FYP
Media
Memuat Halaman...
0%
Israel Sahkan Tahap Awal RUU Hukuman Mati bagi Tahanan Palestina, 39 Anggota Dukung Langkah Kontroversial Ini

News

Israel Sahkan Tahap Awal RUU Hukuman Mati bagi Tahanan Palestina, 39 Anggota Dukung Langkah Kontroversial Ini

Writer: Raodatul - Rabu, 12 November 2025

Israel Sahkan Tahap Awal RUU Hukuman Mati bagi Tahanan Palestina, 39 Anggota Dukung Langkah Kontroversial Ini

FYPMedia.id  — Parlemen Israel atau Knesset resmi meloloskan pembacaan pertama Rancangan Undang-Undang (RUU) hukuman mati yang menyasar warga Palestina yang ditahan dan dituduh melakukan serangan terhadap warga Israel.

RUU yang diajukan oleh Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, dari partai sayap kanan Jewish Power, menandai salah satu langkah paling kontroversial dalam sejarah hukum Israel modern. 

Dengan 39 suara setuju dan 16 menolak dari total 120 anggota parlemen, rancangan ini mendapatkan dukungan kuat dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Langkah ini disebut-sebut sebagai “momen historis” oleh kelompok ultranasionalis, namun menuai kecaman keras dari komunitas internasional, termasuk dari Amnesty International dan pemerintah Palestina, yang menilai kebijakan ini sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap hukum internasional.

RUU Hukuman Mati untuk “Teroris Palestina”

Dikutip dari Al Jazeera, Rabu (12/11/2025), amandemen tersebut bertujuan menerapkan hukuman mati kepada siapa pun yang membunuh warga Israel dengan motif rasis atau kebencian terhadap negara Israel dan kaum Yahudi.

Media lokal The Times of Israel menjelaskan bahwa hukuman mati hanya akan diberlakukan untuk pelaku pembunuhan warga Israel, dan bukan kepada warga Israel yang melakukan kekerasan terhadap warga Palestina. Hal inilah yang memicu tudingan kebijakan diskriminatif dan rasis.

“Tidak ada yang ditutup-tutupi; mayoritas dari 39 anggota Knesset Israel menyetujui dalam pembacaan pertama sebuah RUU yang secara efektif mengamanatkan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati secara eksklusif kepada warga Palestina,” kata Erika Guevara Rosas, Direktur Senior Amnesty International untuk penelitian, advokasi, dan kampanye.

Guevara menegaskan bahwa langkah ini melanggar prinsip dasar hak asasi manusia (HAM).

“Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan dalam keadaan apa pun, apalagi dijadikan senjata sebagai alat diskriminasi yang terang-terangan untuk pembunuhan, dominasi, dan penindasan yang disahkan negara,” tambahnya.

Baca Juga: 13 Armada Global Sumud Flotilla Dicegat Israel, Greta Thunberg Cs Ditahan Saat Bawa Bantuan ke Gaza

Latar Belakang Politik dan Ideologis RUU

RUU hukuman mati bagi tahanan Palestina sebenarnya bukan hal baru di Israel. Upaya serupa sudah pernah diajukan sejak beberapa dekade lalu, namun selalu gagal mencapai tahap akhir karena kuatnya penolakan dari berbagai kalangan, baik dari partai moderat Israel maupun lembaga internasional.

Namun, kali ini situasinya berbeda. Pemerintahan Netanyahu saat ini merupakan koalisi paling sayap kanan dalam sejarah Israel, dengan sejumlah menteri seperti Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich yang dikenal berideologi ekstrem nasionalis dan anti-Palestina.

Ben-Gvir, dalam pernyataannya setelah pemungutan suara, mengaku bangga karena partainya “menciptakan sejarah” dengan berhasil membawa RUU itu ke tahap legislatif.

“Kami sedang menciptakan sejarah. Ini adalah langkah penting untuk memastikan para teroris membayar harga tertinggi atas kejahatan mereka,” ujar Ben-Gvir.

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini akan menjadi “pesan tegas bagi siapa pun yang berani menyerang warga Israel.”

