7 Fakta Tegang Bentrokan Thailand-Kamboja: RI Pantau 138 Ribu Pengungsi & WNI

7 Fakta Tegang Bentrokan Thailand-Kamboja: RI Pantau 138 Ribu Pengungsi & WNI

FYP Media.ID – Ketegangan meletus di perbatasan Thailand dan Kamboja, menyebabkan konflik bersenjata besar yang telah menelan korban jiwa dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi. Bentrokan lintas batas ini menjadi sorotan internasional, termasuk oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) yang secara aktif memantau keselamatan Warga Negara Indonesia (WNI) di wilayah terdampak.

Bentrokan bersenjata yang terjadi sejak Kamis (24/7/2025) telah mengakibatkan sedikitnya 15 korban jiwa, puluhan luka-luka, dan lebih dari 138.000 orang terpaksa dievakuasi. Bahkan, Perdana Menteri Thailand memperingatkan bahwa konflik ini berpotensi bereskalasi menjadi perang jika tidak segera dikendalikan.

Berikut 7 fakta penting dan mencengangkan seputar bentrokan Thailand-Kamboja yang wajib kamu ketahui.

1. Bentrokan Sengit Meletus di Perbatasan Sejak Kamis

Konflik mematikan ini dipicu oleh sengketa perbatasan lama antara Thailand dan Kamboja yang akhirnya kembali memanas. Sejak Kamis (24/7), wilayah perbatasan menjadi medan pertempuran sengit, melibatkan jet tempur, artileri berat, tank tempur, dan pasukan darat dari kedua negara.

Dentuman artileri terdengar nyaring dari sisi perbatasan Kamboja, khususnya di Provinsi Oddar Meanchey yang menjadi salah satu titik panas. Di sisi Kamboja, seorang pria berusia 70 tahun dilaporkan meninggal dunia, sementara lima warga lainnya terluka parah akibat serangan tersebut.

2. Korban Jiwa dan Luka Terus Bertambah

Bentrokan tidak hanya mengakibatkan kerugian infrastruktur, tetapi juga memakan banyak korban manusia. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Thailand menyebutkan:

  • 15 orang tewas, terdiri dari 14 warga sipil dan 1 prajurit

  • 46 orang luka-luka, termasuk 15 tentara yang mengalami luka serius

  • Ribuan lainnya masih dalam penampungan dan status medisnya belum diketahui secara pasti

Korban terbanyak berasal dari wilayah perbatasan timur laut Thailand, tempat yang paling terdampak oleh saling serang antara pasukan dua negara.

3. 138.000 Orang Mengungsi, Situasi Darurat Ditetapkan

Pemerintah Thailand mengonfirmasi bahwa lebih dari 138.000 orang telah dievakuasi dari zona konflik. Tenda-tenda darurat dan posko pengungsian telah didirikan di berbagai titik perbatasan, sementara pasokan makanan dan obat-obatan mulai menipis.

Evakuasi masif ini menunjukkan skala konflik yang sangat serius, dan mendorong sejumlah negara tetangga, termasuk Indonesia, untuk ikut memantau perkembangan situasi secara aktif.

4. Indonesia Lewat Kemlu RI Pantau WNI di Wilayah Konflik

Menanggapi eskalasi konflik, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyatakan bahwa pihaknya terus mengikuti situasi dengan saksama dan serius.

Dalam pernyataan resminya yang dirilis Jumat (25/7/2025) melalui platform media sosial X (sebelumnya Twitter), Kemlu RI menyatakan:

“Pemerintah RI juga terus memantau keselamatan dan keberadaan Warga Negara Indonesia yang tinggal di daerah terdampak.”

“Kami yakin sebagai negara yang bertetangga, Thailand dan Kamboja akan kembali ke cara-cara damai untuk menyelesaikan perbedaan mereka, sejalan dengan prinsip Piagam ASEAN dan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama.”

Hingga saat ini, belum ada laporan WNI yang menjadi korban langsung dalam bentrokan tersebut. Namun, Kemlu tetap membuka saluran komunikasi darurat dan menyiapkan protokol evakuasi bila dibutuhkan.

5. PM Thailand Sebut Konflik Bisa Berkembang Menjadi Perang

Pernyataan paling mengkhawatirkan datang dari Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, yang menyebut konflik bisa bereskalasi menjadi perang penuh.

“Kami sudah berusaha kompromi karena kami adalah negara tetangga. Tapi jika situasi darurat terjadi, militer Thailand telah kami perintahkan untuk bertindak segera.”

“Kalau situasi memburuk, ini bisa berkembang menjadi perang, meskipun untuk saat ini masih terbatas pada bentrokan,” ujar Phumtham dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).

Pernyataan ini mencerminkan betapa rapuhnya situasi saat ini, dan membuka kemungkinan terjadinya konflik regional berskala besar jika tidak segera ditangani dengan pendekatan diplomatik.

6. Dewan Keamanan PBB Akan Gelar Rapat Darurat

Krisis bersenjata antara dua negara anggota ASEAN ini telah menarik perhatian dunia internasional. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dijadwalkan akan menggelar pertemuan darurat pada Jumat malam (25/7/2025) untuk membahas langkah-langkah strategis dalam menangani konflik tersebut.

PBB, bersama organisasi-organisasi internasional lainnya, diharapkan dapat memainkan peran mediasi untuk mencegah eskalasi lanjutan, dan mendorong kedua pihak kembali ke meja perundingan.

7. ASEAN Didorong Bertindak Aktif, Bukan Sekadar Seruan Damai

Krisis ini juga menjadi ujian berat bagi peran ASEAN sebagai organisasi kawasan. Meski sudah ada prinsip damai dalam Piagam ASEAN, banyak kalangan menilai respon ASEAN masih terlalu pasif dan bersifat normatif.

Pengamat politik internasional menyarankan ASEAN segera mengirim tim pemantau konflik, serta menyiapkan mediasi formal untuk menengahi Thailand dan Kamboja.

Bila ASEAN gagal bertindak cepat dan tegas, bukan tidak mungkin konflik ini memperburuk stabilitas keamanan regional Asia Tenggara.

Kesimpulan: Mencegah Krisis Regional, Menjaga Keselamatan WNI

Bentrokan bersenjata Thailand-Kamboja menjadi pengingat bahwa konflik perbatasan lama dapat meletus kapan saja jika tidak ditangani tuntas. Dengan korban jiwa yang terus bertambah dan jumlah pengungsi yang mencapai ratusan ribu, komunitas internasional dituntut tidak tinggal diam.

Indonesia, melalui Kemlu RI, menunjukkan komitmen untuk memantau perkembangan serta memastikan keselamatan WNI di luar negeri, khususnya di wilayah terdampak. Namun langkah-langkah lanjutan dan koordinasi antarnegara ASEAN tetap sangat dibutuhkan untuk meredam eskalasi dan menjaga perdamaian kawasan.