Pengaruh Inflasi AS terhadap Nilai Tukar Rupiah

Pengaruh Inflasi AS terhadap Nilai Tukar Rupiah
Sumber Gambar: Aktual.com

FYPMEDIA.ID – Saat ini, ekonomi Indonesia menghadapi tantangan besar akibat inflasi tinggi di Amerika Serikat, yang berimbas langsung pada nilai tukar rupiah. Berdasarkan data dari Revinitif, pada Kamis, (14/11), rupiah melemah sebesar 0,51% pukul 09:12 WIB di angka Rp15.850/US$. Posisi ini bertolak belakang dengan penutupan perdagangan pada Rabu,  (13/11), di mana rupiah sempat sedikit menguat sebesar 0, 03%.

Sementara, indeks dolar AS (DYX) tercatat mengalami kenaikan sebesar 0,13%, di angka 106, 62. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan penutupan sebelumnya, yang berada di angka 106, 48.  

Baca juga: Stabilitas atau Risiko? Mengupas Aliran Modal Asing dan Imbasnya pada Ekonomi Indonesia

Pergerakan nilai tukar rupiah pada hari ini diprediksi akan dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama setelah data inflasi AS yang baru dirilis menunjukkan kenaikan. Inflasi tahunan AS pada Oktober 2024 tercatat sebesar 2,6%, lebih tinggi dari angka 2,4% di bulan sebelumnya. Ini merupakan kenaikan pertama dalam tujuh bulan terakhir, setelah inflasi cenderung menurun antara Maret hingga September 2024. Inflasi inti AS tetap stabil di 3,3% secara tahunan, sama dengan angka bulan sebelumnya.

Baca juga: Inflasi Sumbar Turun Drastis, dari 7,43% Menjadi 3,14%

Kondisi ini semakin diperparah oleh hasil pemilu AS yang memunculkan Donald Trump sebagai pemenang, yang membawa kebijakan proteksionis dan tarif tinggi. Kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan inflasi lebih lanjut karena akan menambah biaya impor.

Bagi Indonesia, kenaikan inflasi di AS dapat memengaruhi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI), yang semakin terbatas ruangnya untuk menurunkan suku bunga. Selain itu, jika bank sentral AS (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga tinggi atau bahkan memperketat kebijakan moneternya, dolar AS berpotensi terus menguat. Hal ini bisa mengancam stabilitas rupiah dan arus modal di Indonesia, karena investor cenderung lebih memilih aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS.