FYP Media.ID – Rabu, 21 Mei 2025 – Kepolisian Republik Indonesia berhasil membongkar aktivitas grup menyimpang bertema “fantasi sedarah” yang beroperasi di berbagai platform media sosial. Melalui operasi siber selama dua pekan terakhir, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap enam orang tersangka yang diduga menjadi pengelola utama grup yang memuat cerita, gambar, dan diskusi seksual bertema hubungan inses, termasuk yang melibatkan anak di bawah umur.
Penangkapan ini menjadi alarm keras atas merebaknya konten berbahaya yang mengaburkan batas antara fiksi, penyimpangan, dan pelanggaran hukum. Meskipun berdalih sebagai “komunitas cerita fiksi”, aparat menilai aktivitas mereka sebagai bentuk penyebaran pornografi, normalisasi kekerasan seksual dalam keluarga, dan pelanggaran berat terhadap hukum dan norma kesusilaan.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah warganet melaporkan adanya akun Twitter (X) dan grup Telegram yang mempromosikan konten bertema fantasi sedarah. Akun-akun tersebut secara terbuka mengunggah kutipan dari cerita inses, ilustrasi seksual antara orang tua dan anak, serta tautan menuju kanal diskusi di platform tertutup. Salah satu akun bahkan menuliskan bio “semua boleh berfantasi, asal tak dilihat dunia nyata.”
Tim Siber Polri yang menerima laporan kemudian melakukan penyelidikan digital, memantau aktivitas akun, dan menelusuri jaringan penyebaran konten. Setelah mengumpulkan bukti digital berupa rekaman aktivitas akun, isi percakapan grup, dan data kepemilikan perangkat, polisi melakukan penangkapan serentak terhadap enam pelaku di enam kota berbeda.
“Kami mengamankan para pelaku di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Bekasi, dan Tangerang. Mereka saling terhubung secara daring, tidak saling mengenal di dunia nyata, namun tergabung dalam komunitas tertutup yang menyebarkan konten seksual menyimpang,” ujar Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan, Karopenmas Divisi Humas Polri, dalam konferensi pers Selasa (20/5).
Enam tersangka yang ditangkap masing-masing memiliki peran spesifik dalam komunitas ini:
- RA (32, Jakarta): Pendiri dan admin utama grup Telegram. Bertugas merekrut anggota baru secara selektif, menyaring konten, serta membuat aturan dalam grup.
- MK (27, Bandung): Moderator dan pengarsip konten. Ia menyimpan ribuan file cerita dan ilustrasi bertema inses dan membagikannya berdasarkan permintaan anggota.
- SL (25, Surabaya): Kontributor utama cerita fiksi seksual. Sudah memposting lebih dari 100 naskah yang menggambarkan hubungan seksual antar saudara kandung dan orang tua-anak.
- TD (30, Makassar): Ahli IT. Ia membuat sistem penyimpanan cloud terenkripsi untuk menyimpan file digital dan mengatur pengamanan grup dengan sistem verifikasi dua tahap.
- FA (24, Bekasi): Promotor konten. Bertugas menyebarkan tautan ke grup ke forum-forum luar, termasuk dark web, Reddit, dan media sosial.
- WN (29, Tangerang): Ilustrator. Menggambar konten seksual berbasis anime dengan karakter yang sering digambarkan sebagai anak-anak dan remaja.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, grup ini sudah aktif sejak pertengahan 2023 dan memiliki lebih dari 3.200 anggota. Para anggotanya berasal dari berbagai usia, sebagian besar laki-laki berusia 20 hingga 40 tahun. Mereka bergabung menggunakan nama samaran dan hanya bisa mengakses konten tertentu setelah lolos “uji kesetiaan” yang dilakukan admin.
