6 Fakta Penting Stres Oksidatif & Cara Ampuh Atasi Agar Tubuh Tak Cepat Lelah

oksidatif
Ilustrasi Stres/Sumber Foto: Hellosehat

FYPMedia.id  – Pernah merasa tubuh cepat lelah meski sudah tidur cukup dan makan teratur? Bisa jadi penyebabnya bukan sekadar kurang istirahat, melainkan stres oksidatif, kondisi berbahaya akibat ketidakseimbangan antara radikal bebas dan kemampuan tubuh dalam menetralisirnya dengan antioksidan.

Jika dibiarkan, stres oksidatif mampu merusak sel, memicu peradangan, bahkan menguras energi sehari-hari. 

Terapis trauma sekaligus pendiri Evolution to Healing, Cheryl Groskopf, LMFT, menjelaskan bahwa stres oksidatif terjadi ketika tubuh tidak lagi sanggup mengelola kerusakan sel akibat radikal bebas.

“Radikal bebas memang terbentuk dari aktivitas normal seperti bernapas, mencerna, hingga berolahraga. Namun, ketika jumlahnya berlebihan dan tubuh tak mampu menetralkannya, maka muncullah stres oksidatif,” kata Groskopf, dikutip dari Real Simple, Selasa (16/9/2025).

Menurutnya, kondisi ini erat kaitannya dengan kelelahan kronis, sensitivitas sistem saraf, hingga peradangan dalam tubuh.

Apa Itu Stres Oksidatif?

Secara sederhana, stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara molekul radikal bebas dan antioksidan. 

Radikal bebas terbentuk dari proses metabolisme alami, tetapi faktor eksternal seperti polusi udara, sinar UV, rokok, alkohol, hingga pola makan buruk bisa meningkatkan produksinya.

Ketika menumpuk, radikal bebas bisa merusak DNA, protein, dan lipid sel. Dampaknya? Tubuh jadi cepat lelah, mudah meradang, dan rentan terkena penyakit kronis seperti diabetes, kanker, penyakit jantung, hingga Alzheimer.

5 Penyebab Utama Stres Oksidatif

  1. Merokok – Zat beracun dalam rokok menghasilkan radikal bebas yang merusak paru-paru, darah, dan DNA.
  2. Polusi udara – Partikel berbahaya dari asap kendaraan atau industri meningkatkan inflamasi dan kerusakan oksidatif.
  3. Kebiasaan minum alkohol – Metabolisme alkohol di hati menghasilkan radikal bebas berlebih, melemahkan pertahanan tubuh.
  4. Obesitas – Penelitian menyebutkan, kadar hormon leptin tinggi pada penderita obesitas bisa memicu peradangan kronis.
  5. Paparan sinar matahari berlebih – Radiasi UV merusak kulit, memicu penuaan dini, hingga kanker kulit.

Selain itu, pestisida, logam berat, infeksi, hingga stres emosional berkepanjangan juga berperan dalam memperparah kondisi ini.

Baca Juga: Bitcoin Tembus Rp1,94 Miliar, Pakar Prediksi Masih Bisa Naik ke Rp1,99 M

Gejala Awal Stres Oksidatif yang Sering Diabaikan

  • Cepat lelah meski sudah tidur cukup
  • Kulit muncul garis halus, flek hitam, atau kerutan dini
  • Konsentrasi menurun, mudah lupa
  • Tubuh sering meradang atau sakit berulang
  • Timbul keluhan kardiovaskular seperti sesak napas dan nyeri dada

Yang berbahaya, stres oksidatif sering kali berjalan diam-diam. Banyak orang baru menyadari ketika sudah memicu penyakit kronis.

5 Cara Ampuh Mengatasi Stres Oksidatif Agar Tubuh Lebih Kuat

1. Perbanyak Konsumsi Makanan Kaya Antioksidan

Psikolog berlisensi sekaligus pendiri Holmes Psychology & Counseling, Dr. Hannah Holmes, menekankan pentingnya nutrisi berwarna di piring makan kita.

