh pasukan Hizbullah.
Sebagian besar dari 12 korban yang tewas akibat ledakan pager ini merupakan anggota pasukan Hizbullah. Sedangkan korban lainnya ialah warga sipil, termasuk anak-anak. Sebanyak 2.323 orang lainnya mengalami luka-luka. Bahkan ledakan ini juga turut menimpa Duta Besar Iran untuk Lebanon. Atas insiden tersebut, Mojtaba Amini harus kehilangan satu matanya.
Ledakan kedua terjadi pada keesokan harinya, yaitu Rabu (18/9) pukul 17.00 waktu setempat yang bersumber dari walkie-talkie. Insiden ini terjadi di pinggiran selatan Beirut, Lembah Bekaa, dan Lebanon Selatan yang bersumber dari beberapa walkie-talkie yang digunakan oleh anggota pasukan Hizbullah. Kejadian ini terjadi ketika proses pemakaman 12 korban tewas akibat ledakan yang bersumber dari pager. Atas insiden ini, Firass Abiad melaporkan jumlah korban sebanyak 25 orang tewas dan 608 lainnya mengalami luka-luka. Setidaknya kebanyakan dari korban yang terluka harus kehilangan satu matanya dan beberapa kehilangan satu tangan serta kerusakan di wajah dan otak.
Atas kedua insiden ledakan tersebut, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah menduga Israel menjadi dalang di balik rangkaian peristiwa tersebut, sebagai bentuk deklarasi perang. Hingga saat ini masih belum ada tanggapan langsung dari militer Israel. Hanya saja Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyebut peristiwa tersebut sebagai “era baru” dalam perang yang dilakukan negaranya.
“IDF membawa prestasi luar biasa, bersama dengan Shin Bet, bersama dengan Mossad, semua badan dan semua kerangka kerja dan hasilnya adalah hasil yang sangat mengesankan,” kata Gallant saat berkunjung ke pangkalan Angkatan Udara Ramat-David di Israel utara, Rabu (18/9), dikutip dari CNN.
Pager dan walkie-talkie menjadi biang keladi
Meskipun begitu, baik pager maupun walkie-talkie, yang menjadi sumber ledakan berasal dari Asia dan membantah bahwa terlibat langsung dengan peristiwa tersebut.
Diketahui pager yang digunakan oleh pasukan Hizbullah dipesan dari Gold Apollo asal Taiwan. Mengetahui hal tersebut, perusahaan Gold Apollo langsung membantahnya dan mengemukakan bahwa pager tersebut dibuat oleh perusahaan BAC yang berlokasikan di Budapest dan memang perusahaan tersebut memiliki lisensi untuk menggunakan merek perusahaan Gold Apollo. Akan tetapi, otoritas Budapest menyatakan bahwa BAC tidak memiliki lokasi produksi di Hungaria dan hanya sebagai perantara perdagangan saja.
Sama halnya dengan perusahaan ICOM yang berbasis di Osaka, Jepang juga mengklaim bahwa walkie-talkie yang meledak di Lebanon dengan logo ICOM bukanlah produk mereka yang sebenarnya. Lantaran pihaknya mengaku sudah tidak memproduksi atau mengekspor ICOM IC-V82 ataupun baterai untuk mengoperasikannya.
“IC-V82 adalah radio genggam yang diproduksi dan diekspor, termasuk ke Timur Tengah, dari tahun 2004 hingga Oktober 2014. Produk itu dihentikan produksinya sekitar 10 tahun lalu. Sejak itu, produk itu tidak pernah lagi dikirim dari perusahaan kami,” kata ICOM, dikutip dari BBC.