Perdebatan Panas di Knesset: Hampir Baku Hantam

Sesi pemungutan suara pada Senin malam (10/11/2025) berlangsung panas. Menurut laporan KAN News, perdebatan sengit terjadi antara Menteri Ben-Gvir dan Ayman Odeh, anggota parlemen Arab-Israel dari blok oposisi.

Keduanya nyaris terlibat baku hantam di ruang sidang, setelah Odeh menuduh Ben-Gvir memanfaatkan isu terorisme untuk mengesahkan undang-undang “rasis dan tidak manusiawi”.

“Anda ingin menjadikan kematian sebagai alat politik! Ini bukan tentang keadilan, tapi tentang kebencian!” teriak Odeh dalam sidang yang disiarkan langsung di televisi nasional Israel.

Meski sempat ditenangkan oleh ketua sidang, insiden itu menunjukkan kedalaman polarisasi politik di Israel saat ini, terutama terkait isu Palestina dan kebijakan keamanan nasional.

Baca Juga: ARMY Galang Dana 1M untuk Palestina, Tapi Idolnya Posting Kentang McD di Sosial Media

Kritik dari Dunia Internasional dan Organisasi HAM

RUU hukuman mati ini sontak memicu gelombang kritik global. Amnesty International menjadi salah satu pihak pertama yang mengecam keputusan parlemen Israel.

“Ini adalah langkah mundur yang berbahaya dan dramatis serta merupakan hasil dari impunitas yang berkelanjutan terhadap sistem apartheid Israel dan genosidanya di Gaza,” ujar Erika Guevara Rosas dalam pernyataannya.

Organisasi HAM internasional menilai, RUU ini tidak hanya mengesahkan diskriminasi hukum secara sistematis, tetapi juga berpotensi memperparah ketegangan politik dan etnis di kawasan.

Hukuman mati sendiri hingga kini tidak pernah diterapkan di Israel sejak 1962, kecuali terhadap Adolf Eichmann, arsitek Holocaust Nazi Jerman. 

Karenanya, banyak pihak menilai kebijakan baru ini sebagai “kemunduran moral” dan “penghianatan terhadap nilai-nilai demokrasi.”

Reaksi Palestina: “Wajah Fasis Israel Terungkap”

Dari pihak Palestina, reaksi keras datang dari Hamas dan Kementerian Luar Negeri Palestina.

Dalam pernyataannya, Hamas menyebut RUU tersebut sebagai “bukti nyata wajah fasis dan brutal rezim Zionis.”

Menanggapi hasil pemungutan suara parlemen, Hamas mengatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut "mewakili wajah fasis yang buruk dari pendudukan Zionis yang brutal dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional".

Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina menyebut rancangan undang-undang tersebut sebagai "bentuk baru eskalasi ekstremisme dan kriminalitas Israel terhadap rakyat Palestina".

Menurut mereka, langkah ini memperjelas bahwa pemerintah Israel tidak lagi beroperasi di bawah hukum internasional, melainkan dengan logika supremasi rasial dan pembalasan tanpa batas.

Tahapan Legislasi Selanjutnya

Meski telah lolos pembacaan pertama, RUU hukuman mati ini belum resmi menjadi undang-undang. Berdasarkan prosedur parlemen Israel, rancangan tersebut harus melalui pembacaan kedua dan ketiga, yang dijadwalkan dalam beberapa bulan ke depan.

Sebelum itu, rancangan akan dirujuk ke komite hukum dan keamanan nasional Knesset untuk dibahas secara rinci, termasuk menyangkut mekanisme penerapan hukuman mati, yurisdiksi pengadilan, dan batasan kasus yang termasuk kategori “teroris.”

Banyak pengamat menilai, dengan dukungan kuat dari koalisi pemerintahan Netanyahu dan partai ultranasionalis, kemungkinan besar RUU ini akan lolos hingga tahap akhir, meskipun akan terus mendapat penolakan keras dari oposisi dan dunia internasional.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait.

Mau Diskusi Project Baru?

Contact Us