7 Fakta Mengejutkan Demo Berdarah Nepal 2025 yang Bikin Pemerintah Kolaps

nepal
Foto: Massa demonstran terlihat berkumpul ketika asap membubung dari kompleks Parlemen usai kebakaran yang pecah dalam aksi protes menentang pembunuhan 19 orang. Kerusuhan itu terjadi pada Senin (9/9/2025) di Kathmandu, Nepal, setelah gelombang demonstrasi antikorupsi yang sempat dipicu larangan media sosial—aturan yang kemudian dicabut—di tengah pemberlakuan jam malam. (REUTERS/Adnan Abidi)

FYPMedia.id  – Nepal kembali jadi sorotan dunia setelah demonstrasi besar-besaran yang pecah pada Jumat, 5 September 2025 berubah menjadi tragedi berdarah. Aksi massa yang dipimpin generasi muda, terutama Gen Z, meluas ke berbagai kota hingga menyebabkan kekacauan politik dan sosial. 

Rumah pejabat dibakar, menteri diserang, dan pemerintahan nyaris kolaps. Demonstran membakar sejumlah gedung pemerintah termasuk gedung parlemen. Sebanyak 22 orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka akibat bentrokan dengan polisi.

Di balik peristiwa ini, ada sejumlah fakta mengejutkan yang menunjukkan betapa seriusnya krisis sosial dan politik di Nepal. Berikut 7 Fakta terkait demo di Nepal:

1. Demo Awalnya Damai, Berubah Jadi Rusuh

Aksi protes yang awalnya berlangsung damai berangsur-angsur memanas. Ribuan massa turun ke jalan menuntut perubahan, terutama terkait ketidakadilan ekonomi dan kesenjangan sosial. 

Namun, dalam hitungan jam, situasi berubah kacau. Demonstran mulai melempar batu, merusak fasilitas umum, hingga membakar rumah pejabat. Beberapa laporan menyebutkan, seorang menteri bahkan jadi target serangan massa.

Demo berawal dari anti pemerintahan, kemudian menyebar akibat larangan 26 aplikasi media sosial– termasuk Facebook dan X-, yang merembet ke kecaman pada pemerintah yang korup. Dalam update Rabu siang (10/9/2025), total 22 orang tewas dalam demo dan kerusuhan Nepal dan 500 orang lain terluka.

Baca Juga: 7 Alasan BEM SI Batal Demo 2 September 2025: Ini Strategi Selanjutnya!

2. Rumah Pejabat Dibakar, Menteri Jadi Sasaran Amarah

Menurut laporan dari Detik, massa yang marah tidak hanya melakukan orasi, tapi juga membakar rumah pejabat tinggi Nepal. Bahkan, ada upaya penyerangan terhadap seorang menteri yang dinilai gagal memenuhi janji reformasi. 

Tindakan anarkis ini memperlihatkan betapa tingginya ketidakpuasan publik terhadap elit politik yang dianggap hidup mewah sementara rakyat menderita.

Hal tersebut ditandai dengan terjadinya persekusi ke sosok yang diyakini merupakan Menteri Keuangan Bishu Paudel. Pria 65 tahun itu, dilaporkan terekam kamera dikejar-kejar di jalan, ditendang dan ditelanjangi hingga tercebur ke sungai.

Selain itu, Mengutip laman Newsweek, Rabu (10/9/2025, pembakaran yang dilakukan massa berujung kematian istri mantan perdana menteri (PM).

Dilaporkan bagaimana istri Nepal Jhala Nath Khanal tewas setelah terbakar hidup-hidup ketika rumahnya dibakar warga yang marah, pada Selasa (10/09/2025).

3. Hidup Mewah Anak Pejabat Jadi Pemicu

Salah satu pemicu utama demonstrasi adalah gaya hidup hedon anak-anak pejabat Nepal. Foto-foto yang beredar di media sosial memperlihatkan mereka berpesta, berbelanja barang mewah, dan bepergian ke luar negeri dengan bebas. Hal ini kontras dengan realitas sebagian besar pemuda Nepal yang sulit mendapatkan pekerjaan layak. 

Menurut laporan Al Jazeera, salah satu pemicu utama protes besar di Nepal adalah persepsi publik mengenai gaya hidup mewah yang dijalani keluarga elite penguasa di tengah kondisi negara yang masih bergulat dengan kemiskinan. 

Ketimpangan ini memunculkan jurang kesenjangan sosial yang semakin dalam antara kelompok kaya dan miskin. Situasi tersebut memicu gelombang kemarahan masyarakat, terutama generasi muda, yang merasa hidup mereka jauh dari kata adil.

Fenomena ini makin panas di media sosial, di mana istilah “nepo kids” viral beberapa minggu sebelum pecahnya protes. 

Berbagai unggahan di TikTok dan Instagram menampilkan kerabat pejabat serta menteri yang kerap berpose dengan mobil mewah, mengenakan busana desainer, hingga memamerkan gaya hidup glamor. 

Menurut Yog Raj Lamichhane, asisten profesor di Universitas Pokhara Nepal, kemarahan terhadap “anak-anak nepo” mencerminkan frustrasi mendalam publik, terlebih karena banyak dari elit politik itu dulunya berasal dari kalangan sederhana. 

Gelombang protes pun berujung pada tuntutan pembentukan komisi investigasi khusus untuk mengusut sumber kekayaan para politisi, yang dianggap sarat dengan praktik korupsi dan memperlebar kesenjangan ekonomi.

