Writer: Raodatul - Rabu, 03 Desember 2025 08:00:00
FYPMedia.id — Jaringan narkotika internasional kembali diguncang dengan tertangkapnya Dewi Astutik, salah satu buronan kelas kakap yang selama bertahun-tahun menjadi otak di balik penyelundupan heroin dan sabu lintas negara.
Nama Dewi tak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga masuk dalam radar aparat di Asia, Afrika, hingga Korea Selatan.
Dua operasi besar, penyelundupan 2,3 kilogram heroin dan 2 ton sabu senilai Rp5 triliun, menjadi benang merah yang akhirnya menyeret perempuan ini pada penangkapan dramatis di Sihanoukville, Kamboja, pada 1 Desember 2025.
Awal Terbongkar: 2,3 Kg Heroin Mencurigakan di Bandara Soekarno-Hatta
Jejak penangkapan Dewi Astutik bermula dari satu koper hitam yang memancing kecurigaan petugas Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
Insiden ini terjadi di Terminal 3 Internasional, ketika petugas menemukan anomali pada salah satu koper penumpang asal Singapura berinisial ZM (46). Koper tersebut memiliki kompartemen tambahan yang tampak tidak biasa.
Setelah diperiksa dengan narcotest, ditemukan 2.760 gram heroin yang disembunyikan dalam false compartment di belakang koper. Heroin itu tergolong narkotika Golongan I.
Saat pengembangan kasus, seorang pelaku lain berinisial SS (49) yang menjemput kurir mengaku mendapat instruksi dari seorang bernama AH (33). Dari AH ini, mengalirlah satu nama yang kemudian menggegerkan publik: DA, (Dewi Astutik), sosok perempuan yang ternyata mengendalikan jaringan dari luar negeri.
Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, menjelaskan bahwa penindakan ini memiliki hubungan langsung dengan penangkapan Dewi Astutik.
"Bea Cukai Soekarno-Hatta juga ada kaitan terkait dengan penangkapan DA. Kami pernah menggagalkan penyelundupan kokain atau heroin 2,3 kilogram dari kiriman tersangka DA ini," ujar Gatot dalam konferensi pers, dikutip dari cnnIndonesia, Rabu (3/12/2025).
Gatot menegaskan bahwa keberhasilan menggagalkan penyelundupan ini menjadi salah satu kunci dalam proses penangkapan jaringan besar yang selama ini menyuplai narkotika ke Indonesia.
"Ini bentuk kolaborasi dan koordinasi yang kita bangun terus, supaya penanganan penyelundupan narkoba bisa tertangani dengan baik. Kami sangat mendukung sekali kolaborasi dengan BNN," ungkapnya.
Kerja sama itu terbukti krusial, karena dari sinilah aparat mengidentifikasi pola dan jaringan yang dikendalikan Dewi Astutik.
Baca Juga: 6 Napi Termasuk Ammar Zoni Dipindah ke Nusakambangan: Lapas Super Maksimum & Zero Narkoba
BNN Menelusuri Jejak Dewi: Jaringan Asia–Afrika dan Buron Korsel
Tak berhenti pada kasus heroin, penelusuran BNN mengungkap bahwa Dewi Astutik selama ini merupakan pemain besar dalam jaringan narkotika internasional.
Kepala BNN Komjen Suyudi Ario Seto menegaskan bahwa Dewi bukan sekadar kurir atau penghubung, melainkan perekrut dan koordinator jaringan Asia–Afrika.
"Dewi merupakan rekrutmen dari jaringan perdagangan narkotika Asia-Afrika dan juga menjadi DPO dari negara Korea Selatan," ujar Komjen Suyudi Ario Seto.
Keterlibatan Dewi dalam jaringan internasional membuatnya menjadi target prioritas yang telah lama diburu oleh BNN dan Interpol. Bahkan, Dewi masuk dalam daftar buronan Korea Selatan karena keterlibatannya dalam sindikat narkotika di negara tersebut.
Operasi Raksasa 2 Ton Sabu: Kerugian Rp5 Triliun Digagalkan
Penemuan 2,3 kg heroin ternyata hanya puncak kecil dari gunung es. Pada Mei 2025, Indonesia kembali diguncang kasus besar: penyelundupan 2 ton sabu melalui perairan Karimun, Kepulauan Riau.
Nilai sabu tersebut diperkirakan mencapai Rp5 triliun, menjadikannya salah satu kasus terbesar dalam sejarah BNN.
Empat WNI diamankan dalam operasi itu, dan dari pengakuan merekalah nama Dewi kembali muncul sebagai otak pengendali. Komjen Marthinus Hukom, yang saat itu menjabat Kepala BNN, mengungkapkan:
"Dewi Astutik memiliki keterkaitan dengan puncak jaringan dari keempat orang ini, dan saya yakini ini adalah jaringan internasional di kawasan Asia Tenggara. Buktinya, empat orang ini tertangkap," ujarnya di Batam, Senin (26/5/2025).
Sabu tersebut dibawa menggunakan kapal MT Sea Dragon Tarawa, yang dikendalikan oleh warga negara Thailand bernama Chancai. Pria ini juga berstatus buronan negara asalnya dan telah masuk dalam daftar pencarian internasional.
Setelah penangkapan itu, aparat semakin yakin bahwa Dewi memainkan peran sentral dalam berbagai rute penyelundupan narkotika lintas negara.
Tidak hanya menjadi operator lapangan, Dewi disebut termasuk dalam aktor yang mengatur jalur, rekrutmen, hingga logistik penyelundupan.