Meski berdalih sebagai grup berbagi cerita fiksi, konten yang ditemukan sangat vulgar dan menyimpang. Dari total lebih dari 7.000 file yang ditemukan di perangkat pelaku dan penyimpanan digital, sebagian besar adalah:
- Cerita bertema hubungan seksual antara ayah-anak perempuan, ibu-anak laki-laki, kakak-adik, dan paman-keponakan.
- Ilustrasi digital bergaya anime yang menggambarkan adegan seksual eksplisit dengan karakter anak-anak.
- Video pendek dan meme seksual yang dimodifikasi untuk mendukung narasi “fantasi sedarah”.
Salah satu cerita populer berjudul “Malam Panjang Bersama Adik Kandungku” mendapat lebih dari 800 komentar dalam grup dan telah dibagikan ulang ke komunitas lain. Dalam cerita tersebut, digambarkan hubungan seksual secara eksplisit antara dua saudara kandung yang baru menginjak usia 14 dan 15 tahun.
Baca Juga : Polisi Selidiki Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter Kandungan di Garut
Menurut penyidik, beberapa pelaku juga menerima “request” atau permintaan khusus dari anggota grup untuk menulis cerita berdasarkan latar belakang keluarga asli mereka, yang kemudian dimodifikasi menjadi fiksi.
“Konten ini bukan sekadar cerita. Mereka aktif mendiskusikan skenario, memvisualisasikan fantasi, dan menjadikannya budaya komunitas. Ini sangat berbahaya,” kata Brigjen Ramadhan.
Enam tersangka kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal berlapis:
- Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE No. 19 Tahun 2016, tentang distribusi konten asusila, dengan ancaman 6 tahun penjara.
- Pasal 4, 5, dan 6 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.
- Pasal 82 jo Pasal 76E UU Perlindungan Anak, jika terbukti menyebarkan konten pornografi anak.
- Pasal 282 KUHP tentang pelanggaran kesusilaan.
Polri juga berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan pihak interpol untuk menyelidiki kemungkinan keterkaitan jaringan ini dengan grup internasional serupa.
Dosen Psikologi Kriminologi Universitas Indonesia, Dr. Rika Indrawati, mengatakan bahwa komunitas digital seperti ini dapat menjadi ladang subur untuk normalisasi perilaku menyimpang.
“Ketika narasi inses dan kekerasan seksual disajikan dalam bentuk fiksi, disebarluaskan dan dibahas dalam komunitas tertutup, akan muncul persepsi bahwa itu adalah hal ‘normal’ dan ‘dibenarkan’. Lama-lama bisa merusak cara pikir dan mendorong tindakan nyata,” jelas Dr. Rika.
Ia juga menyebut bahwa kelompok ini rentan menarik remaja dan dewasa muda yang belum memiliki kesadaran seksual yang sehat. Menurutnya, edukasi seks berbasis nilai, moral, dan akal sehat harus mulai ditanamkan sejak usia dini.
Kementerian Kominfo telah memblokir 57 situs, forum, dan tautan media sosial yang terhubung ke jaringan grup ini. Mereka juga mengembangkan sistem pemantauan berbasis AI untuk mendeteksi narasi serupa.
“Kami akan terus memantau dan memblokir situs yang mengandung konten seksual menyimpang, khususnya yang menyasar anak di bawah umur,” kata Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani.
Baca Juga : Dokter Kandungan di Garut Akui Lec*hkan 4 Pasien, Polisi Terus Kembangkan Kasus
Polri juga mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan konten mencurigakan melalui Aplikasi Polisi Virtual atau langsung ke akun resmi Siber Polri.
Kasus grup fantasi sedarah ini membuka mata publik akan bahaya laten penyimpangan seksual yang dibungkus narasi fiksi. Konten seperti ini tidak hanya merusak moral, tetapi juga melanggar hukum dan bisa menjadi jalan masuk pada kejahatan seksual di dunia nyata.
Normalisasi terhadap narasi inses, meskipun dalam bentuk fiksi, harus dihentikan. Literasi digital, edukasi seks yang sehat, peran keluarga, serta penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bermartabat.