Setoran Pajak Dua Bulan Pertama 2025 Jeblok, Defisit APBN Capai Rp31,2 Triliun

Setoran Pajak Dua Bulan Pertama 2025 Jeblok, Defisit APBN Capai Rp31,2 Triliun

FYPMedia. ID – Penerimaan pajak Indonesia dalam dua bulan pertama tahun 2025 mengalami penurunan signifikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa hingga akhir Februari, penerimaan pajak baru mencapai Rp187,8 triliun atau sekitar 8,6 persen dari target tahunan. Angka ini anjlok 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana penerimaan pajak mencapai Rp269,02 triliun.

 

Penurunan ini menjadi perhatian utama pemerintah, mengingat pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara. “Kami terus memantau perkembangan penerimaan pajak dan akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas fiskal,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya.

 

Tak hanya dari sisi pajak, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tercatat sebesar 0,13 persen atau setara Rp31,2 triliun hingga 28 Februari 2025. Data menunjukkan bahwa belanja negara telah mencapai Rp348,1 triliun, sementara pendapatan negara baru berada di angka Rp316,9 triliun.

 

Penyebab Penurunan Penerimaan Pajak

Beberapa faktor diduga menjadi penyebab jebloknya penerimaan pajak di awal tahun ini. Salah satunya adalah perlambatan ekonomi yang memengaruhi kinerja perusahaan dan daya beli masyarakat. Sektor bisnis masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketidakpastian global, fluktuasi nilai tukar, hingga kenaikan harga bahan baku yang menghambat pertumbuhan usaha.

 

Selain itu, perubahan kebijakan perpajakan juga berpotensi berkontribusi terhadap penurunan penerimaan. Misalnya, kebijakan insentif pajak yang diberikan kepada sektor tertentu atau penyesuaian tarif pajak yang belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

 

Di sisi lain, masih adanya praktik penghindaran pajak dan rendahnya tingkat kepatuhan pajak di beberapa sektor ekonomi juga menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah perlu terus meningkatkan pengawasan dan memperluas basis pajak agar penerimaan negara bisa lebih optimal.

 

Strategi Pemerintah untuk Mengatasi Defisit

 

Meskipun menghadapi tantangan besar, pemerintah tetap optimistis bahwa penerimaan pajak akan membaik dalam beberapa bulan ke depan. Sejumlah kebijakan dan strategi sedang disiapkan guna mendorong kepatuhan pajak serta meningkatkan basis pajak dari sektor-sektor potensial.

 

Beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain:

 

1. Penguatan Digitalisasi Perpajakan

Pemerintah terus mengembangkan sistem digital untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengumpulan pajak. Digitalisasi diharapkan dapat mengurangi praktik penghindaran pajak serta mempercepat proses administrasi perpajakan.

 

2. Ekstensifikasi Pajak

Pemerintah juga berupaya memperluas cakupan pajak dengan menargetkan sektor-sektor yang selama ini belum tergarap secara optimal. Misalnya, pajak ekonomi digital yang semakin berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.

 

3. Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Sosialisasi dan edukasi kepada wajib pajak terus ditingkatkan agar kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan semakin tinggi. Pemerintah juga akan memperketat pengawasan terhadap wajib pajak yang tidak patuh.

 

4. Optimalisasi Penerimaan Non-Pajak

Selain pajak, pemerintah juga berupaya menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP), termasuk dari sektor sumber daya alam, dividen BUMN, dan pendapatan lainnya yang berkontribusi terhadap kas negara.

 

5. Evaluasi Kebijakan Insentif Pajak

Pemerintah juga akan meninjau kembali berbagai insentif pajak yang selama ini diberikan kepada dunia usaha. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa insentif yang diberikan benar-benar berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan tidak justru menggerus penerimaan negara.

 

Dampak terhadap Perekonomian Nasional

 

Anjloknya penerimaan pajak dan defisit APBN tentu berpotensi berdampak terhadap perekonomian nasional. Jika kondisi ini terus berlanjut, pemerintah mungkin perlu melakukan penyesuaian dalam belanja negara, termasuk dalam alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, subsidi, dan program bantuan sosial.

 

Para ekonom menilai bahwa tren penurunan penerimaan pajak ini bisa menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipatif. Jika tidak segera diatasi, defisit anggaran yang semakin lebar dapat memengaruhi stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia.

 

Di sektor swasta, rendahnya penerimaan pajak juga dapat berimplikasi pada kebijakan fiskal yang lebih ketat. Misalnya, kemungkinan pemerintah akan menekan belanja negara atau meningkatkan tarif pajak tertentu untuk menutupi kekurangan pendapatan. Hal ini bisa berdampak pada dunia usaha yang saat ini masih dalam tahap pemulihan pascapandemi dan menghadapi tekanan dari faktor ekonomi global.

 

Namun, dengan berbagai strategi yang telah disiapkan, diharapkan penerimaan pajak bisa kembali meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Pemerintah diharapkan dapat memperkuat kebijakan fiskal agar tetap menjaga stabilitas ekonomi dan tidak membebani dunia usaha yang tengah beradaptasi dengan berbagai tantangan ekonomi.

 

Ke depan, koordinasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa sistem perpajakan berjalan lebih optimal dan berkontribusi secara maksimal terhadap pembangunan nasional. Dengan kebijakan yang tepat dan pengawasan yang ketat, pemerintah dapat kembali meningkatkan penerimaan pajak serta menekan defisit APBN agar perekonomian tetap berada pada jalur yang sehat dan berkelanjutan.