5 Alasan Menkeu Purbaya Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh Pakai APBN

5 Alasan Menkeu Purbaya Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh Pakai APBN

FYP Mediaid – Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk membayar utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang saat ini masih menjadi sorotan publik. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi fiskal dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur nasional.

Berikut ini lima alasan kuat yang mendasari keputusan Menkeu Purbaya untuk tidak menggunakan APBN dalam menanggung utang proyek kereta cepat yang dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

1. Beban APBN Sudah Terlalu Berat untuk Infrastruktur

Purbaya secara tegas menyampaikan bahwa pemerintah tidak ingin seluruh beban pembiayaan infrastruktur kembali ditanggung oleh APBN, sebagaimana sering terjadi pada proyek-proyek besar sebelumnya. Ia menyebut bahwa penggunaan dana publik harus dioptimalkan untuk kebutuhan prioritas nasional seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial.

“Kalau terus-menerus pakai APBN, maka beban negara akan makin besar. Kita harus pisahkan peran pemerintah dan swasta,” ujar Purbaya dikutip dari Antara, Selasa (14/10/2025).

Keputusan ini juga dianggap sebagai upaya reformasi kebijakan fiskal agar lebih adil dan berkelanjutan ke depan.

2. KCIC Akan Dialihkan ke Danantara: Lembaga Investasi Mandiri

Solusi alternatif yang dipilih pemerintah adalah menyerahkan pengelolaan dan pembiayaan KCJB kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Lembaga ini memiliki sistem pendanaan mandiri dan dividen tinggi yang bisa menopang keberlanjutan proyek tanpa mengandalkan kas negara.

“Danantara sudah punya manajemen sendiri dan dividen sendiri, rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih,” jelas Menkeu Purbaya.

Dengan menyerahkan proyek ke Danantara, pemerintah berharap beban fiskal negara bisa ditekan dan pengelolaan infrastruktur menjadi lebih profesional serta terukur secara bisnis.

3. Disiapkan Dua Skema Strategis untuk Penyelesaian Utang

Menurut Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, saat ini ada dua skema penyelesaian pembiayaan proyek KCIC yang sedang dikaji, yaitu:

  1. Penambahan modal (equity) untuk memperkuat struktur keuangan KCIC.

  2. Alih infrastruktur ke pemerintah, sebagaimana model industri perkeretaapian lainnya.

Dony menegaskan bahwa pendekatan ini lebih bersifat investasi strategis jangka panjang dan tidak mengandalkan subsidi negara.

“Kami ingin mencari solusi terbaik agar proyek ini berkelanjutan tanpa membebani PT KAI sebagai induk KCIC,” ujarnya.

Kehadiran Danantara sebagai investor institusional diharapkan dapat memperkuat posisi KCJB sebagai aset produktif nasional.

4. Jumlah Penumpang Meningkat, Tapi Bisnis Masih Butuh Dukungan

Secara operasional, Kereta Cepat Whoosh mencatat peningkatan jumlah penumpang signifikan, bahkan mencapai 30 ribu orang per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi layanan, proyek ini memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan.

Namun, meski minat masyarakat tinggi, keuangan KCIC belum sepenuhnya stabil. Proyek masih memerlukan penataan ulang skema pembiayaan agar mampu bertahan tanpa intervensi APBN.

Menurut Dony, konsolidasi yang dilakukan bersama Danantara akan membantu mengatasi beban utang serta menjadikan bisnis Whoosh lebih kompetitif dan efisien.

5. Restrukturisasi Utang dengan China Masih Berjalan

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, mengungkapkan bahwa proses restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung dengan mitra China masih berlangsung aktif. Negosiasi melibatkan pemerintah China maupun pihak perusahaan, dan fokusnya bukan hanya solusi jangka pendek tetapi juga perombakan struktur pembiayaan.

“Tujuannya supaya pembiayaan proyek lebih berkelanjutan dan tidak membebani keuangan negara,” tegas Rosan.

Langkah ini mencerminkan pendekatan diplomatik dan bisnis yang strategis, sekaligus mencegah risiko fiskal berulang pada proyek infrastruktur skala besar.

Kesimpulan: APBN Bukan Solusi Jangka Panjang

Dengan segala kompleksitas yang menyertai proyek Whoosh, pemerintah mengambil sikap tegas untuk tidak menggunakan APBN demi menyelamatkan neraca fiskal negara. Keputusan Menkeu Purbaya ini menjadi contoh nyata reformasi kebijakan fiskal yang mulai memisahkan peran negara dan swasta secara lebih tegas dalam proyek-proyek besar.

Transfer tanggung jawab ke Danantara, restrukturisasi utang, dan peningkatan efisiensi operasional menjadi strategi berlapis untuk menjaga kesinambungan proyek KCJB. Lebih dari sekadar menyelamatkan satu proyek, langkah ini juga menjadi preseden baru untuk menata ulang pembiayaan infrastruktur masa depan Indonesia.