7 Fakta Ultra Processed Food dan Dampaknya, Hati-Hati Bisa Picu Penyakit Serius

ultra
Ilustrasi Ultra Processed Food. Foto: Getty Images/wildpixel

FYPMedia.id – Ultra Processed Food (UPF) atau makanan ultra proses sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Istilah ini ramai setelah muncul dalam menu Makanan Bergizi Gratis (MBG), sebuah program yang bertujuan meningkatkan kualitas gizi anak sekolah.

Polemik pun muncul karena Badan Gizi Nasional (BGN) memberi restu penggunaan UPF dalam program tersebut, selama mengutamakan produk lokal. Namun, banyak pakar gizi menilai kebijakan ini bisa kontraproduktif.

Lantas, sebenarnya apa itu Ultra Processed Food? Mengapa banyak ahli menyebutnya identik dengan makanan tidak sehat?

1. Apa Itu Ultra Processed Food?

Ultra Processed Food adalah makanan yang melewati banyak tahapan industri. Tidak sekadar dimasak atau diawetkan, UPF biasanya dibuat dari bahan hasil ekstraksi (seperti pati, protein terisolasi, minyak terhidrogenasi), lalu ditambahkan zat aditif seperti pemanis buatan, pewarna, pengawet, pengemulsi, dan penguat rasa.

Contoh yang paling mudah ditemui adalah mie instan, biskuit manis, nugget, sosis, snack kemasan, minuman bersoda, hingga makanan beku siap saji.

UPF populer di industri makanan karena murah diproduksi, tahan lama di rak toko, mudah didistribusikan, dan rasanya cenderung sama sehingga cepat diterima konsumen.

Baca Juga: 5 Makanan Ultra-Proses dan Risiko Kesehatan: Kenali Bahayanya, Kurangi Konsumsinya

2. Klasifikasi NOVA: Cara Ilmuwan Memetakan UPF

Konsep UPF pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Carlos Monteiro dari Universitas Sao Paulo, Brasil, melalui sistem klasifikasi NOVA pada 2009.

Sistem ini membagi makanan menjadi 4 kategori:

  • NOVA 1: Makanan segar atau minim proses (buah, sayur, ikan, telur).
  • NOVA 2: Bahan masak hasil ekstraksi (gula, garam, minyak, madu).
  • NOVA 3: Makanan olahan sederhana (roti tradisional, keju, tempe).
  • NOVA 4: Ultra Processed Food (mi instan, nugget, biskuit, minuman kemasan).

Meski bukan acuan resmi WHO, sistem ini banyak dipakai peneliti internasional dan bahkan menjadi rujukan kebijakan gizi oleh Pan American Health Organization (PAHO).

3. Kenapa UPF Disebut Tidak Sehat?

Ciri khas UPF adalah tinggi kalori, gula, garam, lemak jenuh, tapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Konsumsi berlebihan bisa memicu pola makan tidak sehat.

Penelitian tahun 2025 di Critical Reviews in Food Science and Nutrition menemukan konsumsi UPF tinggi berhubungan dengan risiko kematian dini, kanker kolorektal, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung.

Studi lain di Nutrition Journal tahun 2020 yang melibatkan ratusan ribu peserta juga mengaitkan konsumsi UPF dengan obesitas, sindrom metabolik, dan depresi.

4. 6 Dampak Berbahaya Ultra Processed Food Jika Dikonsumsi Berlebihan

Berikut adalah dampak yang sudah terbukti secara ilmiah:

  1. Kenaikan berat badan dan obesitas: UPF mengandung lemak jenuh dan gula tinggi yang bisa mengacaukan hormon leptin sehingga nafsu makan sulit dikontrol.

  2. Risiko depresi meningkat: Kandungan kimia di UPF bisa mengganggu bakteri usus. Ketika usus tidak seimbang, otak ikut terdampak dan suasana hati bisa terganggu.

  3. Memicu diabetes tipe 2: Gula dan lemak trans membuat sel tubuh kebal terhadap insulin, akibatnya gula darah melonjak.

  4. Penyakit jantung: Garam tinggi pada UPF bisa menyebabkan hipertensi, sementara lemak jenuh memicu kolesterol jahat (LDL) menumpuk di pembuluh darah.

  5. Gangguan ginjal: Kandungan garam dan gula dalam UPF meningkatkan risiko batu ginjal serta memperburuk kondisi penderita hipertensi dan diabetes.

  6. Kanker: Konsumsi jangka panjang bisa merusak sel sehat dan meningkatkan risiko kanker tertentu.

Baca Juga: 7 Destinasi Wisata Kampung Batik Indonesia & 20 Ucapan Hari Batik 2025

5. Anak-Anak Paling Rentan

Yang paling mengkhawatirkan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak UPF. 

Konsumsi nugget, mi instan, dan minuman kemasan sejak usia dini bisa memengaruhi pola makan hingga dewasa.

Jika hal ini terjadi dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG), alih-alih melahirkan generasi emas, justru bisa menambah masalah gizi.

6. Tidak Semua UPF Buruk

Meski sering dipandang negatif, tidak semua UPF otomatis berbahaya. Beberapa produk fortifikasi pangan atau makanan medis tertentu justru bermanfaat.

Namun, kuncinya tetap pada frekuensi dan jumlah konsumsi. Sesekali masih aman, tetapi kalau jadi menu harian jelas berisiko.

7. Tips Mengurangi Konsumsi UPF

Agar tetap sehat, berikut cara sederhana mengurangi ketergantungan pada UPF:

  • Baca label kemasan. Pastikan kadar gula, garam, dan lemak masih dalam batas aman.
  • Ikuti rekomendasi Kemenkes RI:
    1. Gula < 50 gram/hari (4 sdm)
    2. Garam < 2 gram/hari (1 sdt)
    3. Lemak < 67 gram/hari (5 sdm)

  • Padukan UPF dengan makanan segar. Misalnya, sup sosis dengan tambahan sayur segar.
  • Biasakan pola makan seimbang. Perbanyak konsumsi buah, sayur, ikan, dan telur segar.

Polemik Ultra Processed Food dalam program Makanan Bergizi Gratis menunjukkan bahwa perdebatan ini bukan sekadar soal menu sekolah, tetapi tentang arah kebijakan gizi nasional.

UPF memang praktis, murah, dan mudah diproduksi massal. Namun, bila tidak bijak dikendalikan, dampaknya bisa berbahaya bagi kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak.

Meminjam pesan sederhana dari para pakar: UPF boleh saja dikonsumsi, tetapi jangan dijadikan kebiasaan.