FYP
Media
Memuat Halaman...
0%
Darurat Bencana Hidrometeorologi: Mengenal 5 Jenis Banjir yang Kerap Melanda Indonesia

News

Darurat Bencana Hidrometeorologi: Mengenal 5 Jenis Banjir yang Kerap Melanda Indonesia

Writer: Ami Fatimatuz Zahro - Senin, 15 Desember 2025 08:00:00

Darurat Bencana Hidrometeorologi: Mengenal 5 Jenis Banjir yang Kerap Melanda Indonesia
Sumber gambar: Freepik

FYPMedia.id  - Cuaca ekstrem belakangan ini terus menyelimuti berbagai wilayah di Indonesia. Intensitas hujan yang tinggi disertai angin kencang memicu peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi, terutama banjir. Mulai dari kawasan pemukiman padat di perkotaan, daerah aliran sungai, hingga kawasan pesisir pantai, seolah tidak luput dari ancaman genangan air.

Fenomena ini tidak hanya melumpuhkan aktivitas ekonomi dan sosial, tetapi juga menimbulkan kerugian materiil yang tidak sedikit, bahkan merenggut korban jiwa. Ironisnya, masyarakat sering kali menganggap semua genangan air sebagai "banjir" biasa. Padahal, karakteristik banjir sangat beragam tergantung pada penyebab dan lokasi geografisnya. Ketidaktahuan akan jenis banjir ini sering kali menyebabkan kesalahan dalam mengambil langkah antisipasi maupun evakuasi.

Sebagai langkah mitigasi bencana yang efektif, sangat krusial bagi publik untuk memahami bahwa banjir bukan sekadar air yang menggenang. 

Berikut adalah 5 jenis banjir yang umum terjadi, lengkap dengan penyebab dan peta kerawanannya:

1. Banjir Pluvial (Banjir Genangan Hujan)

Banjir pluvial adalah jenis banjir yang paling akrab dengan masyarakat perkotaan atau kaum urban. Sering kali disebut sebagai banjir genangan, fenomena ini terjadi ketika curah hujan ekstrem turun di suatu wilayah, namun tanah atau sistem drainase setempat tidak mampu menyerap maupun mengalirkan air tersebut secepat jatuhnya hujan. Akibatnya, air menumpuk di permukaan tanah.

  • Penyebab Utama: Faktor pemicu utamanya adalah kombinasi antara curah hujan tinggi dan kegagalan infrastruktur. Sistem drainase kota yang buruk, selokan yang tersumbat sampah, hingga masifnya betonisasi dan pengaspalan jalan membuat tanah kehilangan kemampuan alaminya untuk menyerap air (infiltrasi).
  • Lokasi Rawan: Wilayah perkotaan yang padat penduduk seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung sangat rentan terhadap banjir ini. Uniknya, banjir pluvial bisa terjadi di area yang jauh dari sungai atau pantai sekalipun. Area cekungan, underpass, dan jalan raya dengan sistem selokan yang buruk adalah lokasi langganan banjir jenis ini.

Baca Juga: Banjir Besar Landa Washington, Puluhan Ribu Warga Dievakuasi

2. Banjir Fluvial (Banjir Luapan Sungai)

Berbeda dengan pluvial yang disebabkan oleh hujan lokal, banjir fluvial berkaitan erat dengan kapasitas badan air. Banjir ini terjadi ketika debit air di sungai, danau, atau waduk melebihi kapasitas tampungnya, sehingga air meluap keluar dari bantaran dan membanjiri daratan di sekitarnya.

  • Penyebab Utama: Hujan deras yang berlangsung dalam durasi lama di daerah hulu (pegunungan) atau di sepanjang aliran sungai adalah pemicu utamanya. Sering kali, masyarakat di daerah hilir menyebutnya sebagai "banjir kiriman". Selain itu, pendangkalan sungai (sedimentasi) akibat erosi tanah juga memperparah risiko, karena sungai menjadi semakin dangkal dan tidak muat menampung air.
  • Lokasi Rawan: Pemukiman yang berada di bantaran sungai (floodplains) adalah zona merah untuk banjir ini. Wilayah hilir sungai yang datar juga sangat berisiko menerima limpahan air dari daerah yang lebih tinggi.

