Waspada! 7 Cara & Makanan Alami hingga Medis Atasi Keracunan

waspada cara keracunan
Ilustrasi gejala keracunan/Sumber Foto: Alodokter

FYPMedia.id– Kasus keracunan makanan belakangan ini menjadi isu yang kembali ramai dibicarakan masyarakat. Apalagi sejak Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan sepanjang tahun 2025 dikaitkan dengan ribuan kasus keracunan massal di berbagai daerah. 

Menurut data Badan Gizi Nasional (BGN), hingga September 2025, tercatat lebih dari 4.700 penerima manfaat MBG mengalami keracunan setelah menyantap makanan dari program tersebut. 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut penyebabnya mulai dari kualitas bahan mentah yang buruk, penyimpanan di suhu tidak aman, hingga pengolahan makanan yang tidak sesuai standar.

Tak heran, masyarakat pun banyak mencari jalan pintas. Mulai dari meminum air kelapa, teh jahe, susu, hingga ramuan jahe madu dianggap bisa jadi “penawar racun” instan. Namun, apakah klaim tersebut benar adanya? 

Artikel ini akan mengulas mitos dan fakta tentang makanan serta minuman yang disebut-sebut ampuh mengatasi keracunan, sekaligus membahas obat alami hingga medis yang bisa dijadikan langkah pertolongan pertama.

1. Air Kelapa: Mitos Penetral Racun?

Air kelapa sering kali dijadikan solusi darurat ketika seseorang mengalami keracunan makanan. Kandungan elektrolitnya memang bermanfaat untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat muntah atau diare. 

Bahkan, penelitian menunjukkan air kelapa memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare seperti Shigella sp.

Namun, hingga kini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa air kelapa bisa membunuh bakteri berbahaya atau menetralisir racun di dalam tubuh. 

Artinya, air kelapa lebih tepat dianggap sebagai pendukung hidrasi, bukan sebagai obat keracunan makanan.

Baca Juga: 1.333 Siswa Keracunan MBG: Bareskrim Turun Tangan, Ahli Gizi Beri Kritik Pedas

2. Jahe + Madu: Meredakan Gejala, Bukan Menetralisir Racun

Ramuan jahe madu dikenal luas dalam pengobatan tradisional. Jahe terbukti efektif meredakan mual dan muntah, sebagaimana disebutkan dalam International Journal of Food Science and Nutrition (2024)

Sedangkan madu mengandung antioksidan serta memberikan energi instan yang bermanfaat ketika tubuh lemas akibat keracunan.

Meski demikian, menurut para ahli, tidak ada bukti ilmiah bahwa jahe dan madu bisa menetralisir racun secara langsung. 

Keduanya lebih berperan sebagai pereda gejala, terutama untuk mengurangi mual dan meningkatkan energi.

3. Susu: Bisa Jadi Bumerang

Anggapan susu sebagai “penawar racun” ternyata keliru. Beberapa penelitian menunjukkan, laktosa pada susu justru bisa menjadi sumber energi bagi bakteri penyebab keracunan. 

Artinya, minum susu saat keracunan malah berpotensi memperburuk kondisi karena mempercepat pertumbuhan bakteri jahat.

Oleh karena itu, pemberian susu sebagai langkah darurat justru tidak disarankan dan bisa berbahaya pada kasus keracunan tertentu.

4. Kacang Hijau: Bergizi, tapi Bukan Penawar Racun

Bubur kacang hijau dikenal kaya protein, vitamin, mineral, serta antioksidan. Banyak yang percaya makanan ini dapat menetralkan racun. 

Faktanya, belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan klaim tersebut. Kandungan gizinya memang bagus untuk mendukung sistem imun dan kesehatan pencernaan, tetapi tidak dapat dijadikan solusi utama untuk keracunan.

5. Obat Alami sebagai Pertolongan Pertama

Selain mitos di atas, ada beberapa langkah alami yang masih bisa dijadikan pertolongan pertama untuk meringankan gejala keracunan makanan:

  • Air putih → mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
  • Makanan rendah serat dan lemak seperti pisang, kentang, roti, atau kaldu ayam, membantu meringankan kerja usus.
  • Probiotik seperti yoghurt, tempe, atau kefir untuk mengembalikan keseimbangan bakteri usus setelah keracunan.

Namun, penting diingat: obat alami hanya untuk gejala ringan. Bila gejala memburuk, segera cari pertolongan medis.

Baca Juga: 7 Fakta Mengejutkan Keracunan Makanan dan Cara Mencegahnya

6. Teh Jahe & Teh Peppermint: Pereda Mual dan Kram Perut

Selain ramuan jahe madu, teh jahe juga terbukti meredakan mual, muntah, hingga diare akibat keracunan makanan. Cara membuatnya pun sederhana: rebus jahe segar, tambahkan madu atau perasan lemon, lalu konsumsi selagi hangat.

Tak hanya itu, teh peppermint juga dipercaya mampu membantu meredakan kram perut karena efek rileksasi pada otot pencernaan. 

Namun, penderita GERD tidak disarankan mengonsumsi teh peppermint karena dapat memicu rasa terbakar di dada (heartburn).

7. Obat Medis: Solusi Pasti

Bila gejala keracunan makanan tidak membaik setelah 48 jam, langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan dokter. Menurut keterangan medis, obat yang biasanya diberikan meliputi:

  • Obat antidiare seperti loperamide atau bismuth subsalicylate.
  • Obat antimual untuk mengurangi muntah berlebihan.
  • Antibiotik atau antiparasit, bila keracunan disebabkan oleh bakteri atau parasit.
  • Cairan intravena (IV) untuk pasien dengan dehidrasi berat.

Dokter akan menyesuaikan pengobatan berdasarkan penyebab keracunan, sehingga langkah medis tetap menjadi pilihan paling efektif.

Kapan Harus ke Dokter?

Segera periksa ke fasilitas kesehatan bila Anda mengalami gejala berikut:

  • Diare lebih dari 3 hari.
  • Demam tinggi.
  • Muntah darah atau BAB berdarah.
  • Kesemutan di anggota tubuh atau pandangan kabur.
  • Tanda dehidrasi parah seperti mulut kering dan jarang buang air kecil.

Kasus keracunan massal, terutama yang terkait dengan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), menjadi pengingat pentingnya keamanan pangan di Indonesia. 

Banyak informasi beredar yang menyebutkan makanan atau minuman tertentu dapat mengatasi keracunan, padahal sebagian besar hanyalah mitos.

Seperti dikutip dari laporan BGN, “Hingga September 2025 sudah tercatat lebih dari 4.700 penerima manfaat MBG mengalami keracunan.” 

Data ini menegaskan bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada mengandalkan “obat instan” tanpa bukti ilmiah.

Kesimpulannya, langkah paling tepat saat keracunan makanan adalah mencegah dehidrasi, mengonsumsi makanan ringan, serta segera mencari pertolongan medis bila kondisi memburuk. 

Dengan pemahaman ini, masyarakat diharapkan lebih bijak memilah informasi dan tidak mudah termakan mitos seputar penawar racun.