FypMedia.id – Gunung Kareumbi di Kabupaten Sumedang bukan hanya menyimpan panorama alam yang indah, tetapi juga kisah yang sarat dengan mitos.
Salah satu yang paling dipercaya masyarakat setempat adalah keyakinan bahwa munculnya kepulan asap di gunung ini menjadi pertanda akan segera datangnya musim hujan.
Meski terdengar sederhana, kepercayaan ini telah lama hidup di tengah masyarakat. Seperti banyak mitos lokal lainnya, ia hadir sebagai bentuk pengetahuan tradisional yang diwariskan turun-temurun.
Namun, di balik cerita yang terkesan mistis, ada realitas lain yang perlu dicermati: asap di gunung bisa berarti potensi kebakaran hutan.
Asap yang Dipercaya Sebagai Tanda Hujan
Depi Apriatna, warga Desa Pasirnanjung, Kecamatan Cimanggung, mengaku sempat melihat kepulan asap di Gunung Kareumbi pada akhir Agustus 2025. Bagi sebagian masyarakat, momen itu langsung dikaitkan dengan tanda bahwa musim hujan akan segera tiba.
“Bukan cuma saya, banyak warga di sini yang tahu mitos itu. Begitu lihat asap di gunung, langsung terbayang sebentar lagi hujan akan turun,” ungkap Depi.
Menurut Depi, mitos ini sesungguhnya merupakan bentuk respons masyarakat dalam membaca alam. Orang-orang di kaki gunung mencoba memahami fenomena sekitar dan menghubungkannya dengan pengalaman hidup mereka.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa asap yang terlihat tetaplah sebuah peringatan. Bisa jadi sumbernya adalah api akibat gesekan ranting kering, atau bahkan ulah manusia.
Baca Juga: Gunung Everest: Fakta Menarik dan Sejarah Sang Atap Dunia
Antara Kepercayaan dan Ancaman Kebakaran
Walaupun mitos memberi nuansa mistis, masyarakat sekitar sadar benar bahwa asap di gunung tidak bisa dianggap remeh. Kebakaran hutan di Gunung Kareumbi sudah beberapa kali terjadi, dengan kasus besar terakhir pada 2019.
Dalam situasi seperti itu, warga lah yang menjadi garda terdepan sebelum bantuan dari pemerintah, TNI, Polri, dan relawan tiba.
Warga di Desa Pasirnanjung, khususnya di Blok Pangkalan, bergerak cepat karena hutan adalah sumber kehidupan mereka.
Dari sanalah air bersih berasal, dan dari rerumputan serta dedaunan di hutan, ternak mereka mendapat makan. Jika hutan hangus, mereka bukan hanya kehilangan pakan ternak, tetapi juga akses terhadap sumber air.
“Mitos ya mitos. Tapi kalau sampai ada kebakaran, warga pasti turun tangan pertama untuk memadamkannya,” tegas Depi.
Warisan Pengetahuan Lokal
Fenomena seperti ini menunjukkan bagaimana pengetahuan lokal bekerja. Alih-alih hanya melihat asap sebagai gejala alam biasa, masyarakat memberi makna lebih melalui cerita. Bagi mereka, asap menjadi simbol keterhubungan antara manusia, alam, dan siklus musim.
Namun, di era modern, pengetahuan lokal ini sebaiknya tidak hanya dipahami sebagai ramalan, melainkan sebagai bentuk kearifan yang bisa melengkapi pengetahuan ilmiah.
Dengan begitu, mitos bisa tetap hidup tanpa mengabaikan kewaspadaan terhadap bahaya nyata, yakni kebakaran hutan.
Mitos Serupa di Gunung Guntur
Menariknya, mitos asap bukan hanya milik Gunung Kareumbi. Di Kabupaten Garut, masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Guntur juga memegang kepercayaan serupa. Setiap kali melihat asap mengepul, mereka meyakini hujan akan segera tiba.
Kepercayaan ini semakin memperlihatkan bagaimana masyarakat pegunungan di Jawa Barat mengaitkan fenomena asap dengan perubahan musim.
Meski berbeda lokasi, pola pikirnya sama: asap adalah tanda alam yang memberi isyarat tentang siklus hujan.
Namun, lagi-lagi, perlu dicatat bahwa asap yang terlihat bisa berarti potensi kebakaran. Karena itu, mitos ini sebaiknya dipandang secara bijak: sebagai warisan budaya yang memperkaya, sekaligus pengingat untuk selalu siaga terhadap bahaya kebakaran hutan.
Baca Juga: 4 Alasan Porsi Nasi Padang Bungkus Lebih Banyak dan Lebih Menggugah Selera
Menjaga Hutan, Menjaga Kehidupan
Kehidupan masyarakat di kaki Gunung Kareumbi sangat bergantung pada kelestarian hutan. Mereka sadar, ketika hutan rusak, dampaknya langsung terasa.
Air berkurang, pakan ternak menipis, dan ancaman bencana lingkungan semakin nyata. Karena itu, selain percaya pada mitos, mereka juga berperan aktif dalam menjaga hutan dari kebakaran.
Peran masyarakat lokal inilah yang sering kali menjadi penyelamat utama ekosistem gunung. Respons cepat mereka bukan hanya karena kedekatan geografis, tetapi juga karena keterikatan emosional dan ekonomi dengan alam.
Mitos asap di Gunung Kareumbi adalah potret bagaimana masyarakat memaknai fenomena alam melalui kacamata budaya.
Keyakinan bahwa asap menandakan datangnya hujan masih bertahan hingga kini, meski realitas menunjukkan asap juga bisa berarti bahaya kebakaran.
Kisah ini sekaligus menjadi pengingat bahwa pengetahuan lokal tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Ia adalah cara mereka membaca alam, meski tidak selalu sejalan dengan sains modern.
Pada akhirnya, entah dianggap pertanda ajaib atau sinyal bahaya, kepulan asap di gunung mengajarkan satu hal penting: menjaga hutan adalah menjaga keberlangsungan hidup bersama.