Pertamina Alihkan Rute Distribusi Minyak Usai Serangan Israel ke Iran: 5 Langkah Strategis Hadapi Krisis Energi 2025

Pertamina Alihkan Rute Distribusi Minyak Usai Serangan Israel ke Iran

Pertamina Alihkan Rute Distribusi Minyak Usai Serangan Israel ke Iran: 5 Langkah Strategis Hadapi Krisis Energi 2025

FYPMedia.ID — Memanasnya konflik di Timur Tengah kembali mengguncang stabilitas energi global. PT Pertamina (Persero) resmi mengumumkan rencana pengalihan rute distribusi minyak mentah menyusul serangan besar-besaran Israel ke ibu kota Iran pada Jumat pagi (13/6/2025). Langkah ini menjadi bagian dari mitigasi strategis Pertamina untuk menjaga kelancaran pasokan energi nasional.

1. Rute Distribusi Minyak Dialihkan demi Keamanan

VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengungkapkan bahwa pengalihan rute distribusi menjadi salah satu respons cepat perusahaan dalam menghadapi eskalasi konflik.

 

Baca Juga: Trump Desak Iran Usai Serangan Israel: Kesempatan Nuklir ke-2

 

“Kawasan Timur Tengah memang sudah dikenal sebagai wilayah dengan potensi konflik tinggi. Dalam kondisi seperti ini, kami akan menempuh jalur alternatif yang lebih aman untuk pengiriman minyak mentah,” ujar Fadjar dalam keterangannya di Graha Pertamina, Jakarta.

Menurut Fadjar, kebijakan ini sudah menjadi bagian dari protokol mitigasi risiko yang diterapkan Pertamina setiap kali muncul konflik geopolitik di wilayah pemasok utama minyak mentah.

2. Impor Minyak Mentah dari Kawasan Lain Lebih Fleksibel

Selain mengalihkan jalur pengiriman, Pertamina juga berencana melakukan diversifikasi sumber impor. Kawasan Afrika menjadi salah satu opsi potensial untuk menggantikan pasokan dari Timur Tengah jika diperlukan.

“Saat ini, kontrak pembelian minyak mentah dari Timur Tengah tidak bersifat jangka panjang. Artinya, kami punya fleksibilitas untuk beralih ke sumber lain jika terjadi gangguan,” jelas Fadjar.

Diversifikasi ini memberikan keleluasaan bagi Pertamina dalam merespons perubahan kondisi geopolitik global dan menjamin ketahanan energi nasional tetap terjaga.

3. Belum Ada Dampak Langsung, Tapi Mitigasi Diperkuat

Meski serangan Israel ke Iran baru saja terjadi, Fadjar menegaskan bahwa hingga kini belum ada dampak langsung terhadap operasional Pertamina. Namun, langkah-langkah mitigasi telah diaktifkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.

“Pertamina International Shipping (PIS) dan Patra Niaga sedang memantau situasi dan menyiapkan skenario pengalihan rute. Kami juga terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk langkah antisipatif selanjutnya,” imbuh Fadjar.

4. Konflik Israel-Iran Ganggu Jalur Energi Global

Serangan Israel terhadap sejumlah fasilitas strategis di Iran, termasuk reaktor nuklir dan pusat pengayaan uranium, telah memicu reaksi keras dari Teheran. Dua komandan tinggi militer Iran dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa operasi militer ini akan terus berlanjut selama “beberapa hari” hingga ancaman dari Iran benar-benar dieliminasi.

Akibatnya, Israel menetapkan status darurat nasional sebagai bentuk kesiapan menghadapi serangan balasan dari Iran. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pun memperingatkan bahwa Israel akan menerima “hukuman berat”.

5. Investor Global Cemas, Harga Minyak Bisa Melejit

Ketegangan geopolitik ini membuat investor global khawatir terhadap kelangsungan jalur distribusi energi dunia, terutama di Selat Hormuz yang menjadi titik krusial pengiriman minyak dari Timur Tengah.

Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, memprediksi harga minyak bisa melonjak hingga USD 7,50 per barel jika konflik ini berujung pada penutupan ekspor minyak Iran.

“Iran tahu bahwa setiap aksi yang mengganggu pasokan energi akan berdampak langsung pada harga minyak dunia. Ini bisa memicu tekanan politik terhadap negara-negara pengimpor utama, termasuk AS,” ujar Lipow.

Pertamina Harus Siap Hadapi Dinamika Energi Global

Di tengah gejolak global ini, langkah Pertamina mengalihkan rute dan membuka jalur impor baru patut diapresiasi sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam menjaga ketersediaan energi nasional.

Namun, langkah ini juga menjadi pengingat penting bagi Indonesia untuk mempercepat diversifikasi energi, mengurangi ketergantungan terhadap minyak impor, dan mengembangkan sumber energi terbarukan secara masif.

Konflik Israel-Iran menjadi alarm nyata bahwa ketahanan energi bukan hanya soal harga, tapi juga soal geopolitik dan keamanan nasional.

Saatnya Percepat Energi Terbarukan

Di tengah gejolak global ini, langkah Pertamina mengalihkan rute dan membuka jalur impor baru patut diapresiasi sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam menjaga ketersediaan energi nasional.

Namun, langkah ini juga menjadi pengingat penting bagi Indonesia untuk mempercepat diversifikasi energi, mengurangi ketergantungan terhadap minyak impor, dan mengembangkan sumber energi terbarukan secara masif.

Konflik Israel-Iran menjadi alarm nyata bahwa ketahanan energi bukan hanya soal harga, tapi juga soal geopolitik dan keamanan nasional.

Urgensi Transisi Energi di Tengah Krisis Global

Ketergantungan Indonesia pada impor minyak mentah membuat perekonomian nasional sangat rentan terhadap ketegangan global. Oleh karena itu, dorongan menuju transisi energi menjadi semakin mendesak. Investasi dalam energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi harus dipercepat, tidak hanya sebagai solusi jangka panjang, tetapi juga sebagai bagian dari strategi pertahanan energi nasional.

 

Baca Juga: Israel & Palestina: 2 Negara dengan Sejarah dan Konflik yang Rumit

 

Pemerintah melalui Kementerian ESDM perlu mengakselerasi program transisi energi dengan insentif yang jelas dan kerangka regulasi yang mendukung. Di sisi lain, BUMN dan pelaku industri harus mulai mengadopsi teknologi hijau secara lebih agresif.

Dengan transformasi ini, Indonesia tidak hanya bisa mengurangi ketergantungan impor, tetapi juga memperkuat posisi strategisnya di panggung energi global yang kian kompetitif dan sarat risiko geopolitik.