3. Banjir Bandang (Flash Flood)

Di antara semua jenis banjir, banjir bandang adalah yang paling menakutkan dan destruktif. Sesuai namanya (flash flood), banjir ini datang secara tiba-tiba, sangat cepat (biasanya kurang dari enam jam setelah hujan lebat), dan memiliki kekuatan arus yang dahsyat. Air banjir bandang biasanya tidak jernih, melainkan pekat bercampur lumpur, bebatuan besar, hingga batang pohon yang tercabut dari akarnya.

  • Penyebab Utama: Hujan dengan intensitas sangat tinggi di daerah pegunungan dengan topografi curam menjadi pemicu utama. Namun, faktor kerusakan lingkungan seperti penggundulan hutan (deforestasi) dan alih fungsi lahan di area resapan air sangat memperbesar risiko terjadinya banjir bandang. Tanah yang gundul tidak mampu menahan laju air, sehingga air meluncur deras ke bawah tanpa hambatan.
  • Lokasi Rawan: Daerah di kaki gunung, lembah sungai yang sempit, dan area perbukitan dengan kemiringan tajam.

4. Banjir Rob (Banjir Pasang Surut)

Banjir rob adalah mimpi buruk bagi masyarakat pesisir. Uniknya, banjir ini tidak selalu berhubungan dengan turunnya hujan. Banjir rob terjadi akibat naiknya permukaan air laut yang masuk ke daratan yang posisinya lebih rendah dari muka air laut pasang. Sifat airnya yang asin menyebabkan kerusakan parah pada bangunan dan kendaraan karena korosi (karat).

  • Penyebab Utama: Secara alami, banjir ini disebabkan oleh siklus astronomi, yakni gaya tarik (gravitasi) bulan yang menyebabkan air laut pasang tinggi. Namun, di kota-kota besar, faktor penurunan muka tanah (land subsidence) akibat penyedotan air tanah secara berlebihan menjadi penyebab yang memperparah keadaan. Pemanasan global yang menaikkan volume air laut juga menjadi ancaman jangka panjang.
  • Lokasi Rawan: Kawasan pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) seperti Jakarta Utara, Semarang, Pekalongan, dan Demak adalah wilayah yang paling parah terdampak fenomena ini secara menahun.

Baca Juga:  Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Fokus Bencana Sumatra & Nataru

5. Banjir Pantai (Coastal Flood / Storm Surge)

Sering kali disamakan dengan Rob, Banjir Pantai sebenarnya memiliki mekanisme yang sedikit berbeda. Jika Rob lebih dipengaruhi siklus pasang surut harian, Banjir Pantai atau gelombang pasang lebih disebabkan oleh dorongan cuaca ekstrem di laut yang menghantam daratan.

  • Penyebab Utama: Angin kencang, badai tropis, atau siklon yang terjadi di laut mendorong gelombang air laut naik ke daratan dengan kekuatan besar (storm surge). Ketika badai ini bertepatan dengan momen air laut sedang pasang tinggi, dampak kerusakannya akan menjadi sangat fatal. Naiknya permukaan air laut global (sea level rise) juga membuat jangkauan banjir ini semakin jauh ke daratan.
  • Lokasi Rawan: Wilayah pesisir yang menghadap langsung ke laut lepas atau samudra, serta daerah yang tidak memiliki pelindung alami seperti hutan mangrove atau tanggul pemecah ombak.

Dengan memahami kelima jenis banjir ini, masyarakat diharapkan dapat lebih sigap dalam membaca tanda-tanda alam dan melakukan evakuasi mandiri sebelum terlambat. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus mengimbau masyarakat untuk memantau informasi cuaca terkini guna meminimalisir risiko bencana.


 

Mau Diskusi Project Baru?

Contact Us