FYP Media.id – Asia Tenggara pernah dikenal sebagai wilayah dengan tingkat konsumsi tembakau tertinggi di dunia. Namun, dalam waktu kurang dari dua dekade, kawasan ini berhasil membalikkan keadaan secara dramatis. Berdasarkan laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Asia Tenggara berhasil menurunkan konsumsi tembakau hingga 40 persen sejak tahun 2010, menjadikannya salah satu kawasan paling sukses dalam memerangi epidemi tembakau global.
Pencapaian ini bukan terjadi secara kebetulan. Penurunan jumlah perokok merupakan hasil dari kombinasi kebijakan strategis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta keterlibatan aktif berbagai pihak mulai dari pemerintah hingga tokoh masyarakat.
Data WHO: Jumlah Perokok Turun Drastis
Menurut data WHO yang dirilis Oktober 2025, sejak tahun 2010, jumlah perokok di dunia berkurang sebanyak 120 juta orang — atau turun sekitar 27 persen dalam 15 tahun terakhir. Asia Tenggara menjadi kontributor terbesar dalam tren positif ini. Kawasan ini kini menempati urutan kedua dalam hal konsumsi tembakau global, turun dari posisi pertama yang kini diambil alih oleh Eropa.
Lebih dari separuh pengguna tembakau di Asia Tenggara dilaporkan telah berhenti, terutama di kalangan pria yang sebelumnya menjadi kelompok pengguna terbesar. Jika pada tahun 2000 sekitar 70 persen pria menggunakan tembakau, kini angka itu tinggal separuhnya.
Lalu, apa saja kebijakan efektif yang diterapkan negara-negara ASEAN hingga mampu menurunkan konsumsi tembakau secara signifikan?
7 Strategi Efektif Negara ASEAN Dalam Menekan Jumlah Perokok
1. Peringatan Kesehatan Bergambar pada Kemasan Rokok
Salah satu kebijakan yang terbukti sangat efektif adalah penerapan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok. Hampir semua negara di Asia Tenggara kini mewajibkan produsen rokok menampilkan gambar penyakit akibat merokok seperti kanker paru-paru, gangguan tenggorokan, hingga kerusakan organ tubuh lainnya.
Studi menunjukkan bahwa peringatan bergambar memiliki dampak psikologis lebih kuat dibanding teks saja. Gambar yang mengganggu secara visual terbukti menurunkan daya tarik rokok dan meningkatkan keinginan untuk berhenti merokok, terutama di kalangan perokok muda.
2. Larangan Iklan Rokok di Media Massa dan Sponsorship
Iklan rokok dulu sangat masif di televisi, radio, baliho, hingga sponsor acara olahraga. Kini, sebagian besar negara ASEAN telah melarang iklan rokok di berbagai media dan menindak tegas pelanggaran.
Larangan ini sangat penting karena menghambat upaya industri tembakau dalam menarik konsumen baru, terutama generasi muda. Tanpa eksposur yang glamor, rokok semakin kehilangan daya tarik sosialnya.
3. Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Umum
Negara-negara seperti Singapura, Thailand, dan Indonesia telah memberlakukan kebijakan larangan merokok di ruang publik, seperti taman, stasiun, bandara, restoran, dan perkantoran.
Kebijakan ini tidak hanya melindungi masyarakat dari asap rokok pasif yang mematikan, tetapi juga menciptakan norma sosial baru yang menganggap merokok sebagai tindakan tidak pantas di ruang publik.
4. Kampanye Edukasi Anti-Rokok Melalui Figur Publik
Kampanye edukasi masif juga berperan besar dalam perubahan perilaku. Pemerintah menggandeng aktor, atlet, musisi, dan influencer sebagai panutan positif yang menyuarakan bahaya rokok.
Pesan-pesan seperti “Merokok Bukan Tren” dan “Hidup Sehat Tanpa Rokok” disebarkan di sekolah, media sosial, hingga televisi nasional. Pesan emosional yang menyentuh hati terbukti lebih ampuh dibanding pendekatan rasional semata.
5. Pendidikan Anti-Rokok Sejak Usia Dini
Beberapa negara ASEAN telah memasukkan materi bahaya rokok dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah. Edukasi sejak dini ini bertujuan membentuk generasi yang sadar akan dampak buruk rokok bahkan sebelum mereka terpikir untuk mencoba.
Dengan memberikan pemahaman sejak kecil, anak-anak menjadi lebih kritis terhadap tekanan teman sebaya dan iklan rokok yang menyamar dalam bentuk konten.
6. Penegakan Hukum yang Ketat
Kesuksesan kebijakan tidak hanya tergantung pada regulasi, tetapi juga pada penegakan hukum yang konsisten. Pemerintah di banyak negara ASEAN kini menjatuhkan denda tinggi bagi pelanggaran larangan merokok di tempat umum dan distribusi rokok ilegal.
Singapura, misalnya, dikenal sangat tegas dalam penerapan kebijakan antirokok, dengan denda yang bisa mencapai ribuan dolar Singapura bagi pelanggar.
7. Pendekatan Unik: Edukasi Lewat Film dan Serial
India menerapkan kebijakan yang unik namun sangat efektif: setiap film atau serial televisi yang menampilkan adegan merokok wajib menyisipkan peringatan kesehatan di layar. Bahkan, sebelum film dimulai, akan ada iklan layanan masyarakat tentang bahaya merokok.
Pendekatan ini memanfaatkan kekuatan media hiburan sebagai alat penyuluhan. Dengan demikian, pesan antirokok tidak hanya masuk melalui pendidikan formal, tapi juga melalui budaya pop yang dekat dengan masyarakat.
Mengapa Penurunan Ini Sangat Penting?
Keberhasilan Asia Tenggara dalam mengurangi jumlah perokok berdampak langsung pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. WHO mencatat, berhenti merokok dapat membawa manfaat hanya dalam hitungan hari, mulai dari penurunan tekanan darah, peningkatan fungsi paru-paru, hingga berkurangnya risiko serangan jantung.
Setiap tahun, tembakau menyebabkan lebih dari 7 juta kematian langsung serta 1,6 juta kematian akibat paparan asap rokok pasif. Artinya, penurunan jumlah perokok bukan hanya soal statistik, tapi soal menyelamatkan jutaan nyawa.
Tantangan Selanjutnya: Rokok Elektronik dan Produk Tembakau Baru
Meski keberhasilan besar telah dicapai, tantangan baru kini muncul. Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik (vape), tembakau kunyah, dan kantong nikotin mulai menyasar remaja dan generasi muda.
WHO memperingatkan bahwa produk ini bukan solusi, melainkan ancaman kesehatan baru yang dikemas lebih modern. Negara-negara ASEAN kini dihadapkan pada tantangan untuk mengatur dan mengedukasi masyarakat terkait risiko produk ini.
Kesimpulan: Kolaborasi adalah Kunci
Keberhasilan Asia Tenggara dalam menurunkan konsumsi tembakau hingga 40 persen merupakan bukti nyata bahwa kebijakan publik yang kuat, edukasi, dan partisipasi masyarakat dapat mengubah budaya dan kebiasaan yang merugikan kesehatan.
Dengan terus melanjutkan langkah-langkah progresif dan merespons tantangan baru, bukan tidak mungkin kawasan ini akan menjadi wilayah bebas tembakau di masa depan.