Ketimpangan mencolok inilah yang memicu kemarahan Gen Z, yang kemudian mengorganisir diri melalui media sosial untuk melakukan aksi protes besar-besaran.

Baca Juga: 5 Anggota DPR ‘Dinonaktifkan’: Bongkar Fakta, UU MD3, dan Drama Politik 3 Partai

4. Krisis Lapangan Kerja Membakar Amarah Gen Z

Selain gaya hidup elit, sulitnya mendapatkan pekerjaan juga jadi faktor utama. Tingkat pengangguran di kalangan anak muda Nepal meningkat drastis, sementara biaya hidup terus melambung. 

Tingkat pengangguran dan putus sekolah di kalangan pemuda Nepal mencapai 32,6 persen pada 2024, jauh lebih tinggi dibandingkan India yang hanya 23,5 persen, menurut data Bank Dunia. 

Kondisi ini mendorong banyak warga Nepal untuk mencari peluang di luar negeri. Pada 2021, tercatat sekitar 7,5 persen penduduk Nepal tinggal di luar negeri, sementara di India hanya sekitar 1 persen dan di Pakistan sekitar 3,2 persen pada 2022.

Situasi tersebut membuat perekonomian Nepal sangat bergantung pada remitansi atau kiriman uang dari tenaga kerja migran. 

Pada 2024, kontribusi remitansi bahkan mencapai 33,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) Nepal, menjadikannya salah satu yang tertinggi di dunia setelah Tonga. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya ketergantungan ekonomi Nepal terhadap sektor non-domestik.

Kondisi tersebut menambah frustrasi generasi muda yang merasa masa depan mereka dirampas oleh sistem politik yang korup dan tidak berpihak.

5. Pemerintah Nepal Nyaris Lumpuh

Menurut laporan CNBC Indonesia, pemerintahan Nepal hampir kolaps akibat demonstrasi yang meluas. Krisis kepercayaan publik terhadap elit politik mencapai titik puncak. 

Kabinet pemerintahan mengalami tekanan besar, sementara aparat keamanan kewalahan menghadapi massa yang jumlahnya terus membengkak. 

Beberapa analis menyebut, ini adalah krisis politik terbesar yang dialami Nepal dalam dua dekade terakhir.

6. Faktor Pemicu Lain: Korupsi dan Krisis Ekonomi

Selain gaya hidup elit dan sulitnya pekerjaan, ada faktor lain yang memperburuk situasi. Korupsi yang merajalela di tubuh pemerintah membuat rakyat semakin muak. 

Ditambah lagi, kondisi ekonomi Nepal sedang terpuruk akibat inflasi tinggi dan menurunnya investasi asing. Masyarakat merasa tidak ada jalan keluar selain turun ke jalan dan menuntut perubahan radikal.

Sebagaimana dilansir dari beberapa sumber, termasuk dari News18, seperti Bangladesh, Nepal juga mengalami “frustrasi digital” akibat korupsi, inflasi, pengangguran, dan politik dinasti. Para analis mencatat bahwa diaspora Nepal memainkan peran penting. 

Berdasarkan laporan AFP, korupsi menjadi salah satu pemicu utama demonstrasi besar-besaran di Nepal. Transparency International menempatkan negara ini di peringkat 107 dari 180 negara dalam indeks persepsi korupsi. 

Baca Juga: 3 Dalang Penyulut Kericuhan Demo 28 Agustus 2025: Demo DPR Ricuh & Memicu Kekacauan”

Kondisi tersebut makin terlihat jelas lewat maraknya video di media sosial, terutama TikTok, yang menampilkan kontras mencolok antara perjuangan hidup rakyat biasa dengan gaya hidup mewah anak-anak pejabat, lengkap dengan barang branded dan liburan mahal. 

Seorang warga bernama Puja Manni (23), yang pernah bekerja di luar negeri, menyebut media sosial telah membuka tabir berlebihan elit penguasa yang sebelumnya tertutup.

Fenomena ini semakin memicu ketidakpuasan generasi muda terhadap pemimpin politik yang telah bercokol selama puluhan tahun. 

Padahal, sejak Nepal bertransformasi menjadi republik federal pada 2008—usai perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke tampuk pemerintahan serta menghapuskan monarki—banyak warga berharap akan ada perubahan nyata. 

Namun, korupsi, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial yang terus berlangsung membuat kepercayaan publik kian terkikis.

7. Tuntutan Reformasi Politik dan Ekonomi

Massa demonstran menuntut reformasi besar-besaran, mulai dari pembenahan sistem politik, pemberantasan korupsi, hingga kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat kecil. 

Mereka juga menekan pemerintah untuk segera membuka lapangan pekerjaan baru, memberikan subsidi pendidikan, dan memastikan distribusi kekayaan yang lebih adil.

Itulah 7 fakta demo yang terjadi di Nepal, mulai dari permasalahan diblokirnya akses media sosial, ketimpangan si kaya dan miskin di kalangan anak pejabat dan masyarakat, serta permasalahan kurangnya lapangan pekerjaan masalah korupsi.

Demo berdarah di Nepal 2025 adalah cermin dari ketidakpuasan rakyat terhadap ketidakadilan, korupsi, dan kesenjangan sosial. Dari rumah pejabat yang dibakar hingga pemerintahan yang hampir kolaps, semua ini menunjukkan bahwa perubahan besar sangat mendesak.