Rekor! 10.804 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit Akibat Gelombang Panas Jepang 2025

Rekor! 10.804 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit Akibat Gelombang Panas Jepang 2025

FYP Media.ID – Gelombang panas ekstrem melanda Jepang pada Juli 2025, memecahkan rekor dengan lebih dari 10 ribu orang dilarikan ke rumah sakit hanya dalam waktu 7 hari. Fenomena ini bukan hanya menciptakan kekhawatiran nasional, tetapi juga memperkuat status gelombang panas sebagai ancaman kesehatan serius di negara maju seperti Jepang.

Menurut data resmi Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Jepang, sejak tanggal 21 hingga 27 Juli 2025, total 10.804 pasien dilaporkan mengalami gejala serius akibat sengatan panas (heatstroke), kelelahan akibat panas, dan komplikasi cuaca ekstrem lainnya. Dari jumlah tersebut, 16 orang meninggal dunia, menjadikan minggu itu sebagai minggu terburuk terkait heatwave sepanjang 2025.

55 Persen Korban Berusia Lansia, Risiko Heatstroke Meningkat

Korban terbanyak dari gelombang panas ini berasal dari kelompok usia rentan, khususnya usia 65 tahun ke atas, yang mencapai 55,6% dari total pasien. Bahkan, 260 orang dari total kasus memerlukan rawat inap lebih dari 3 minggu, sementara 3.624 orang lainnya dirawat intensif secara jangka pendek.

Data ini menyoroti pentingnya perhatian khusus terhadap lansia dan penderita penyakit kronis, terutama di wilayah padat penduduk seperti Tokyo, Osaka, dan Nagoya, yang mencatat lonjakan suhu tertinggi sejak awal musim panas.

Suhu Melonjak di Ratusan Titik, Tertinggi Capai 39,8°C

Pada Selasa, 29 Juli 2025, suhu di 318 dari 914 titik pengamatan cuaca Jepang mencatat angka di atas 35°C, angka tertinggi sejak data historis mulai dihitung pada 2010.

Prefektur Gifu, terutama kota Gujo, memecahkan rekor dengan suhu mencapai 39,8°C. Kondisi ini diperparah oleh kelembaban tinggi yang menyebabkan tubuh tidak mampu mengeluarkan panas secara efektif.

Peringatan Heatstroke di 30 Prefektur, Tertinggi Sejak Awal Tahun

Pemerintah Jepang telah mengeluarkan peringatan heatstroke di 30 dari 47 prefektur, jumlah tertinggi sepanjang tahun ini. Cuaca ekstrem ini menyusul Juni terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah Jepang, menjadikan Juli sebagai bulan paling berbahaya dalam hal paparan suhu ekstrem.

Bahaya Besar untuk Pekerja Luar Ruangan

Sektor paling terdampak oleh gelombang panas adalah pekerja luar ruangan, khususnya mereka yang bekerja di bidang konstruksi, pengiriman, dan layanan publik. Risiko dehidrasi, pingsan, bahkan kematian akibat heatstroke menjadi ancaman harian.

Menanggapi krisis ini, Kementerian Ketenagakerjaan Jepang telah mengeluarkan peraturan keselamatan baru, yang mewajibkan perusahaan untuk:

  • Menyediakan ruang istirahat ber-AC atau tempat berteduh.

  • Memastikan karyawan mengenakan pakaian yang sirkulasi udaranya baik.

  • Memasang pelindung sinar matahari di area kerja.

Inovasi Jaket Ber-AC: Solusi Pekerja Konstruksi Hadapi Suhu Ekstrem

Sebuah solusi inovatif diperkenalkan oleh Daito Trust Construction: jaket tebal ber-AC yang dilengkapi kipas pendingin. Jaket ini dikembangkan khusus bersama produsen alat konstruksi, dan telah dibagikan kepada 1.500 pekerja mereka.

Menggunakan efek termoelektrik, jaket ini terbukti mampu menurunkan suhu tubuh secara signifikan.

“Saat saya memakai rompi ini, saya tidak terlalu berkeringat. Jadi tenaga saya tetap terjaga,” kata Atsushi Mizutani, seorang pekerja konstruksi berusia 47 tahun.

Lonjakan Kasus Heatstroke di Tempat Kerja: Naik Dua Kali Lipat dalam 10 Tahun

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan Jepang, jumlah kasus heatstroke di lingkungan kerja melonjak dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu. Sektor konstruksi menyumbang hampir 20% dari total kasus, menunjukkan tingginya eksposur terhadap panas di bidang ini.

Takami Okamura (57), pekerja senior di industri ini, mengaku belum pernah mengalami kondisi sepanas ini dalam 34 tahun kariernya.

“Dulu tidak ada jaket ber-AC atau peringatan setiap hari. Sekarang, jaket pendingin jadi kebutuhan utama,” ujarnya.

Upaya Pemerintah: 500 Tempat Penyejuk dan Edukasi Publik

Menyikapi lonjakan kasus dan korban jiwa, pemerintah Jepang mengaktifkan lebih dari 500 tempat penyejuk sementara, terutama di area kota besar dan lokasi rawan heatstroke. Masyarakat juga didorong untuk:

  • Tetap berada di dalam ruangan selama puncak panas (pukul 11.00–15.00).

  • Rutin mengonsumsi cairan, minimal 2 liter per hari.

  • Menghindari aktivitas fisik berat di luar ruangan.

  • Menggunakan AC dengan pengaturan hemat energi.

Wisatawan Asing Juga Terancam, Termasuk WNI

Bagi wisatawan asing—termasuk Warga Negara Indonesia (WNI)—yang sedang berada di Jepang, kondisi cuaca ekstrem ini juga patut diwaspadai.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo menyarankan agar WNI:

  • Memantau update cuaca dari Japan Meteorological Agency.

  • Menghindari jalan-jalan saat siang hari.

  • Selalu membawa air minum dan topi atau pelindung kepala.

Gelombang Panas Bukan Sekadar Cuaca Buruk, tapi Ancaman Serius

Fenomena gelombang panas di Jepang 2025 tidak lagi bisa dianggap sebagai cuaca musiman biasa. Ini adalah ancaman kesehatan publik yang berdampak pada semua aspek kehidupan: kesehatan, ekonomi, pariwisata, dan keselamatan kerja.

Dengan jumlah korban melonjak setiap minggu, dan suhu yang belum menunjukkan tanda-tanda menurun, kesadaran kolektif dari masyarakat dan dunia usaha menjadi kunci dalam menekan angka kejadian lebih lanjut.

Kesimpulan

Jepang kini tengah menghadapi situasi darurat cuaca yang nyata dan berbahaya. Dalam sepekan saja, lebih dari 10.804 orang terpaksa dirawat, dengan 16 meninggal dunia akibat gelombang panas yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Keselamatan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama, baik untuk warga lokal maupun wisatawan. Jika Anda memiliki rencana bepergian ke Jepang, pantau terus kondisi cuaca, hindari aktivitas di siang hari, dan pastikan tubuh Anda tetap terhidrasi dan terlindungi.