6 Mitos dan Fakta Mengenai Gangguan Bipolar, Orang Awam Jarang Ketahui

fakta
Foto: Pinterest

FYPMEDIA.ID – Gangguan bipolar sering kali disalahpahami oleh sejumlah mitos yang dapat menghambat pengenalan dan pengobatan yang efektif. Dalam tulisan ini, kita akan membongkar enam mitos umum serta mengungkap fakta sebenarnya tentang gangguan bipolar. Gangguan bipolar sebuah kondisi kompleks yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Berikut 6 mitos dan fakta mengenai gangguan bipolar.

 

Gangguan bipolar berarti perubahan suasana hati

Banyak orang menganggap bahwa gangguan bipolar hanya berarti seseorang mengalami perubahan suasana hati yang normal atau ringan, seperti perasaan senang kemudian sedih yang dialami oleh kebanyakan orang dari waktu ke waktu. Hal tersebut merupakan mitos.

Faktanya, episode manik dan depresi jauh lebih ekstrem dibandingkan perubahan suasana hati biasa. Gangguan bipolar sebenarnya ditandai oleh perubahan suasana hati yang sangat ekstrem dan signifikan, yang jauh melampaui perubahan mood normal.

Selama fase ini, individu merasa sangat senang atau terlalu bersemangat. Sering kali tingkat energi yang sangat tinggi, bicara cepat, berkurangnya kebutuhan akan tidur, dan peningkatan aktivitas atau impulsivitas. Perilaku ini bisa sampai pada tingkat yang mengganggu kehidupan sehari-hari dan membutuhkan intervensi medis.

Episode depresi adalah kebalikan dari manik. Individu merasa sangat sedih atau putus asa, kehilangan minat atau kesenangan dalam kegiatan yang biasanya dinikmati, serta mengalami perubahan pola tidur, nafsu makan, kelelahan, dan perasaan tidak berharga. Dalam kasus yang parah, pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

 

Orang dengan gangguan bipolar berbahaya

Mitos ini menyatakan bahwa individu yang mengidap gangguan bipolar dianggap secara umum sebagai orang yang berbahaya. Hal tersebut adalah stereotip yang sering muncul dalam masyarakat. Orang dengan gangguan bipolar memiliki kecenderungan untuk berperilaku secara agresif atau tidak terprediksi yang bisa mengarah pada tindakan berbahaya.

Faktanya, orang dengan gangguan bipolar tidak lebih kejam dibandingkan masyarakat umum kecuali mereka yang menyalahgunakan obat-obat terlarang atau alkohol. Penggunaan zat-zat ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan bisa meningkatkan tindakan berbahaya bagi individu dengan gangguan bipolar atau tanpa gangguan bipolar.

Secara keseluruhan, poin ini ingin mengklarifikasi bahwa stigma negatif sering kali dilekatkan secara tidak adil kepada orang gangguan bipolar dan menekankan pentingnya membedakan antara efek gangguan itu sendiri dan efek dari faktor eksternal, seperti penyalahgunaan zat.

 

Gangguan bipolar hanya alasan untuk perilaku yang tidak menentu

Poin yang disampaikan di atas untuk menegaskan dan memperjelas pemahaman tentang gangguan bipolar sebagai kondisi medis yang serius dan nyata, bukan hanya alasan untuk perilaku yang tidak menentu atau tidak dapat diprediksi. Hal ini menjadi upaya untuk mengurangi stigma dan kesalahpahaman yang sering menyertai gangguan kesehatan mental, seperti bipolar.

Mitosnya, terdapat anggapan atau stereotip yang menyebut bahwa gangguan bipolar hanyalah alasan untuk perilaku seseorang yang sering berubah-ubah atau tidak konsisten. Anggapan seperti ini sering kali mengabaikan kompleksitas sebenarnya dari kondisi kesehatan mental dan mengurangi seriusnya masalah yang dihadapi oleh mereka yang mengalaminya.

Faktanya, gangguan bipolar adalah kondisi medis yang sah sama nyatanya dengan penyakit fisik lain, seperti diabetes, arthritis, atau multiple sclerosis. Hal ini menggarisbawahi bahwa gangguan bipolar memiliki dasar biologis dan psikologis yang dapat diidentifikasi dan dikelola serupa dengan penyakit fisik yang lebih umum dikenal dan diakui secara sosial.

 

Gangguan bipolar merupakan penyakit langka

Poin ini menguraikan perbedaan antara persepsi umum (mitos) dan realitas (fakta) mengenai prevalensi gangguan bipolar di Amerika Serikat. Mitosnya, terdapat kepercayaan atau asumsi umum bahwa gangguan bipolar tidak sering terjadi atau hanya mempengaruhi sejumlah kecil orang. Namun, fakta yang ada 5.7 juta orang Amerika, 2.6% dari seluruh orang dewasa hidup dengan gangguan bipolar. Fakta ini memberikan data konkret yang menunjukkan bahwa gangguan bipolar sebenarnya cukup umum di kalangan orang dewasa di Amerika Serikat. Angka 2.6% mewakili sejumlah signifikan dari populasi, menegaskan bahwa jutaan orang menghadapi kondisi ini.

 

Orang dapat mengendalikan gangguan bipolar dengan kemauan yang lebih besar

Poin di atas merupakan pemahaman yang salah tentang gangguan bipolar. Mitos ini menyiratkan bahwa jika seseorang dengan gangguan bipolar hanya berusaha lebih keras atau memiliki keinginan yang lebih kuat. Mereka bisa mengatasi atau mengendalikan kondisi mereka tanpa memerlukan intervensi medis atau dukungan lainnya.

Faktanya, orang tidak bisa lepas dari penyakit kanker atau patah kaki begitu pula dengan gangguan bipolar. Pernyataan ini membandingkan gangguan bipolar dengan kondisi medis lain, seperti kanker atau patah kaki yang jelas tidak bisa diatasi hanya dengan kemauan kuat. Tidak adil untuk mengharapkan seseorang dengan gangguan bipolar untuk sembuh atau mengendalikan kondisinya hanya dengan “kemauan lebih besar” tanpa dukungan medis yang tepat, sama seperti tidak realitas mengharapkan seseorang untuk sembuh dari kanker atau menyembuhkan patah kaki tanpa intervensi medis.

 

Gangguan bipolar hanya bisa menyerang orang dewasa

Terdapat kepercayaan umum bahwa gangguan bipolar hanya terjadi pada orang dewasa. Mitos ini berasal dari pengamatan bahwa gejala bipolar sering kali lebih jelas dan mudah dikenali pada dewasa. Gangguan bipolar sebenarnya bisa mempengaruhi anak-anak. Meskipun lebih jarang terdiagnosis pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa, gangguan ini bisa terjadi pada usia muda. Menurut fakta, tantangan utama dalam diagnosis gangguan bipolar pada anak-anak adalah kesulitan membedakannya dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD dan gangguan bipolar memiliki beberapa gejala yang serupa, seperti hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Namun, penyebab dan pengobatannya berbeda.

 

Dengan menyoroti pentingnya edukasi dan empati dalam memandang gangguan kesehatan mental, penulis mengajak pembaca untuk melihat lebih dekat mengenai stigma dan kesalahpahaman dapat berdampak negatif pada mereka yang berjuang dengan kondisi gangguan bipolar. Mari kita perkuat pemahaman dan mendukung mereka yang hidup dengan gangguan bipolar menuju kesejahteraan.