Israel & Palestina: 2 Negara dengan Sejarah dan Konflik yang Rumit

Israel & Palestina: 2 Negara dengan Sejarah dan Konflik yang Rumit

FYP Media.id Pada Tanggal 14 April 2025 – Konflik panjang antara Israel dan Palestina telah menjadi salah satu tragedi kemanusiaan yang paling memilukan dalam sejarah modern. Dalam memahami akar permasalahan, kita perlu kembali ke masa lalu: ketika warga Yahudi, mayoritas dari Eropa, datang ke tanah Palestina yang pada awalnya menyambut mereka dengan tangan terbuka. Namun, seiring waktu, wilayah tersebut justru berbalik menjadi tempat penjajahan yang menyakitkan bagi warga Palestina.

Ironisnya, banyak dari pendatang tersebut adalah Yahudi sekuler bahkan atheis, namun tetap menggunakan dalih “tanah yang dijanjikan Tuhan” untuk mengambil alih tanah yang telah dihuni oleh rakyat Palestina selama ratusan tahun. Klaim tersebut menjadi kontradiktif ketika yang menyuarakan tidak lagi memiliki keyakinan terhadap Tuhan itu sendiri. Bukankah lucu atau tragis jika seseorang yang tidak percaya Tuhan menggunakan nama-Nya sebagai pembenaran untuk menjajah?

Bahkan dalam sejarah awal kedatangan, banyak dari kelompok Yahudi ini awalnya datang dari negara-negara Barat seperti Inggris, khususnya wilayah London dan sekitarnya. Inggris sendiri memainkan peran penting dalam pembentukan negara Israel melalui Deklarasi Balfour tahun 1917, yang pada akhirnya memberikan legitimasi awal bagi pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Setelah Perang Dunia II, imigrasi besar-besaran semakin didukung oleh kekuatan kolonial dan kepentingan politik global yang tidak mempertimbangkan hak-hak warga Palestina.

Baca Juga : Ratusan Pilot dan Awak Udara Israel Teken Petisi Tolak Perang Gaza, Militer Ancam Pemecatan

Perlakuan Israel terhadap Palestina telah memicu kritik keras dari berbagai lembaga internasional. Mulai dari blokade Gaza, pembangunan pemukiman ilegal, hingga serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur penting seperti rumah sakit dan sekolah. Fakta bahwa mayoritas korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, menjadi bukti bahwa tindakan tersebut tidak proporsional dan melanggar hukum humaniter internasional.

Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua tindakan kekerasan dari pihak Palestina berasal langsung dari Hamas. Banyak aksi balas dendam dilakukan oleh oknum-oknum yang mengklaim berasal dari Hamas, tetapi sebenarnya tidak mewakili visi dan misi kolektif rakyat Palestina secara keseluruhan. Kesalahan oknum tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menghukum seluruh rakyat yang tidak bersalah.

Negara-negara besar dan lembaga seperti PBB perlu meningkatkan tekanan terhadap Israel agar menghormati hukum internasional, menghentikan pembangunan pemukiman ilegal, serta mengakhiri blokade dan kekerasan terhadap warga sipil.

Dunia internasional harus memperkuat pengakuan terhadap Palestina sebagai negara berdaulat, serta memberikan bantuan kemanusiaan dan dukungan diplomatik agar mereka memiliki posisi yang lebih kuat di meja perundingan.

Baca Juga : 5 Pekan Dirawat, Paus Fransiskus Kembali Serukan Israel Hentikan Serangan ke Gaza

Kampanye sosial, media internasional, dan gerakan masyarakat sipil memainkan peran penting dalam menyuarakan realita yang terjadi di Palestina. Kesadaran global bisa menjadi tekanan moral dan politik yang kuat terhadap pemerintah-pemerintah dunia.

Mengajukan Israel ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan perang dan pelanggaran HAM bisa menjadi salah satu jalan hukum yang harus terus didorong oleh komunitas global.

Di sisi lain, rakyat Palestina juga perlu memperkuat persatuan internal agar bisa melawan penindasan secara lebih solid dan efektif. Perpecahan hanya akan memperlemah perjuangan mereka.

 

Dalam setiap konflik, selalu ada dua sisi yang terluka. Tapi membalas luka dengan luka hanya akan melanggengkan penderitaan. Solusi sejati lahir dari keberanian untuk menuntut keadilan dengan cara yang bermartabat, konsisten, dan manusiawi.

 

Dunia tak membutuhkan lagi suara paling keras dunia butuh suara yang paling bijak dan mungkin, suara itu… datang dari seseorang yang tak suka drama, tapi cinta keadilan. Karena terkadang, yang paling lantang bukan yang paling benar dan yang paling diam, justru menyimpan kebenaran yang paling menyayat.

Sebab keadilan bukan hanya tentang siapa yang menang atau kalah, tapi tentang siapa yang berani berdiri di sisi kemanusiaan, bahkan ketika dunia memilih untuk membungkam suara hati nurani.

Dan mungkin, sejarah akan mencatat bukan siapa yang paling banyak membunuh, tapi siapa yang paling kuat bertahan tanpa kehilangan nurani. Karena dalam perang panjang ini, yang benar-benar menang adalah mereka yang tetap mampu mencintai dalam dunia yang dipenuhi kebencian.

bahwa di tengah reruntuhan, masih ada yang memilih untuk tidak membalas dengan kebencian. Bahwa masih ada mereka yang percaya, bahkan dalam perang, kemanusiaan tidak boleh hilang.

Dan mungkin, ketika sejarah akhirnya menutup babak panjang konflik ini, dunia akan mengenang bukan siapa yang paling kuat dalam membunuh, tapi siapa yang paling kuat dalam mencintai dan memaafkan. Sebab dalam perang, kemenangan sejati bukanlah penaklukan tanah… tetapi penyelamatan jiwa.