FYP Media.ID – Harga minyak mentah global kembali terjun bebas pada perdagangan Rabu, 17 September 2025. Harga Brent dan West Texas Intermediate (WTI) sama-sama mencatat penurunan signifikan, dipicu oleh kombinasi faktor global yang mencerminkan lemahnya permintaan dan meningkatnya ketidakpastian pasar energi.
Mengutip CNBC, Kamis (18/9/2025), harga minyak Brent melemah 0,76% atau turun 52 sen menjadi USD 68,22 per barel, sementara harga minyak WTI terpangkas 0,73% atau 47 sen menjadi USD 64,05 per barel. Ini menjadi salah satu level terendah dalam beberapa bulan terakhir.
Apa saja yang menjadi pemicu di balik kejatuhan harga minyak ini? Berikut adalah 5 faktor utama yang mengguncang pasar energi global.
1. Stok Solar AS Meningkat Tajam, Permintaan Dipertanyakan
Meskipun Badan Informasi Energi AS (EIA) mencatat bahwa stok minyak mentah AS turun drastis akibat lonjakan ekspor dan penurunan impor, namun yang menjadi perhatian pasar justru adalah kenaikan stok solar atau distilat.
Solar adalah bahan bakar utama untuk sektor industri dan transportasi, sehingga peningkatan stok menandakan bahwa permintaan domestik melemah.
“Pasar lebih merespons data distilat. Ini menunjukkan sisi lemah dari keseluruhan kompleks energi,” kata Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group.
Kelebihan pasokan distilat menciptakan kekhawatiran bahwa ekonomi AS mungkin sedang melambat, dan konsumsi energi ikut terdampak.
2. Kebijakan The Fed: Suku Bunga Dipangkas Tapi Sentimen Tetap Negatif
Federal Reserve AS memangkas suku bunga sebesar 0,25% sesuai ekspektasi. Meskipun secara teori pelonggaran moneter bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi, pasar justru menilai pemangkasan ini sebagai sinyal kekhawatiran atas pelemahan pasar tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.
“Ini bukan kejutan, tapi pasar kini berada dalam posisi menunggu dan melihat, di tengah ketidakpastian arah ekonomi,” tambah Phil Flynn.
Ketidakpastian tersebut membuat investor cenderung menghindari aset berisiko, termasuk minyak mentah.
3. Pasokan Global Kembali Stabil, Menekan Harga Minyak
Di sisi pasokan, beberapa peristiwa global turut menambah tekanan pada harga minyak:
-
Kazakhstan kembali menyalurkan pasokan minyak melalui pipa Baku-Tbilisi-Ceyhan pada 13 September 2025, setelah sebelumnya dihentikan karena masalah kontaminasi.
-
Di Nigeria, Presiden Bola Tinubu mencabut aturan darurat di negara bagian Rivers, salah satu pusat ekspor minyak mentah Nigeria. Ini membuka jalan bagi peningkatan aktivitas produksi dan distribusi.
-
Rusia juga masih menjadi perhatian, namun belum ada gangguan besar yang benar-benar menghambat suplai global, meskipun serangan drone Ukraina terhadap pelabuhan ekspor dan kilang mulai meningkat.
Pasokan yang relatif stabil membuat pasar tidak lagi terlalu khawatir terhadap risiko kekurangan pasokan, terutama di tengah permintaan yang melemah.
4. Serangan Ukraina ke Infrastruktur Energi Rusia: Risiko Jangka Panjang?
Meski belum berdampak langsung terhadap harga saat ini, serangan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia menjadi faktor risiko jangka menengah.
Menurut tiga sumber industri yang dikutip Reuters, perusahaan pipa minyak Rusia, Transneft, memperingatkan bahwa produksi minyak bisa dikurangi jika serangan terus berlanjut. Serangan ini menyasar pelabuhan ekspor dan kilang penting yang menjadi tulang punggung ekspor energi Rusia.
Jika eskalasi konflik meningkat, hal ini berpotensi menciptakan lonjakan harga minyak secara mendadak, mengingat Rusia adalah salah satu eksportir minyak terbesar dunia.
5. Pasar Minyak dalam Kondisi “Tidak Menentu”
Secara keseluruhan, harga minyak global saat ini berada dalam fase tidak menentu, dengan kekuatan tarik-menarik antara penurunan permintaan dan potensi gangguan pasokan. Investor kini berada dalam posisi menunggu kejelasan arah kebijakan moneter, data ekonomi, dan situasi geopolitik.
“Pasar saat ini berada di tengah-tengah. Ada kekhawatiran soal permintaan, tapi juga ketegangan soal pasokan. Ini menciptakan volatilitas tinggi,” jelas Flynn.
Dampak Turunnya Harga Minyak terhadap Ekonomi Global
Penurunan harga minyak tentu memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung perspektif:
Positif bagi Negara Importir
Negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia, India, dan Jepang bisa mendapatkan keuntungan dari biaya impor energi yang lebih rendah. Ini bisa mengurangi tekanan inflasi dan membantu pertumbuhan ekonomi.
Negatif bagi Negara Eksportir
Sebaliknya, negara-negara eksportir minyak seperti Arab Saudi, Rusia, dan Venezuela bisa mengalami penurunan pendapatan negara, terutama jika harga tetap rendah dalam waktu lama.
Dilema bagi Produsen Energi
Bagi perusahaan minyak global, harga di bawah USD 70 per barel bisa mengancam profitabilitas, terutama untuk proyek-proyek eksplorasi dan pengeboran baru yang memerlukan modal besar.
Apakah Harga Minyak Akan Terus Turun?
Pasar minyak saat ini masih sangat sensitif terhadap berita dan data ekonomi. Jika data permintaan energi global terus menunjukkan pelemahan, atau jika konflik geopolitik tetap terkendali, harga minyak berpotensi melanjutkan tren penurunan.
Namun, bila terjadi:
-
Gangguan pasokan mendadak
-
Lonjakan permintaan musiman (seperti musim dingin di belahan bumi utara)
-
Ketegangan geopolitik ekstrem
Maka harga bisa melonjak kembali secara tajam, seperti yang sudah beberapa kali terjadi dalam sejarah pasar energi.
Kesimpulan: Tetap Waspada terhadap Volatilitas Minyak
Turunnya harga minyak global menjadi cerminan dinamika kompleks antara permintaan, pasokan, dan kebijakan ekonomi global. Baik investor, pelaku industri, maupun pemerintah harus tetap waspada terhadap volatilitas yang tinggi, terutama menjelang akhir tahun.
Dengan pasar berada di persimpangan jalan, data ekonomi dan kebijakan moneter The Fed di bulan-bulan mendatang akan menjadi kunci arah harga minyak berikutnya.