Pledoi Kuat Fariz RM Lawan Tuntutan 6 Tahun Penjara Kasus Narkoba, Apa Faktanya?

Pledoi Kuat Fariz RM Lawan Tuntutan 6 Tahun Penjara Kasus Narkoba

FYP Media.ID – 1. Sidang Pembacaan Pledoi Fariz RM: Momen Krusial di PN Jakarta Selatan

Sidang kasus narkoba yang menyeret nama musisi legendaris Fariz RM kembali digelar pada hari Senin, 11 Agustus 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agenda kali ini sangat penting: pembacaan pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan 6 tahun penjara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pledoi ini menjadi sorotan publik karena menghadirkan argumen hukum yang kuat dan mengungkap fakta-fakta penting yang selama ini kurang mendapat perhatian.

2. Argumen Kuasa Hukum: Fariz RM Bukan Bos Kartel Narkoba

Tim penasihat hukum Fariz RM yang diketuai oleh Deolipa Yumara menyoroti tuduhan yang seolah menyamakan kliennya dengan pengedar narkoba skala besar atau bos kartel. Padahal, barang bukti yang ditemukan di tangan Fariz RM hanya berupa sabu dan ganja kurang dari 1 gram, yang diakui untuk keperluan konsumsi pribadi.

Dalam pembelaannya, Deolipa menyampaikan, “Hukum sering kali tajam membelah rambut, tapi tumpul membedakan antara pengedar dan pencandu, antara penjahat dan manusia yang minta tolong.” Kalimat ini menjadi power statement yang menyentuh aspek kemanusiaan dalam kasus narkoba.

Musisi yang telah dikenal luas melalui karya-karyanya itu juga disebut telah berjuang selama bertahun-tahun untuk keluar dari jerat kecanduan. Namun, sistem hukum dinilai lebih cepat menghukum daripada memulihkan.

3. Fakta Persidangan: Konsumsi Pribadi, Bukan Peredaran Gelap

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan, kuasa hukum menyatakan bahwa Fariz RM jujur dan konsisten mengakui dirinya adalah pencandu narkotika selama lebih dari 30 tahun.

Tim penasihat hukum juga menegaskan tidak pernah ditemukan bukti transaksi jual beli narkotika, baik berupa uang, catatan penjualan, komunikasi, maupun keterangan saksi yang mendukung tuduhan pengedaran.

Poin ini menjadi landasan utama pledoi yang menyatakan bahwa Fariz RM tidak pantas dikenakan pasal pengedaran narkotika, melainkan pasal terkait penggunaan atau pencanduan.

4. Analisis Hukum: Pasal 127 Ayat (1) vs Pasal 111 dan 112 UU Narkotika

Kuasa hukum menilai unsur perbuatan pengedar sebagaimana diatur dalam Pasal 111 dan Pasal 112 UU Narkotika tidak terpenuhi dalam kasus Fariz RM.

Sebaliknya, tindakan yang dilakukan terdakwa lebih tepat dikualifikasikan dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a, yang mengatur tentang pengguna atau pencandu narkotika untuk diri sendiri yang wajib direhabilitasi, bukan dihukum penjara.

Dengan argumentasi ini, mereka menegaskan negara berkewajiban memberikan akses rehabilitasi kepada Fariz RM sebagai pencandu, bukan menjatuhkan hukuman pidana berat.

5. Pledoi Mengandung Power Words: Keadilan, Rehabilitasi, dan Kemanusiaan

Pledoi yang dibacakan oleh Deolipa Yumara bukan hanya berisi argumen teknis hukum, tetapi juga mengandung unsur emosional yang kuat.

Frasa seperti “manusia yang minta tolong”, “berjuang lepas dari kecanduan”, dan “sistem yang lebih cepat menghukum daripada memulihkan” menjadi power words yang menggugah rasa keadilan dan empati dari majelis hakim dan publik.

Pledoi ini menjadi simbol perlawanan terhadap sistem hukum yang kerap lebih menitikberatkan pada sanksi daripada upaya pemulihan korban narkoba.

6. Permohonan Penerimaan Pledoi: Tolak Tuntutan 6 Tahun Penjara

Di akhir pembelaannya, tim kuasa hukum secara tegas memohon agar majelis hakim menerima pledoi dan menolak surat dakwaan JPU yang telah teregister dengan nomor perkara: REG PERK. NO. PDM-104/JKTSL/Enz.2/05/2025.

“Menyatakan terdakwa Fariz Roestam Moenaf Alias Fariz RM tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” ucap Deolipa Yumara.

Permohonan ini menjadi harapan terakhir untuk mengubah nasib Fariz RM di persidangan, dari ancaman hukuman berat menuju peluang rehabilitasi.

7. Pentingnya Kasus Fariz RM: Refleksi Sistem Hukum dan Perlakuan Terhadap Pencandu

Kasus Fariz RM tidak hanya menarik perhatian publik sebagai perkara hukum, tetapi juga menjadi cermin bagi sistem peradilan pidana narkotika di Indonesia.

Apakah hukum sudah berpihak kepada keadilan yang manusiawi? Ataukah sistem masih terlalu kaku dan berat sebelah dalam memandang pencandu sebagai pelaku kejahatan biasa yang harus dihukum penjara?

Pledoi ini membuka diskusi penting tentang perlunya reformasi hukum dan kebijakan narkotika yang memberikan ruang lebih besar untuk rehabilitasi dan pemulihan, bukan sekadar penegakan sanksi pidana.

8. Kesimpulan dan Harapan

Sidang pembacaan pledoi Fariz RM menampilkan argumen hukum dan kemanusiaan yang kuat, menantang tuntutan hukuman penjara 6 tahun dari JPU.

Jika majelis hakim mengabulkan pledoi ini, bukan hanya menjadi kemenangan hukum bagi Fariz RM, tapi juga membuka jalan bagi penanganan yang lebih manusiawi bagi pencandu narkoba di Indonesia melalui program rehabilitasi.

Kasus ini akan terus menjadi perhatian publik dan pengamat hukum, sebagai ujian nyata keadilan di tanah air.