FYPMedia.ID – Pada 13 November 2024, sebuah kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan online, terutama sektor bimbingan belajar digital. Chegg, salah satu perusahaan bimbingan online terkemuka, dinyatakan bangkrut setelah mengalami kerugian besar yang disebabkan oleh kemajuan teknologi kecerdasan buatan, khususnya ChatGPT. Kejadian ini menjadi perhatian utama, karena menggambarkan bagaimana cepatnya teknologi berkembang dan menggantikan model bisnis yang sebelumnya dominan.
Chegg, yang didirikan pada 2005, awalnya dikenal sebagai platform penyedia buku teks sewaan dan materi belajar bagi mahasiswa di Amerika Serikat. Seiring waktu, Chegg berkembang dengan menawarkan berbagai layanan pendidikan, seperti bimbingan online, pengerjaan soal, dan referensi akademik. Perusahaan ini sukses meraih popularitas di kalangan pelajar dan mahasiswa, terutama di negara-negara dengan sistem pendidikan tinggi yang kompetitif.
Namun, pada tahun 2020-an, Chegg mulai menghadapi persaingan yang semakin ketat, terutama dengan hadirnya berbagai platform berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mulai menawarkan solusi serupa dengan biaya yang lebih terjangkau dan efisien. Salah satu teknologi yang menjadi ancaman besar bagi Chegg adalah ChatGPT.
ChatGPT, sebuah model bahasa buatan yang dikembangkan oleh OpenAI, memiliki kemampuan luar biasa dalam memahami dan menghasilkan teks secara otomatis. Teknologi ini tidak hanya dapat digunakan untuk menghasilkan artikel, menjawab pertanyaan, atau membantu dalam penerjemahan bahasa, tetapi juga sangat mumpuni dalam memberikan penjelasan terhadap soal-soal akademis yang kompleks.
Baca Juga: Wajib Membaca 15-30 Menit Sebelum Belajar: Usul Anggota DPR – FYP Media
Keunggulan utama dari ChatGPT adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan pengguna dalam format yang sangat personal dan adaptif. ChatGPT dapat digunakan kapan saja dan di mana saja tanpa batasan waktu atau tempat, menjadikannya lebih fleksibel dan efisien dibandingkan dengan bimbingan konvensional yang mengharuskan interaksi langsung dengan pengajar atau tutor.
Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk menggunakan ChatGPT jauh lebih murah daripada langganan platform bimbingan online. Hal ini membuat ChatGPT semakin menarik bagi pelajar yang mencari cara cepat dan ekonomis untuk memahami materi pelajaran.
Chegg pada akhirnya tidak mampu bertahan dalam menghadapi gelombang perubahan ini. Model bisnis yang mengandalkan bimbingan berbasis manusia dan akses ke berbagai materi belajar dengan biaya berlangganan bulanan ternyata tidak dapat bersaing dengan kecanggihan AI yang dapat memberikan solusi instan dengan biaya lebih rendah.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan Chegg adalah ketidakmampuannya untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi. Meskipun Chegg sempat mencoba untuk mengintegrasikan AI ke dalam layanannya, namun pengembangan ini terlambat dan tidak cukup untuk mengimbangi kemampuan ChatGPT yang berkembang pesat. Di sisi lain, konsumen semakin memilih menggunakan ChatGPT karena lebih efisien dan dapat diakses tanpa biaya langganan yang tinggi.
Chegg juga mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena banyak pelanggan yang beralih ke ChatGPT atau platform bimbingan online lain yang lebih murah. Selain itu, perusahaan juga gagal melakukan inovasi yang memadai untuk mempertahankan posisinya di pasar. Keputusan-keputusan manajerial yang kurang tepat dalam menghadapi persaingan teknologi AI menyebabkan kepercayaan investor dan pelanggan menurun, yang akhirnya berujung pada kebangkrutan.
Kebangkrutan Chegg merupakan pelajaran berharga bagi perusahaan-perusahaan lainnya yang bergerak di sektor teknologi pendidikan. Perubahan yang terjadi dengan begitu cepat, terutama terkait perkembangan kecerdasan buatan, menuntut perusahaan untuk selalu inovatif dan adaptif agar tetap relevan di pasar.
Bagi para pelajar, perkembangan ini menunjukkan bahwa mereka kini memiliki lebih banyak pilihan untuk belajar dengan cara yang lebih fleksibel dan terjangkau. Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan pendidikan berbasis manusia dan bagaimana teknologi dapat menggantikan peran pengajar tradisional.
Di sisi lain, kecanggihan teknologi AI seperti ChatGPT menawarkan potensi besar dalam dunia pendidikan, namun juga mengharuskan kita untuk memikirkan ulang tentang pentingnya interaksi manusia dalam proses pembelajaran yang tidak hanya berbasis pengetahuan, tetapi juga pengembangan karakter dan keterampilan sosial.
Chegg yang sempat menjadi pemain utama di dunia bimbingan online akhirnya mengalami kebangkrutan setelah teknologi kecerdasan buatan, terutama ChatGPT, menggeser peranannya. Ini membuktikan bahwa dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh teknologi, perusahaan-perusahaan harus mampu beradaptasi dengan cepat atau siap menghadapi dampak negatifnya. Ke depan, kita mungkin akan melihat lebih banyak perubahan besar dalam industri pendidikan seiring dengan terus berkembangnya AI.