Pelarian dan Identitas Ganda: Dewi Astutik Kerap Ubah Penampilan
Salah satu alasan Dewi begitu sulit ditangkap adalah mobilitasnya yang tinggi. BNN mengungkap bahwa ia sering berpindah-pindah negara dan mengubah penampilan untuk menghindari identifikasi.
Komjen Suyudi mengungkapkan: "Kesulitannya karena yang bersangkutan ini adalah bagian dari jaringan internasional yang selama ini pindah dari negara satu ke negara lain," kata Suyudi.
Dewi diketahui pernah berada di Thailand, Vietnam, Malaysia, Kamboja, hingga UEA. Selain itu, ia rutin mengganti gaya rambut, riasan, dan identitas dokumen.
Kesaksian tetangga di kampung halaman Dewi, Sumber Agung, Balong, Ponorogo menguatkan informasi ini.
Seorang tetangga, Mbah Misiyem, mengatakan: "Awalnya rambutnya pendek, tapi sering berubah-ubah," ujarnya kepada detikJatim.
Dalam kesempatan lain, Misiyem mengungkapkan bahwa Dewi pernah berpamitan untuk bekerja di Kamboja setelah Lebaran 2023.
"Bilangnya mau kerja ke Kamboja. Saya sempat tanya, kok jauh sekali? Dia jawab di rumah nggak ada kerjaan," kata Misiyem.
Pengakuan itu kini terlihat sebagai kedok awal pelarian Dewi untuk memperkuat posisinya dalam jaringan internasional.
Baca Juga: Geger! Polisi Bongkar Pabrik Narkoba Terbesar di Jabar, 1 Ton Disita, Nilai Capai Rp350 Miliar
BNN Endus Posisi Dewi di Phnom Penh Lalu Sihanoukville
Setelah bertahun-tahun kabur, titik terang muncul pada 17 November 2025. BNN menerima informasi intelijen bahwa Dewi berada di wilayah Phnom Penh, Kamboja.
Dari informasi itu, BNN bersama Interpol, BAIS, serta otoritas Kamboja mulai melakukan pemantauan intensif. Pergerakan Dewi akhirnya terdeteksi bergeser ke Sihanoukville—kota pesisir yang kerap menjadi tempat persembunyian jaringan internasional.
Komjen Suyudi menjelaskan: "Dengan kerja sama antara Indonesia dan pemerintah Kamboja, kita bisa menemukan titik keberadaan yang bersangkutan sehingga dilakukan penangkapan," ungkapnya.
Penangkapan Dramatis di Lobi Hotel Sihanoukville
Pada 1 Desember 2025, operasi dilakukan secara senyap. Dewi berhasil ditangkap ketika keluar dari sebuah hotel berbintang, didampingi seorang pria.
Suyudi menuturkan kronologi penangkapan: "Tersangka ditangkap berada dalam kendaraan Toyota Prius berwarna putih, usai keluar dari salah satu hotel di Sihanoukville. Saat itu target berhasil ditangkap ketika sedang bersama dengan seorang laki-laki," katanya.
Penangkapan berlangsung cepat dan tanpa perlawanan. Dewi langsung diamankan dan dipindahkan ke fasilitas pengamanan Kamboja sebelum diekstradisi.
Pada malam hari tanggal 2 Desember 2025, Dewi tiba di Bandara Soekarno-Hatta dengan tangan terikat, dikawal ketat petugas BNN dan Interpol.
Buron di Korea Selatan dan Ancaman Golden Triangle
Selain dicari Indonesia, Dewi Astutik ternyata juga menjadi buronan di Korea Selatan.
Komjen Suyudi mengonfirmasi: "Dewi Astutik ini merupakan rekrutor dari jaringan perdagangan narkotika Asia-Afrika dan juga jadi DPO dari negara Korea Selatan," ujarnya.
Nama Dewi bahkan disebut sebagai salah satu WNI yang memiliki pengaruh di kawasan Golden Triangle, area rawan perdagangan narkotika dunia yang mencakup Myanmar, Laos, dan Thailand. Dalam jaringan ini, Dewi disejajarkan dengan Fredy Pratama yang menjadi buronan sejak 2014.
Karena pengaruh jaringan internasional inilah Dewi mampu meloloskan diri selama bertahun-tahun sebelum akhirnya tertangkap.
Dampak Besar Penangkapan: Selamatkan 8 Juta Jiwa
BNN menegaskan bahwa penangkapan Dewi bukan hanya soal menangkap satu individu, tetapi menghentikan aliran narkotika besar yang dapat merusak generasi bangsa.
Komjen Suyudi menyatakan: "Penangkapan 2 ton sabu berhasil menyelamatkan 8 juta jiwa dari ancaman bahaya narkotika," tegasnya.
Jika dihitung per paket kecil konsumsi, satu gram sabu dapat dikonsumsi oleh empat orang. Artinya, dua ton sabu berpotensi menjerat jutaan pengguna baru.
Kesimpulan
Penangkapan Dewi Astutik adalah kemenangan besar bagi aparat Indonesia. Meski Dewi telah lama melarikan diri, memindah negara, mengubah identitas, bahkan terhubung ke jaringan Asia–Afrika, kegigihan BNN, Bea Cukai, dan Interpol akhirnya menutup ruang geraknya.
Dari koper berisi 2,3 kg heroin hingga penyelundupan raksasa 2 ton sabu, seluruh rangkaian kasus mengarah pada satu sosok yang akhirnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Indonesia.
Kasus ini sekaligus menjadi momentum bagi penegak hukum untuk terus memperkuat kerja sama internasional dan meningkatkan kewaspadaan terhadap pergerakan jaringan narkotika global.