“Sertakan buah, sayur, dan makanan alami penuh nutrisi dalam piring kamu. Bayangkan setiap gigitan sebagai bahan bakar untuk sistem pertahanan sel tubuh,”  jelas Holmes.

Contoh makanan kaya antioksidan: cokelat hitam, anggur, teh hijau, bayam, tomat, stroberi, dan apel. Kandungan ini membantu menetralkan radikal bebas dan menjaga energi tetap stabil.

2. Tidur Berkualitas untuk Regenerasi Sel

Tidur 7–9 jam sehari penting untuk perbaikan sel. “Selama tidur nyenyak, tubuh meningkatkan proses pembersihan sel yang secara langsung melawan stres oksidatif,” tambah Holmes.

3. Jangan Melewatkan Waktu Makan

Groskopf menekankan, menunda makan hanya akan memperparah kondisi tubuh.

“Jika Anda hanya hidup dari kopi atau sering menunda makan, tubuh berada dalam kondisi stres konstan. Ini membuat energi cepat terkuras,”
jelasnya.

Pastikan pola makan seimbang: protein, lemak sehat, dan karbohidrat kompleks.

4. Kelola Emosi, Jangan Dipendam

Emosi yang tidak tersalurkan bisa memperparah peradangan. Groskopf menegaskan, “Marah, sedih, atau takut perlu dikelola. Jika dipendam, tubuh justru makin terbebani.”

Tekniknya bisa melalui menulis jurnal, bercerita dengan teman, atau konseling profesional.

5. Ciptakan Lingkungan yang Mendukung

Lingkungan sehat berkontribusi pada kestabilan energi. Groskopf menyarankan untuk mengurangi polusi udara, paparan jamur, hingga notifikasi ponsel berlebih.

“Membuat ruang fisik lebih nyaman membantu menurunkan stres,” katanya.

Tips sederhana: buka jendela untuk sirkulasi udara, gunakan air purifier, dan kurangi screen time gadget.

Baca Juga: 7 Fakta Stres Bisa ‘Menular’ ke Pasangan dan Cara Ampuh Mengatasinya

Kapan Harus Waspada?

Stres oksidatif memang wajar, tapi jika kamu sering merasa lelah, sulit fokus, dan mengalami peradangan berulang, sebaiknya segera konsultasi ke tenaga medis.

Holmes menegaskan:

“Tubuh kita sebenarnya punya kemampuan alami untuk melawan stres oksidatif. Namun, gaya hidup tidak sehat dan kebiasaan menekan diri justru membuat energi semakin cepat habis.”

Strategi Jangka Panjang untuk Cegah Stres Oksidatif

  • Rutin olahraga ringan hingga sedang (yoga, jalan kaki, bersepeda).
  • Perbanyak omega-3 dari ikan salmon, biji chia, atau kacang kenari.
  • Gunakan tabir surya saat beraktivitas di luar ruangan.
  • Kurangi alkohol & berhenti merokok.
  • Kelola stres psikologis lewat meditasi atau pernapasan dalam.
  • Tidur cukup dan teratur.

Jika diperlukan, konsumsi suplemen seperti vitamin C, vitamin E, dan antioksidan alami lainnya.

Stres oksidatif bukan sekadar istilah medis, melainkan faktor nyata yang bisa membuat tubuh cepat lelah, mempercepat penuaan, hingga memicu penyakit kronis. 

Namun, kabar baiknya: kondisi ini bisa dikendalikan lewat pola makan bergizi, tidur cukup, olahraga teratur, pengelolaan emosi, hingga menjaga lingkungan tetap sehat.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, tubuh akan lebih bertenaga, tahan terhadap tekanan hidup sehari-hari, dan terhindar dari risiko penyakit kronis di masa depan.